Pandemi global Covid-19 mengharuskan pemerintah di berbagai negara untuk melakukan penanganan yang tepat dan terukur, tidak terkecuali dalam aspek keuangan. Karena itu perubahan kebijakan keuangan negara menghadapi pandemi ini merupakan sebuah keharusan. Selain itu, pemerintah perlu melakukan identifikasi risiko dan memitigasi risiko pertanggungjawaban dalam rangka good governance.

Demikian antara lain kesimpulan Online Discussion bertema: Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pengelolaan Keuangan Negara: Dilema, Tantangan, dan Antisipasi. Diskusi itu diselenggarakan oleh Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan Indonesia (KASP IAI) pada Kamis (23/4) dan diikuti oleh hampir 150 peserta yang terdiri dari pengurus dan anggota IAI, birokrat, serta kalangan umum. Diskusi dibuka oleh Ketua KASP IAI Hery Subowo, dan menampilkan sejumlah pembicara yaitu Michael Rolandi (Inspektur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta), Arif Tri Hardiyanto (Direktur Pengawasan Bidang Pangan, Energi, dan Sumber Daya Alam BPKP), Ahmad Adib Susilo (Kepala Auditoriat IIIA BPR RI), dan Hari Nur Cahya Murni (Plh. Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri).

Hery Subowo menyampaikan, setidaknya terdapat lima poin yang bisa menjadi kesimpulan diskusi virtual KASP IAI terkait penanganan Covid-19 di bidang keuangan negara. Pertama pemerintah perlu didorong untuk melakukan optimalisasi penggunaan anggaran hasil refocusing secara efisien, misalnya kombinasi program yang sekaligus menyasar aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Juga diperlukan peraturan yang lebih detail mengenai pengelolaan bantuan dari pihak ketiga oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Selanjutnya, Kepala Badiklat BPK RI itu menilai big data terkait pengadaan barang dan jasa di seluruh K/L, Pemda, dan BLU/D dapat menjadi dasar bagi post audit kewajaran harga. Pemerintah juga dinilai perlu menetapkan ukuran kinerja keberhasilan penanganan darurat dan PSBB mulai dari tujuan, outcome, output hingga proses. Selanjutnya, sinergi auditor eksternal dan pengawas internal diperlukan dalam melakukan pengawalan selama dan post audit setelah penanganan Covid-19 dengan menggunakan timeframe kondisi yang sinkron.

Kelima aspek itu diperlukan karena penanganan pandemi Covid-19 telah melibatkan dana yang besar. Pemerintah Indonesia menyiapkan tambahan anggaran Rp405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. Dana ini dialokasikan di 4 sektor guna menahan dampak pandemi ke sektor ekonomi dan sosial, terdiri dari dana perlindungan sosial sebesar Rp110 triliun, program pemulihan ekonomi Rp150 triliun, program kesehatan Rp74 triliun, dan insentif perpajakan dan stimulus KUR Rp70,1 triliun.

Mitigasi Risiko Fraud

Arief Tri Hardiyanto yang menjadi narasumber diskusi mengatakan, tujuan strategis dari mitigasi risiko atas pengelolaan keuangan negara/daerah dalam penanganan pandemi Covid-19 adalah keberhasilan penanganan Covid-19, dan terciptanya pengelolaan keuangan negara/daerah yang akuntabel dan transparan. Menurutnya, secara operasional, program atau kegiatan yang dijalankan pemerintah pusat dan daerah harus tepat secara kuantitas (jumlah), tepat kualitas (mutu), tepat biaya (harga), tepat waktu, tepat penyedia, dan tepat tempat (sasaran).

Arief tetap menuntut perlunya dicermati kemungkinan risiko fraud yang mungkin timbul dari pengelolaan dana penanganan Covid-19. Karena pada kondisi seperti inipun sebenarnya terdapat tiga faktor pendorong terjadinya fraud, seperti adanya kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi dari kondisi yang ada. Sementara untuk melakukan mitigasi risiko, empat hal yang harus ditekankan adalah adanya SDM yang andal dan berintegritas, bisnis proses yang jelas, organisasi yang transparan, serta system informasi dan komunikasi yang dapat diandalkan.

Berbicara pada kesempatan yang sama, Michael Rolandi menyebut jika di Provinsi DKI Jakarta, anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp3 triliun, belum termasuk bantuan kemanusiaan dari masyarakat dan swasta. Muncul tantangan dalam mengelola dan mengalokasikan dana sebesar itu, terutama terkait proses pengadaan barang dan jasa dalam penanganan keadaan darurat menyebabkan meningkatnya risiko ketidakpatuhan. Tantangan lain adalah belum diterapkannya manajemen risiko, terutama identifikasi risiko bencana dan mitigasinya dalam rangka mengurangi risiko. Hal ini menyebabkan APIP harus dengan cepat melakukan identifikasi risiko. Selanjutnya, belum adanya 2nd line of defense menyebabkan APIP harus “terlibat” dalam proses manajemen, sambil di sisi lain APIP harus tetap menjaga keseimbangan antara kepatuhan vs efektivitas.

Ahmad Adib Susilo, Kepala Auditorat IIIA BPK RI yang juga menjadi narasumber, membahas tentang pertanggungjawaban keuangan negara di era Covid-19. Baginya, regulasi telah mensyaratkan akuntabilitas keuangan negara bisa didapatkan jika terdapat keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan dalam semua hal yang material. Hal itu biasanya didapatkan melalui sejumlah metodologi pemeriksaan yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Karena itu, selain mengharusnya adanya perubahan kebijakan keuangan negara menghadapi Covid-19, pemerintah perlu melakukan identifikasi risiko dan memitigasi risiko pertanggungjawaban dalam rangka good governance. Ia menilai, juga diperlukan perubahan pendekatan dan penyiapan strategi lebih dini bagi auditor dalam pengujian akuntabilitas keuangan negara selama Covid-19.

Pada kesempatan itu, Hari Nur Cahya Murni menegaskan Kemendagri sebagai kementerian yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan di daerah, telah menyiapkan sejumlah langkah agar Pemda dapat menindaklanjuti berbagai program penanganan Covid-19. Dalam rangka supply dan demand misalnya, Kemendagri telah menyiapkan data produsen dalam negeri yang dapat menyiapkan berbagai sarana penanganan Covid-19 untuk dapat memenuhi kebutuhan tiap daerah. Kemendagri juga ingin memastikan terlaksananya alokasi anggaran kegiatan tertentu dan/atau perubahan alokasi anggaran untuk meningkatkan kapasitas penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, hingga penyediaan jaring pengaman sosial.

Meskipun demikian, dalam kondisi darurat ini, aspek kecepatan penyaluran dan penanganan korban terdampak Covid-19 harus tetap menjadi prioritas utama, sambil memperhatikan tata kelola, risk management, dan aspek compliance. Pada kesempatan itu, Anggota DPN IAI Maliki Heru Santosa yang hadir sebagai peserta diskusi, menghimbau hasil dari webinar ini dapat disusun dalam bentuk policy paper yang bisa diberikan kepada pemerintah dari KASP IAI, baik terkait kebijakan strategis dan teknis.

Tentang IAI dan KASP IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW). IAI melaksanakan Ujian Sertifikasi Chartered Accountant (CA) sesuai dengan standar dan best practice global.

Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. IAI juga melaksanakan aktivitas terkait kompartemen untuk mengakomodir minat dan pembidangan anggota IAI, yang terdiri dari Akuntan Sektor Publik, Akuntan Pendidik, Akuntan Pajak, Akuntan Syariah, Akuntan KJA, Akuntan Publik, Akuntan Forensik, dan lainnya.

Informasi lebih lanjut tentang IAI dan KASP IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id atau melalui email iai-info@iaiglobal.or.id.

Sumber: http://iaiglobal.or.id/v03/berita-kegiatan/detailberita-1267-press-release-kasp-iai–post-event–masukan-kasp-iai-bagi-pengelolaan-keuangan-negara-di-tengah-pandemi-covid19-

Image Source: Google