APBN Terjaga Sehat dan Kredibel,
Dukung Stabilitas Ekonomi Tahun 2018

Jakarta, 2 Januari 2019

  1. Gambaran Umum Kinerja Perekonomian dan Pelaksanaan APBN

Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2018 mampu menunjukkan capaian positif di tengah tantangan perekonomian global yang sangat cepat berubah. Sepanjang tahun 2018, perekonomian domestik sempat mengalami tekanan yang bersumber dari gejolak eksternal akibat perang dagang dan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Didorong oleh menguatnya perekonomian AS, The Fed melakukan akselerasi kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini mengakibatkan pelemahan mata uang emerging market, termasuk Indonesia. Akibatnya, proyeksi pertumbuhan global pun mengalami koreksi.

Namun demikian, perekonomian nasional tahun 2018 diperkirakan dapat tumbuh sekitar 5,15 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2017 yang tumbuh 5,07 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebutjuga telah berhasil menciptakan lapangan kerja, mengurangi tingkat pengangguran, dan menurunkan tingkat kemiskinan serta ketimpangan. Pemerintah terus menjaga stabilitas perekonomian namun tetap mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan ketahanan fiskal. Pada tahun anggaran 2018, realisasi defisit APBN mencapai 1,76 persen Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah dari target APBN yang sebesar 2,19 persen PDB.

  1. Kinerja Perekonomian

Perekonomian Indonesia ditahun 2018 menunjukkan kinerja positif yang semakin baik meskipun menghadapi tingginya risiko ketidakpastian lingkungan global. Meningkatnya ketegangan perang dagang antara AS dan China serta kebijakan moneter AS merupakan tantangan yang mengemuka sepanjang tahun 2018, terutama bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Namun demikian, respon kebijakan dan koordinasi yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan mampu meminimalisasi dampak risiko global  terhadap perekonomian nasional, sehingga stabilitas makroekonomi di dalam negeri tetap terjaga dengan baik dan pertumbuhan ekonomi meningkat, diikuti dengan membaiknya indikator kesejahteraan masyarakat.

Dengan melihat capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III yang mencapai 5,17 persen, outlook perekonomian nasional dalam keseluruhan tahun 2018 diproyeksikan dapat tumbuh mencapai 5,15 persen atau lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Permintaan domestik terutama dari sisi konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi Pemerintah merupakan motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018. Sementara, peningkatan kinerja ekspor dan impor masih terbatas sejalan dengan tren melemahnya perdagangan dunia sebagai dampak meningkatnya tekanan perang dagang.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 turut ditopang dengan kondisi ekonomi makro yang kondusif. Indikasi tersebut tercermin antara lain dari pergerakan harga yang terkendali. Tingkat inflasi yang rendah yaitu 3,13 persen pada tahun 2018 mendukung daya beli dan konsumsi

masyarakat. Pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tatkala sektor keuangan mengalami tekanan. Sinergi yang kuat antara institusi kebijakan moneter dan fiskal mampu menjaga stabilitas perekonomian dengan tetap menjaga momentum membaiknya pertumbuhan ekonomi dan kesehatan fiskal. Hal ini terbukti mampu meredakan tekanan khususnya terhadap nilai tukar rupiah yang sempat terdepresiasi ke level terendahnya pada posisi Rp15.200/USD sebagai dampak sentimen negatif faktor global. Sampai dengan akhir tahun, stabilitas nilai tukar rupiah dapat dijaga pada kisaran rata-rata Rp14.247/USD atau terdepresiasi sekitar 6,9 persen jika dibandingkan dengan posisi akhir nilai tukar rupiah tahun 2017. Tingkat depresiasi tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan mata uang lainnya di negara-negara berkembang seperti Turki, Argentina, dan Brazil.

Perekonomian Indonesia juga mendapatkan persepsi positif dari dunia Internasional. Sepanjang tahun 2018, setidaknya lima lembaga rating dunia kembali mengkonfirmasi posisi rating investment grade Indonesia. Bahkan, Moody’s menaikkan outlook ratingnya ke posisi stabil pada bulan April 2018. Perbaikan juga terjadi pada peringkat Global Competitiveness Index Indonesia yang naik dua peringkat dari posisi 47 pada tahun 2017 ke posisi 45 dari 140 negara. Di sisi lain, suksesnya penyelenggaraan Asian Games dan Annual Meeting IMF-World Bank pada tahun 2018 juga menjadi cerminan tingginya kepercayaan dunia internasional terhadap kemajuan perkembangan perekonomian nasional.

Meningkatnya kinerja perekonomian domestik juga diikuti dengan perbaikan pada indikator kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran per Agustus 2018 turun menjadi sebesar 5,34 persen dari posisi yang sama tahun 2017 sebesar 5,50 persen. Sementara tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2018 turun menjadi 9,82 persen dari sebelumnya 10,64 persen pada 2017 dan koefisien gini membaik dari 0,393 pada 2017 menjadi 0,389 pada 2018. Berbagai terobosan program pengentasan kemiskinan dan perlindungan sosial yang dijalankan Pemerintah berkontribusi positif dalam perbaikan indikator kesejahteraan. Capaian positif pada tahun 2018 tersebut akan memperkuat fundamental perekonomian nasional sebagai penopang kinerja perekonomian nasional pada tahun 2019.

  1. Kinerja Pelaksanaan APBN 2018

Sejalan dengan membaiknya perekonomian, realisasi APBN sampai dengan akhir tahun 2018 juga sangat sehat dan kredibel. Realisasi Defisit anggaran diperkirakan mencapai 1,76 persen PDB atau lebih rendah dari target APBN yang sebesar 2,19 persen PDB. Level defisit anggaran ini merupakan yang terendah sejak tahun 2012. Sejalan dengan defisit anggaran yang semakin sehat pada tahun 2018, maka keseimbangan Primer menjadi jauh lebih baik dari rencananya di APBN tahun 2018.

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.942,3 triliun (102,5 persen dari APBN tahun 2018), melebihi target APBN. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2017, realisasi pendapatan negara tahun 2018 tersebut meningkat 16,6 persen.

Apabila dirinci lebih lanjut, jumlah tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1.315,9 triliun (92,4 persen dari APBN 2018), atau tumbuh 14,3 persen dari realisasi tahun 2017. Pertumbuhan penerimaan pajak tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2012, sebesar 12,5 persen. Capaian realisasi penerimaan pajak ini merupakan resultan kombinasi dua hal, yaitu (i) membaiknya perekonomian (terutama meningkatnya konsumsi dan impor); dan (ii) meningkatnya kemampuan memungut pajak sebagai hasil dari meningkatnya basis pajak (dampak kebijakan Tax Amnesty) dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak serta intensifikasi pajak yang berjalan efektif.

Sementara, realisasi penerimaan Kepabeanan dan Cukai tahun 2018 mencapai Rp205,5 triliun (105,9 persen dari APBN 2018) atau tumbuh 6,7 persen dari realisasinya pada tahun 2017. Pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir, yang hanya tumbuh 5,9 persen. Keberhasilan ini antara lain didukung oleh membaiknya aktivitas perdagangan internasional (ekspor-impor) dan keberhasilan penertiban cukai berisiko tinggi serta keberhasilan reformasi kepabeanan dan cukai.

Selanjutnya, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp407,1 triliun (147,8 persen dari APBN 2018), atau tumbuh 30,8 dari realisasi tahun 2017. Pertumbuhan PNBP tahun 2018 ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2009. Capaian PNBP ini antara lain dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditas dunia terutama minyak dari USD51,2  (2017) menjadi USDD7,5 (2018) per barel dan batu bara dari USD85,9 (2017) menjadi USD99,3 (2018) per ton, dan meningkatnya kinerja Badan Usaha Milik Negara serta layanan K/L kepada masyarakat.

Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp2.202,2 triliun (99,2 persen dari APBN 2018), atau meningkat dibandingkan penyerapan belanja negara tahun 2017 yang hanya sebesar 94,1 persen. Pelaksanaan belanja negara dapat dikatakan efektif dan efisien di tengah berbagai dinamika, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah dan penanganan bencana alam di beberapa daerah. Tanpa adanya APBN Perubahan 2018 membuat setiap lembaga pengguna anggaran, baik di Pemerintah pusat maupun di Pemerintah daerah lebih fokus ke pelaksanaan belanja dan tidak banyak terganggu administrasi perubahan anggaran. Akibatnya, belanja negara menunjukkan percepatan dan peningkatan penyerapan. Selain itu, pada tahun 2018 Pemerintah juga berhasil melaksanakan beberapa event strategis bertaraf internasional. Tata kelola penganggaran juga turut membaik yang ditunjukkan dari penurunan revisi anggaran dibandingkan tahun sebelumnya.

Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1.444,4 triliun (99,3 persen dari APBN 2018), atau 14,2 persen lebih tinggi dari realisasi tahun 2017. Realisasi tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp836,2 triliun (98,7 persen dari APBN 2018), lebih tinggi dari realisasi tahun 2017 yang mencapai 95,8 persen. Kinerja penyerapan belanja K/L tersebut antara lain dipengaruhi oleh (i) pelaksanaan beberapa agenda strategis seperti Pilkada serentak, Asian Games, Asian Para Games, dan Annual Meeting IMF-World Bank; (ii) kegiatan terkait penanganan bencana yang terjadi pada tahun 2018; (iii) kebijakan pemberian THR dan kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa K/L sejalan dengan pelaksanaan agenda reformasi birokrasi dan upaya menjaga tingkat kesejahteraan aparatur negara; (iv) penanganan defisit BPJS untuk memenuhi kewajiban pada rumah sakit yang telah melayani masyarakat; (v) penambahan alokasi PKH distribusi ke-3 bagi penerima manfaat baru; dan (vi) dukungan untuk kebutuhan mendesak lainnya. Selain itu, terdapat Belanja Non K/L sebesar Rp608,2 triliun (100,2 persen dari APBN tahun 2018), yang antara lain terdiri atas pembayaran bunga utang Rp258,1 triliun dan subsidi sebesar Rp216,8 triliun. Realisasi pembayaran bunga utang antara lain dipengaruhi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sementara itu, realisasi subsidi energi mencapai 162,4 persen dari pagu APBN yang dipengaruhi oleh perubahan parameter asumsi Indonesia Crude Price dan nilai tukar, penyelesaian kurang bayar tahun sebelumnya, dan kebijakan penyesuaian subsidi tetap solar dari Rp500/liter menjadi Rp2.000/liter sebagai upaya menyerap risiko kenaikan harga yang dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mengendalikan tingkat inflasi.

Selain itu, TKDD mencapai Rp757,8 triliun (98,9 persen dari APBN 2018). Realisasi tahun ini antara lain dipengaruhi oleh penyelesaian sebagian kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) sampai dengan tahun 2017 sebesar Rp4,6 triliun dan kinerja penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, DAK Non Fisik, dan Dana Desa yang lebih baik. Alokasi anggaran TKDD dilakukan dengan memperhatikan kinerja penyerapan dan capaian output. Pada tahun 2018, perbaikan mekanisme penyaluran TKDD telah dilakukan, antara lain melalui perbaikan penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa berbasis output yang telah dilaksanakan sejak tahun 2017; sinkronisasi pengalokasikan DAK dan belanja K/L melalui sistem terintegrasi; dan percepatan penyelesaian pembayaran kurang bayar DBH.

Realisasi pembiayaan pada tahun 2018 mencapai Rp300,4 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pembiayaan tahun 2017 yang sebesar Rp366,6 triliun. Penurunan realisasi pembiayaan tersebut diiringi dengan penurunan realisasi pembiayaan utang neto. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal serta efisiensi APBN di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global dan tren peningkatan suku bunga serta penguatan mata uang dolar AS. Secara nominal, realisasi pembiayaan utang neto pada tahun 2018 hanya sebesar Rp366,7 triliun (91,8 persen APBN), dengan rasio utang terhadap PDB terjaga pada kisaran 30 persen. Realisasi pembiayaan utang tersebut juga mempertimbangkan kebijakan pengembangan pasar SBN (financial deepening), peningkatan investor ritel domestik, dan peningkatan peringkat kredit Indonesia menjadi investment grade.

Berdasarkan realisasi kinerja APBN 2018 tersebut di atas, menunjukkan bahwa Pemerintah telah dapat menjaga APBN sehat dan kredibel untuk mendukung stabilitas ekonomi.

Tabel Realisasi Sementara APBN Tahun 2018 (dalam Triliun Rupiah)
Uraian APBN Realisasi Sementara % thd APBN
  1. Pendapatan Negara
1.894,7 1.942,3 102,5
  1. Pendapatan Dalam Negeri
1.893,5 1.928,4 101,8
  1. Penerimaan Perpajakan
1.618,1 1.521,4 94,0
  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak
275,4 407,1 147,8
  1. Penerimaan Hibah
1,2 13,9 1.161,4
  1. Belanja Negara
2.220,7 2.202,2 99,2
  1. Belanja Pemerintah Pusat
1.454,5 1.444,4 99,3
  1. Belanja K/L
847,4 836,2 98,7
  1. Belanja Non-K/L
607,1 608,2 100,2
  1. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
766.2 757,8 98,9
  1. Transfer ke Daerah
706,2 697,9 98,8
  1. Dana Desa
60,0 59,9 99,8
  1. Keseimbangan Primer
(87,3) (1,8) 2,1
  1. Surplus/ (Defisit) Anggaran (A – B)
(325,9) (259,9) 79,7
% Surplus/(Defisit) terhadap PDB (2,19) (1,76)
  1. Pembiayaan Anggaran
325,9 300,4 92,2
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan Anggaran 40,5

Sumber : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/keterangan-pers-apbn-terjaga-sehat-dan-kredibel-dukung-stabilitas-ekonomi-tahun-2018/

MSD