Dalam siklus bisnis saatnya dilakukan manajemen pajak adalah saat perusahaan akan ditutup atau berakhir dan dilikuidasi. Apabila di saat pembentukannya dan saat pelaksanaan aktivitas usaha kita diminta untuk mengoptimalkan pilihan perpajakan yang tersedia menurut regulasi sebagaimana telah diuraikan maka hal ini perlu dilakukan saat penutupan perusahaan.

Konsekuensi perpajakan dari penutupan perusahaan adalah penghapusan NPWP dan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak (NPPKP) perusahaan.  Untuk kepentingan itu, sekuritas pajak biasanya akan melakukan pemeriksaan pajak, untuk memastikan sebelum NPWP atau NPPKP perusahaan dihapus dari administrasi kantor pelayanan pajak atau KPP kewajiban perpajakannya ditunaikan kurung Apabila ada. Proses penutupan perusahaan dapat dilakukan secara langsung dengan likuidasi perusahaan maupun bertahap dengan membuat satu perusahaan menjadi tidak aktif terlebih dahulu atau dormant status  sebelum membubarkan dan mengajukan permintaan penghapusan NPWP atau NPPKP

Penanganan Pajak  dalam Proses Likuidasi

  1. Pajak Penghasilan (PPh)
    1. Pengalihan harta
      Unsur yang merupakan penghasilan sebagai objek pajak adalah keuntungan pengalihan harta karena likuidasi (pasal 4 ayat 1 huruf d UU PPh)
      Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (pasal 10 ayat 3 UU PPh).
    2. Dividen
      Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor kepada pemegang saham adalah dividen yang merupakan objek pajak. Hal ini sesuai dengan pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh. Apabila kondisi ini terpenuhi, perusahaan terlikuidasi wajib memotong PPh pasal 23. Apabila pemegang saham adalah subjek pajak luar negeri, dilakukan pemotongan PPh pasal 26 atau sesuai P3B. Pada UU Cipta Kerja, ketentuan ini diubah di mana atas dividen dari dalam negeri, WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan saham berapapun tidak dikenai PPh, sedangkan WP OP dalam negeri, dikenai PPh Final 10%, kecuali apabila dividen tersebut diinvestasikan di dalam negeri dalam waktu tertentu, tidak dikenai PPh. Terkait dividen yang diterima dari luar negeri atau penghasilan dari luat negeri, perlakuan tidak dikenakan PPh diberlakukan terhadap dividen dari luar negeri dan penghasilan dari luar negeri setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri yang diterima atau diperoleh WP Badan atau WP OP dalam negeri sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di dalam negeri dalam waktu tertentu dan memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya batasan minimal yang diinvestasikan.
    3. Keuntungan Karena Pembebasan Hutang
      Sesuai pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh, penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah mengatur bahwa pembebasan utang debitur kecil, seperti kredit usaha keluarga prasejahtera (Kukesra), kredit usaha tani (KUT), kredit usaha rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Ketentuan tersebut diatur oleh PP Nomor 130 Tahun 2000 dan menurut aturan tersebut keistimewaan diberikan selama kredit tersebut tidak melebihi Rp 350 juta
  2. Pajak Pertambahan Nilai
    1. Obyek Pajak
      Berdasarkan pasal 1 A ayat (2) dan pasal 16 D UU PPN, barang kena pajak (BKP) berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. Termasuk dalam pengertian ini adalah sebagai berikut
      Perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
      Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
    2. Persediaan
      Barang kena pajak, berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan (pasal 1A ayat (1) huruf e UU PPN). Dengan kata lain, Jika persediaan memenuhi syarat sebagai barang kena pajak, yang memenuhi ketentuan semula tidak untuk diperjualbelikan, akan dikenakan PPN
  3. Penagihan Pajak
    Apabila terdapat tanda-tanda perusahaan akan membubarkan perusahaan, dilakukan penagihan seketika dan sekaligus (pasal 20 ayat 2 UU KUP)
    Menurut pasal 21 ayat (1) UU KUP, negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak, kecuali jika terjadi hal-hal berikut ini:

    1. Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak
    2. Biaya yang yelah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud
    3. Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
    4. Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan

Sumber:

  1. Imam Santoso, Ning Rahayu. (2019). Corporate Tax Management : Mengulas upaya pengelolan pajak perusahaan secara konseptual-praktikal. Edisi Revisi 2019. Penerbit : Ortax Jakarta. ISBN 9786029518270
  2. Erly Suandi. (2017). Perencanaan Pajak. Edisi 6. Penerbit : Salemba Empat.

Image Sources: Google Image