Indonesia dan Armenia, Sepakati kerjasama Pajak Internasional
DAN
PEMERINTAH REPUBLIK ARMENIATENTANGPENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN
PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DAN ATAS MODAL
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Armenia.
BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak atas penghasilan dan atas modal.
telah menyetujui sebagai berikut:
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN
1.
|
Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan dan atas modal yang dikenakan oleh masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan atau oleh unit administratif teritorial atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.
|
|
2.
|
Yang dimaksud dengan pajak-pajak atas penghasilan dan atas modal adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan, atas seluruh modal, atau atas unsur-unsur penghasilan atau modal, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau tak gerak, pajak-pajak atas keseluruhan upah yang dibayarkan oleh perusahaan, demikian pula atas apresiasi modal.
|
|
3.
|
Pajak-pajak yang berlaku menurut persetujuan ini, khususnya adalah:
|
|
(a)
|
Dalam hal Indonesia
|
|
pajak penghasilan
|
||
(b)
|
Dalam hal Armenia;
|
|
|
||
4.
|
Persetujuan ini akan berlaku pula terhadap setiap pajak yang pada hakekalnya serupa yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan harus saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan perpajakan mereka.
|
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1.
|
Yang dimaksud dalam Persetujuan ini kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain
|
||||
(a)
|
Istilah “Negara Pihak pada Persetujuan” berarti Indonesia atau Armenia sebagaimana dimaksud dalam kalimatnya;
|
||||
(i)
|
istilah “Indonesia” meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangannya;
|
||||
(ii)
|
istilah “Armenia” meliputi wilayah Republik Armenia sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangannya
|
||||
(b)
|
istilah “orang atau badan” meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan
|
||||
(c)
|
istilah “perseroan” berarti setiap badan hukum atau setiap entitas yang diperlakukan sebagai suatu badan hukum untuk tujuan pemungutan pajak;
|
||||
(d)
|
istilah “perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan” dan “perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan” masing-masing berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
|
||||
(e)
|
istilah “lalu lintas internasional” berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;
|
||||
(f)
|
istilah “pejabat yang berwenang” berarti:
|
||||
(i)
|
dalam hal Indonesia:
|
||||
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
|
|||||
(ii)
|
dalam hal Armenia:
|
||||
Menteri Keuangan dan Ekonomi dan Menteri Penerimaan Negara atau wakilnya yang sah;
|
|||||
(g)
|
istilah “warganegara” berarti :
|
||||
(i)
|
setiap orang pribadi yang menjadi penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan;
|
||||
(ii)
|
setiap badan hukum, persekutuan atau asosiasi yang karena statusnya mempunyai kekuatan hukum di suatu Negara pihak pada Persetujuan;
|
||||
2.
|
Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak didefinisikan dalam Persetujuan ini. kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini.
|
Pasal 4
PENDUDUK
1.
|
Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan” berarti setiap orang dan badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan persekutuannya, tempat kedudukan manajemen, ataupun atas dasar lainnya yang sifatnya serupa
|
|
2.
|
Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 seseorang menjadi penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut
|
|
(a)
|
ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang berada di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia memiliki hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
|
|
(b)
|
jika Negara di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam;
|
|
(c)
|
jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara, atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia menjadi warganegara
|
|
(d)
|
jika ia merupakan warganegara di kedua Negara atau sama sekali bukan warganegara dari kedua negara tersebut, pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama
|
|
3.
|
Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan pada ayat l, suatu badan merupakan penduduk kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka badan tersebut akan dianggap sebagai penduduk dari Negara yang berdasarkan hukum negara itu memperoleh status tersebut.
|
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1.
|
Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “bentuk usaha tetap” berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
|
|
2.
|
Istilah “bentuk usaha tetap “terutama meliputi’:
|
|
(a)
|
suatu tempat kedudukan manajemen;
|
|
(b)
|
suatu cabang;
|
|
(c)
|
suatu kantor;
|
|
(d)
|
suatu pabrik:
|
|
(e)
|
suatu bengkel;
|
|
(f)
|
suatu gudang atau bangunan yang digunakan sebagai tempat penjualan;
|
|
(g)
|
suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau tempat eksplorasi, eksploitasi atau ekstraksi sumber daya alam lainnya, anjungan pengeboran atau kapal kerja yang digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber-sumber daya alam.
|
|
3.
|
Istilah “bentuk usaha tetap” meliputi pula:
|
|
(a)
|
Suatu lokasi bangunan, konstruksi, perakitan, atau proyek instalasi atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, namun hanya apabila bangunan, proyek, atau kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dari 6 bulan;
|
|
(b)
|
Pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk tujuan tersebut, sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan (untuk proyek yang sama atau berkaitan) di suatu negara untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah lebih dari 120 hari dalam jangka waktu dua belas bulan.
|
|
4.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah “bentuk usaha tetap” dianggap tidak meliputi:
|
|
(a)
|
penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan
|
|
(b)
|
pengurasan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
|
|
(c)
|
pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
|
|
(d)
|
pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi kepentingan perusahaan;
|
|
(e)
|
pengurasan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang, untuk kepentingan perusahaan.
|
|
5.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat-ayat 1 dan 2, apabila orang atau badan selain agen yang berkedudukan bebas di mana ayat 7 dapat diberlakukan bertindak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan tersebut, jika orang atau badan tersebut;
|
|
(a)
|
mempunyai dan biasa menjalankan di negara tersebut wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, kecuali kegiatan-kegiatan itu hanya terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat 4 yang, jika dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut; atau
|
|
(b)
|
tidak mempunyai wewenang seperti itu, namun di Negara yang disebutkan pertama orang atau badan tersebut terbiasa mengurus persediaan barang-barang atau barang dagangan di mana orang atau badan tersebut secara teratur melakukan pengiriman barang-barang atau barang dagangan atas nama perusahaan tersebut; atau
|
|
(c)
|
merakit atau memproses di negara tersebut barang-barang perusahaan atau barang dagangan milik perusahaan tersebut.
|
|
6.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya pada Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah negara pihak lainnya atau menanggung resiko yang terjadi disana melalui orang atau badan selain agen yang berkedudukan bebas
|
|
7.
|
Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui makelar.
komisioner umum, atau agen lainnya yang berkedudukan bebas, sepanjang orang atau badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan itu maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat ini. |
|
8.
|
Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk di suatu Negara Pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau yang menjalankan usaha di negara pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lainnya), maka hal itu tidak dengan sendirinya mengakibatkan perusahaan itu merupakan suatu bentuk usaha tetap dari yang lainnya.
|
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK
1.
|
Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertanian atau perhutanan) yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lain tersebut.
|
2.
|
Istilah “harta tidak bergerak” akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan terletak. Kapal atau pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak,
|
3.
|
Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 juga berlaku atas penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan dengan cara lain atas harta tidak bergerak.
|
4.
|
Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat l dan 3 juga berlaku atas penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan atas penghasilan dari harta tidak bergerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.
|
Pasal 7
LABA USAHA
1.
|
Laba perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak disana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana tersebut diatas, laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari:
|
||||||
2.
|
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.
|
||||||
3.
|
Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di tempat lain.
Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya, atau berupa komisi untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya, tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap adalah jumlah-jumlah yang dibebankan (selain penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan), oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada kantor pusatnya atau kantor lain milik kantor pusatnya. |
||||||
4.
|
Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
|
||||||
5.
|
Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang berasal dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
|
||||||
6.
|
Sepanjang merupakan kelaziman di suatu Negara Pihak pada Persetujuan, menurut perundang-undangannya. untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu dan bagian-bagiannya, maka ketentuan-ketentuan pada ayat 2 dari Pasal ini tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara Pihak pada Persetujuan dimaksud untuk menentukan besarnya laba yang dikenakan pajak berdasarkan pembagian itu yang mungkin lazim dipakai.
|
||||||
7.
|
Apabila laba mencakup bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada Pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini. maka ketentuan Pasal-pasal tersebut tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan di dalam Pasal ini.
|
Pasal 8
PELAYARAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1.
|
Laba dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam lalulintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut atau pesawat udara tersebut berkedudukan.
|
2.
|
Laba dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 juga termasuk laba dari pemeliharaan atau penggunaan kontainer-komaincr (dan peralatan yang berhubungan dengan pengangkutan kontainer-kontainer) dalam lalulintas internasional.
|
3.
|
Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap laba dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu agen operasi internasional.
|
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1.
|
Apabila
dan dalam keadaan dimana antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau , hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.
|
||||
2.
|
Apabila suatu Negara Pihak pada Persetujuan mencantumkan laba suatu perusahaan dari Negara tersebut dan mengenakan pajaknya padahal atas laba tersebut, perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan Negara yang disebutkan pertama seandainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara Pihak lainnya pada Persetujuan akan melakukan penyesuaian seperlunya atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian tersebut, diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini dan apabila dianggap perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat saling berkonsultasi satu sama lain.
|
Pasal 10
DIVIDEN
1.
|
Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
|
||||
2.
|
Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi:
Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan menetapkan melalui persetujuan bersama cara-cara penerapan dari pembatasan ini. Ketentuan-ketentuan dari ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan atas labanya, darimana dividen tersebut dibayarkan.
|
||||
3.
|
Istilah “dividen” sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, atau hak hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan lainnya dari hak-hak perseroan yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya sebagai penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang perpajakan Negara di mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan.
|
||||
4.
|
Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas melalui suatu tempat tertentu yang berada di sana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal ini berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas), bergantung pada masalahnya. |
||||
5.
|
Apabila suatu badan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, kecuali sepanjang dividen itu dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lain tersebut atau sepanjang dividen tersebut ditujukan kepada “bentuk usaha tetap” atau perwakilan tetap yang berada di Negara pihak lainnya tersebut, atau mengenakan pajak atas laba perusahaan yang belum dibagi, meskipun dividen atau laba yang belum dibagi tersebut seluruhnya atau sebagian merupakan penghasilan yang berasal dari Negara lainnya tersebut
|
Pasal 11
BUNGA
1.
|
Bunga yang berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
|
2.
|
Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana bunga tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima bunga adalah pemilik pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% dari jumlah bruto bunga. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan mengenai pembatasan ini melalui suatu persetujuan bersama.
|
3.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara pihak lainnya pada Persetujuan termasuk pemerintah daerahnya, bagian administrasi teritorialnya, Bank Sentral atau setiap lembaga keuangan yang berada dalam pengendalian pemerintahnya, modal yang seluruhnya dimiliki Pemerintah negara pihak lainnya pada Persetujuan, sebagaimana yang dapat disetujui dari waktu ke waktu oleh para pejabat yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama.
|
4.
|
Istilah “bunga” sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak, dan khususnya, penghasilan dari surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut.
|
5.
|
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana bunga tersebut timbul melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan b) penjualan atau kegiatan usaha yang berkaitan dengan c) Pasal 7 ayat 1 (Laba Usaha). Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas).
|
6.
|
Bunga dianggap timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila pihak yang membayarkan bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
|
7.
|
Apabila karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
|
Pasal 12
ROYALTI
1.
|
Royalti yang timbul di Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Perseiujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
|
2.
|
Namun demikian royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal dan sesuai dengan Undang-undang Negara tersebut, tetapi apabila pemilik hak yang menikmati royalti itu adalah penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 10% dari jumlah bruto royalti. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan mengenai pembalasan ini melalui suatu persetujuan bersama.
|
3.
|
Istilah “royalti” sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti setiap jenis pembayaran yang diterima sebagai imbalan untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi (atau film-film dan pita rekaman untuk siaran radio atau televisi), paten, merk dagang, pola atau model, perencanaan, rumus atau cara pengolahan rahasia, atau penggunaan atau hak untuk menggunakan perlengkapan industri, peralatan perdagangan atau ilmu pengetahuan atau kendaraan transportasi atau untuk informasi di bidang industri, pengalaman di bidang perdagangan atau ilmu pengetahuan.
|
4.
|
Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak yang memiliki hak menikmati royalti, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana royalti berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat usaha tetap, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu, atau dengan b) penjualan atau kegiatan usaha yang berhubungan dengan c) Pasal 7 ayat 1 (Laba Usaha). Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) atau Pasal 14 (Pekerjaan Bebas).
|
5.
|
Royalti dianggap timbul di Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, subbagian administrasi teritorial, pemerintah daerah, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
|
6.
|
Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang atau badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
|
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA
1.
|
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pengalihan harta tidak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
|
2.
|
Keuntungan dari pengalihan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pcmindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat usaha tetap, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
|
3.
|
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengalihan kapal-kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi di jalur lalulintas internasional atau harta gerak yang menjadi bagian dari operasi kapal laut atau pesawat udara dimaksud hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
|
4.
|
Keuntungan dari pengalihan harta lainnya, kecuali yang disebut pada ayat-ayat terdahulu, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana orang atau badan yang mengalihkan harta tersebut menjadi penduduknya
|
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1.
|
Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat bebas hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali ia mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau ia berada di Negara lainnya tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 120 hari dalam masa 12 bulan. Jika ia mempunyai tempat tetap atau berada di Negara lain itu untuk masa atau masa-masa seperti tersebut di atas, maka atas penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya sebatas penghasilan yang berkaitan dengan tempat tetap tersebut atau yang diperoleh dari Negara lain tersebut selama masa atau masa-masa tersebut diatas.
|
2.
|
Istilah “jasa-jasa profesional” terutama meliputi pekerjaan bebas di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian. pendidikan atau pengajaran, sama seperti pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, insinyur, pengacara, dokter gigi, arsitek dan akuntan
|
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1.
|
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16 (Imbalan para Direktur), 18 (Pensiun). 19 (Pegawai Pemerintah) dan 20 (Guru dan Peneliti), gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.
|
||||||
2.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
|
||||||
3.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya dikenakan pajak di Negara tersebut.
|
Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
Pasal 17
ARTIS DAN OLAHRAGAWAN
1.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 (Pekerjaan Bebas) dan 15 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai penghibur seperti artis teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
|
2.
|
Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh penghibur atau olahragawan tersebut diterima bukan oleh penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 (Pekerjaan Bebas) dan 15 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan.
|
3.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang dilakukan berdasarkan suatu pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat dilakukannya kegiatan itu apabila kunjungan ke negara tersebut sepenuhnya dibiayai oleh salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan, atau subbagian administrasi teritorialnya, atau pemerintah daerahnya, atau lembaga publik lainnya.
|
Pasal 18
PENSIUN
Pasal 19
PEGAWAI PEMERINTAH
1.
|
|
||||||||
2.
|
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja) dan 16 (Imbalan untuk Direktur), akan berlaku terhadap imbalan dan pensiun berkenaan dengan jasa yang diberikan pada atas kegiatan yang diselenggarakan oleh Negara Pihak pada Persetujuan atau subbagian administrasi teritorialnya atau pemerintah daerahnya.
|
||||||||
3.
|
|
Pasal 20
GURU DAN PENELITI
1.
|
Seseorang yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan yang, atas undangan dari Pemerintah Negara Pihak pada Persetujuan yang disebutkan pertama atau Universitas, akademi, sekolah, museum atau lembaga kebudayaan lainnya yang ada di Negara yang disebutkan pertama atau melalui suatu program pertukaran kebudayaan resmi, berada di Negara pihak pada Persetujuan itu untuk suatu masa tidak lebih dari dua tahun berturut-turut semata-mata untuk tujuan mengajar, memberikan kuliah atau melakukan penelitian di lembaga-lembaga tersebut diatas akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut atas imbalan dari kegiatan tersebut.
|
2.
|
Pasal ini tidak berlaku bagi penghasilan yang diterima dari kegiatan penelitian jika penelitian itu tidak ditujukan untuk kepentingan umum namun terutama untuk keuntungan pribadi seseorang atau badan-badan tertentu.
|
Pasal 21
PELAJAR DAN PESERTA PELATIHAN
1.
|
Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh pelajar atau peserta pelatihan yang sesaat sebelum mengunjungi suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara yang disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti pendidikan atau latihan, yang diterima semata-mata untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan tidak akan dikenakan pajak di Negara itu, asalkan pembayaran tersebut berasal dari sumber-sumber di luar Negara pihak pada Persetujuan tersebut.
|
2.
|
Sehubungan dengan hibah, beasiswa dan imbalan dari pekerjaan yang tidak dicakup dalam ayat 1, seorang pelajar atau peserta pelatihan yang disebutkan dalam ayat 1, sebagai tambahan, selama masa pendidikan atau pelatihan berhak atas pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau pengurangan pajak yang sama dengan yang diberikan kepada penduduk Negara Pihak pada Persetujuan yang ia kunjungi.
|
Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA
1.
|
Jenis-jenis penghasilan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, darimanapun asalnya, yang tidak jelas diatur dalam Pasal-pasal sebelumnya dari Persetujuan ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
|
2.
|
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku terhadap penghasilan, selain penghasilan, dari harta tak gerak sebagaimana disebutkan pada Pasal 6 ayat 2 (Penghasilan dari Harta Tak Gerak), jika penerima penghasilan tersebut, merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaaan bebas di Negara lainnya tersebut melalui tempat tetap yang berada disana dan hak atau harta yang menghasilkan penghasilan tersebut memiliki hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 (Laba Usaha) dan Pasal 14 (Pekerjaan Bebas).
|
3.
|
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, bagian-bagian penghasilan dari penduduk Negara pihak pada Persetujuan yang tidak dicakup dalam Pasal-pasal sebelumnya pada Persetujuan ini dan timbul di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat juga dikenakan pajak di negara lain tersebut.
|
Pasal 23
MODAL
1.
|
Modal yang diwakili oleh harta tidak bergerak, yang mengacu pada Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak), yang dimiliki oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan terletak di Negara Pihak pada Persetujuan lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
|
2.
|
Modal yang berada dalam harta bergerak sebagai bagian kekayaan dari suatu bentuk usaha tetap dari suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan atau harta bergerak yang merupakan bagian dari suatu tempat tetap dari penduduk Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak pada Persetujuan lainnya untuk tujuan pelaksanaan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
|
3.
|
Modal yang ditempatkan dalam bentuk kapal laut dan pesawat udara yang dioperasikan dalam lalulintas internasional, dan dalam harta bergerak yang berhubungan dengan pengoperasian kapal, perahu atau pesawat udara, kendaraan jalan raya atau rel kereta api, yang dimiliki oleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
|
4.
|
Modal yang ditempatkan dalam bentuk saham atau hak kepemilikan usaha dalam suatu perseroan dimana aset-asetnya yang terutama terdiri dari harta tidak bergerak yang terletak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dapat dikenakan Pajak di Negara itu.
|
5.
|
Seluruh bagian lain dari modal milik penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut.
|
Pasal 24
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1.
|
Apabila seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh penghasilan atau memiliki modal, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, negara yang disebutkan pertama harus memperkenankan:
Namun demikian, jumlah pengurangan tersebut tidak boleh melebihi jumlah pajak atas penghasilan atau pajak atas modal, sebagaimana perhitungan pajak sebelum pengurangan diberikan, yang dapat dibebankan, misalnya, atas penghasilan atau harta yang dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
|
||||
2.
|
Untuk tujuan penerapan ayat 1 dalam Pasal ini, istilah “pajak yang dibayarkan di Negara pihak lainnya tersebut“’ akan dianggap meliputi jumlah pajak yang seharusnya dibayar di Negara pihak lainnya jika pajak tersebut belum dikccualikan atau dikurangkan sesuai dengan perundang-undangan negara pihak lainnya tersebut.
|
Pasal 25
NON DISKRIMINASI
1.
|
Warganegara dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pajak dan kewajiban-kewajiban yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara Pihak lainnya dalam keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 1 (Orang atau Badan yang Tercakup dalam Persetujuan), ketentuan ini juga berlaku terhadap seseorang atau badan yang bukan merupakan penduduk dari salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
|
2.
|
Orang atau badan yang tidak mempunyai kewarganegaraan tetapi merupakan penduduk suatu Negara Pihak Pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban-kewajiban yang terkait dengan pajak tersebut di tiap Negara Pihak Pada Persetujuan yang berlainan atau lebih memberatkan dibandingkan dengan pajak atau kewajiban terkait yang diberlakukan atau dapat diberlakukan terhadap warga negara dari Negara dimaksud dalam keadaan yang sama.
|
3.
|
Pengenaan pajak terhadap bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara Pihak Pada Persetujuan di Negara Pihak Lainnya Pada Persetujuan tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan dari Negara pihak lainnya yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara Pihak Pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak Lainnya Pada Persetujuan suatu kelonggaran, keringanan, dan pengurangan dalam pengenaan pajak yang didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
|
4.
|
Kecuali di mana ketentuan Pasal 9 ayat 1 (Perusahaan-perusahaan yang Memiliki Hubungan Istimewa), Pasal 11 ayat 6 (Bunga), atau Pasal 12 ayat 6 (Royalti) berlaku, bunga, royalti, dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan oleh perusahaan dari Negara Pihak Pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak Lainnya Pada Persetujuan, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan pajak atas perusahaan tersebut, akan dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama apabila pembayaran tersebut dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama. Demikian juga, semua utang perusahaan dari Negara Pihak Pada Persetujuan kepada penduduk dari Negara Pihak Lainnya Pada Persetujuan akan, untuk tujuan menentukan Modal perusahaan yang dapat dikenakan pajak, dapat dikurangkan dengan kondisi yang sama sebagaimana jika mereka diberlakukan pada penduduk Negara yang disebut pertama.
|
5.
|
Perusahaan dari suatu Negara Pihak Pada Persetujuan, yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak langsung oleh satu atau beberapa penduduk Negara Pihak Lainnya Pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban yang terkait dengan pengenaan pajak tersebut di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan dibandingkan dengan pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban terkait yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.
|
6.
|
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap pajak-pajak yang dicakup oleh Persetujuan ini.
|
Pasal 26
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1.
|
Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia menjadi penduduknya atau, apabila berkenaan dengan Pasal 25 ayat 1 (Non-Diskriminasi), kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
|
2.
|
Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan dan apabila atas masalah itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
|
3.
|
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan, melalui suatu persetujuan bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam persetujuan.
|
4.
|
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui konsultasi, akan menerapkan prosedur-prosedur bilateral, syarat-syarat, cara-cara, dan teknik-teknik yang sesuai untuk penerapan prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam Pasal ini.
|
Pasal 27
PERTUKARAN INFORMASI
1.
|
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan melakukan pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan perundang-undangan domestik masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak berdasarkan perundang-undangan Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan dalam Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut. Namun demikian, apabila informasi tersebut pada awalnya sudah dianggap sebagai rahasia oleh Negara yang memberikannya, maka informasi tersebut hanya dapat diungkapkan kepada pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang terlibat dalam penetapan, penagihan, penegakan hukum, penuntutan, atau penentuan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas, tetapi mereka boleh mengungkapkan informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan.
|
||||||
2.
|
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak pada Persetujuan suatu kewajiban:
|
Pasal 28
BANTUAN DALAM PENAGIHAN
1.
|
Masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk memungut Pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya pada Persetujuan itu atas nama Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan akan memastikan bahwa setiap pengecualian atau pengurangan tarif Pajak yang diberikan oleh Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui Persetujuan ini seharusnya tidak dinikmati oleh pihak yang tidak berhak atas keuntungan tersebut. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan dapat berunding dalam rangka memberlakukan Pasal ini.
|
2.
|
Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak pada Perjanjian suatu kewajiban untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atau akan bertentangan dengan kedaulatan, keamanan, atau kebijaksanaan publik dari Negara Pihak pada Perjanjian yang disebutkan pertama
|
Pasal 29
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Pasal 30
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1.
|
Persetujuan ini akan mulai berlaku pada tanggal terakhir diterimanya pemberitahuan tertulis oleh masing-masing Pemerintah melalui saluran diplomatiknya bahwa syarat-syarat formal berdasarkan konstitusi masing-masing Negara yang diperlukan untuk memberlakukan Persetujuan ini telah dipenuhi.
|
||||
2.
|
Persetujuan ini akan berlaku:
|
Pasal 31
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak Pada Persetujuan. Masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri Persetujuan ini, melalui saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang penghentian Persetujuan pada atau sebelum tanggal 30 Juni dalam suatu tahun takwim setelah 5 (lima) tahun berlakunya Persetujuan ini.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan berhenti berlaku:
(a)
|
untuk pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, atas penghasilan yang diperoleh pada atau selelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan;
|
(b)
|
untuk pajak-pajak atas penghasilan lainnya, pada tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan.
|
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Signed
N. HASSAN WIRAJUDA
Menteri Luar Negri
|
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK ARMENIA
Signed
VARTAN OSKANIAN
Menteri Luar Negri
|
PROTOkOL
1.
|
Pasal 5, ayat 5 (c):
“Dipahami bahwa kegiatan manufaktur atau pemrosesan barang-barang berarti setiap kegiatan yang merubah sifat atau bentuknya”. |
2.
|
Pasal 7:
“Menyimpang dari ketentuan Pasal 25 ayat 3 dari Persetujuan apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan memiliki bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan laba dari bentuk usaha tetap itu dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, namun besarnya pajak tambahan dimaksud tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah laba setelah dikurangkan pajak penghasilan dan pajak lainnya atas penghasilan yang dibebankan atasnya di Negara lainnya tersebut.” |
3.
|
Pasal 10:
“Ketentuan ayat sebelumnya dari Pasal ini tidak akan mempengaruhi ketentuan yang tercantum dalam setiap kontrak production sharing dan kontrak kerja (atau kontrak lainnya yang serupa) yang berhubungan dengan sektor minyak dan gas atau sektor pertambangan lain yang dibuat Pemerintah Indonesia, bagian ketatanegaraannya, perusahaan gas dan minyak negara yang relevan atau setiap badan lainnya dengan orang atau badan yang merupakan penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan.” |
4.
|
Pasal 9 ayat 3:
“Suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan merubah laba suatu perseroan dalam kondisi yang mengacu pada ayat 2 setelah lewatnya batas waktu yang tercantum dalam undang-undang perpajakannya.” |
5.
|
Pasal 16:
“Imbalan terhadap seorang yang kepadanya Pasal ini berlaku, yang diperoleh dari perusahaan dalam kaitan sebagai imbalan fungsi harian dari suatu pekerjaan manajerial atau teknis dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15.” |
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Signed
N. HASSAN WIRAJUDA
Menteri Luar Negri
|
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK ARMENIA
Signed
VARTAN OSKANIAN
Menteri Luar Negri
|
Comments :