PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.02/2012
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 79/PMK.02/2012 TENTANG TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEPERLUAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI BERUPA VOLUME MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi Berupa Volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, diubah sebagai berikut:
1. | Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 1 | |||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: | |||||
1. | Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja penyelenggara pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dibentuk sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. | ||||
2. | Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi basil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat. | ||||
3. | Lifting adalah sejumlah minyak bumi dan/atau gas bumi yang tersedia untuk dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point). | ||||
4. | Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi. | ||||
5. | Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. | ||||
6. | Operator adalah Kontraktor, atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest, salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. | ||||
7. | Partner adalah Kontraktor yang memiliki participating interest dalam suatu Wilayah Kerja dan tidak bertindak sebagai Operator. | ||||
8. | First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertent? minyak mentah dan/atau Gas Bumi yang diproduksi dari suatu Wilayah Kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use). | ||||
9. | Overlifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu. | ||||
10. | Underlifting Kontraktor adalah kekurangan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu. | ||||
11. | Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) yang selanjutnya disebut ICP adalah harga minyak mentah yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan suatu formula dalam rangka pelaksanaan Kontrak Kerja Sama minyak bumi dan/atau gas bumi serta penjualan minyak mentah bagian Pemerintah yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kontrak Kerja Sama minyak bumi dan/atau gas bumi. | ||||
12. | Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi adalah rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan, dan membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak dan/atau gas bumi. | ||||
13. | Rekening Kas Umum Negara, yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. | ||||
14. | Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut BUN, adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara. | ||||
15 | Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. | ||||
16 | Bank Persepsi Mata Uang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing. | ||||
17 | Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut NTPN adalah nomor tanda pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement. | ||||
18 | Nomor Transaksi Bank, yang selanjutnya disebut NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing. | ||||
19 | Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran Negara. | ||||
20. | Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disebut BPN, adalah dokumen yang diterbitkan oleh bank persepsi/devisa persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB. | ||||
2. | Ketentuan ayat (3) Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 3 | |||||
(1) | Bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi Lifting yang merupakan hak negara yang berasal dari total Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. | ||||
(2) | Total Lifting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah keseluruhan minyak bumi dan/atau gas bumi yang terdiri dari jumlah Lifting dari suatu Wilayah Kerja yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor. | ||||
(3) | Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi sejumlah minyak bumi dan/atau gas bumi bagian SKK Migas sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama. | ||||
3. | Ketentuan ayat (4) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 4 | |||||
(1) | Atas Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi dari suatu Wilayah Kerja harus dilakukan penjualan dan/atau pengiriman sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau Kontrak Kerja Sama. | ||||
(2) | Penjualan dan/atau pengiriman minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: | ||||
a. | Lifting yang merupakan hak negara; | ||||
b. | Lifting yang merupakan hak Kontraktor; atau | ||||
c. | Lifting yang merupakan hak negara dan Lifting yang merupakan hak Kontraktor (joint Lifting). | ||||
(3) | Lifting yang merupakan hak negara dan/atau Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Lifting yang bersifat sementara. | ||||
(4) | Kontraktor dan SKK Migas melakukan perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor dari masing-masing Wilayah Kerja pada akhir tahun. | ||||
(5) | Hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa jumlah Overlifting atau Underlifting. | ||||
4. | Ketentuan ayat (3) Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 7 | |||||
(1) | Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan ICP pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang. | ||||
(2) | Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume gas bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan harga rata-rata tertimbang penjualan Kontraktor pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang. | ||||
(3) | Harga gas bumi yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. | ||||
5. | Ketentuan ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 8 | |||||
(1) | Hasil penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf c, disetorkan sebagai bagian negara dalam jumlah penuh (full amount) sesuai Kontrak Kerja Sama dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa pengurangan biaya-biaya administrasi. | ||||
(2) | Hasil penjualan dan/atau pengiriman Lifting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan oleh SKK Migas ke dalam laporan yang dibuat per-Wilayah Kerja untuk setiap bulan berdasarkan nilai tagihan atau dokumen yang terkait dengan penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara. | ||||
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat pada akhir bulan berikutnya. | ||||
(4) | Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Overlifting Kontraktor, SKK Migas menagih Overlifting tersebut kepada Kontraktor. | ||||
(5) | Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Underlifting Kontraktor, SKK Migas menagih Underlifting tersebut kepada Pemerintah. | ||||
(6) | Ketentuan mengenai tata cara penyetoran dan/atau pembayaran atas Overlifting Kontraktor dan Underlifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur secara tersendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan. | ||||
6. | Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 9 | |||||
(1) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam bentuk tunai, dilakukan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(2) | Dihapus. | ||||
(3) | Pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan dalam bentuk tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut: | ||||
a. | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf c, wajib diterima di Kas Negara pada Bank Persepsi Mata Uang Asing paling lama pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir; | ||||
b. | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dan huruf d, wajib diterima di Kas Negara pada Bank Persepsi Mata Uang Asing paling lama pada akhir bulan keempat setelah akhir tahun pajak, dan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan; dan | ||||
c. | Pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diakui telah diterima di Kas Negara dalam hal telah memperoleh NTPN dan NTB. | ||||
(4) | Dihapus. | ||||
(5) | Dihapus. | ||||
(6) | Dihapus. | ||||
(7) | Dihapus. | ||||
(8) | Dihapus. | ||||
7. | Diantara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 9A, Pasal 9B, Pasal 9C dan Pasal 9D, sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 9A | |||||
(1) | Dalam hal Pajak Penghasilan dibayarkan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), pembayaran dimaksud dilakukan melalui penyerahan volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari Kontraktor kepada Pemerintah yang diwakili oleh SKK Migas. | ||||
(2) | Pembayaran Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. | ||||
Pasal 9B | |||||
(1) | Pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1), dituangkan dalam berita acara serah terima sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dan ditandatangani oleh Kontraktor dan Pemerintah yang diwakili oleh SKK Migas. | ||||
(2) | Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh SKK Migas kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya berita acara serah terima. | ||||
(3) | Tanggal berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai bukti tanggal pembayaran Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi. | ||||
(4) | Pada saat penyerahan volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari Kontraktor kepada Pemerintah yang diwakili oleb SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1), Kontraktor wajib menyampaikan Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Penghasilan berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi. | ||||
Pasal 9C | |||||
(1) | Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 9A ayat (2) bertepatan dengan hari libur, pembayaran Pajak Penghasilan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. | ||||
(2) | Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hbari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau hari yang ditetapkan sebagai cuti bersama secara nasional. | ||||
(3) | Dalam hal terdapat kelebiban pembayaran Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak, atas kelebihan pembayaran tersebut diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
Pasal 9D | |||||
(1) | Dalam hal minyak bumi dan/atau gas bumi yang berasal dari pembayaran Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) dijual, SKK Migas harus melaporkan hasil penjualan tersebut kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(2) | SKK Migas diminta untuk menyetorkan hasil penjualan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing. | ||||
8. | Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 10 | |||||
(1) | Pembayaran Pajak Penghasilan dalam bentuk tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(2) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sebagai bukti pembayaran yang sah dalam hal telah memperoleh NTPN dan NTB. | ||||
(3) | Tanggal yang diakui sebagai tanggal pembayaran Pajak Penghasilan oleh Kontraktor adalah tanggal bayar yang tertera pada BPN. | ||||
(4) | Dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1), berlaku ketentuan mengenai pembuatan dan pengisian Surat Setoran Pajak sebagai berikut: | ||||
a. | Surat Setoran Pajak menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; | ||||
b. | Surat Setoran Pajak disusun berdasarkan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9B ayat (1) dan ayat (2); dan | ||||
c. | Surat Setoran Pajak harus dilampiri dengan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9B ayat (1). | ||||
(5) | Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diakui sebagai bukti pembayaran yang sah dalam hal telah divalidasi oleh pejabat yang ditunjuk pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi atau SKK Migas. | ||||
(6) | Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan berita acara serah terima sebagaimana diatur dalam Pasal 9B ayat (1). | ||||
9. | Ketentuan ayat (5) Pasal 11 diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 11 | |||||
(1) | Kontraktor yang bertindak sebagai Operator maupun Partner dalam suatu Wilayah Kerja, dalam melaksanakan Kontrak Kerja Sama, wajib menyusun laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi di Wilayah Kerja yang bersangkutan. | ||||
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: | ||||
a. | Laporan secara bulanan; dan | ||||
b. | Laporan secara tahunan. | ||||
(3) | Laporan sebagaimana pada ayat (1) memuat informasi mengenai bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. | ||||
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Partner berdasarkan data kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi dari Operator. | ||||
(5) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
10. | Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 12 | |||||
(1) | Laporan secara bulanan dan secara tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib disampaikan oleh Operator dan Partner kepada: | ||||
a. | Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak; | ||||
b. | Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Operator dan Partner terdaftar; dan | ||||
c. | SKK Migas. | ||||
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan: | ||||
a. | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;dan | ||||
b. | Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9B ayat (1) dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi. | ||||
11. | Ketentuan Pasal 14 dihapus. | ||||
12. | Ketentuan Pasal 15 dihapus. | ||||
13. | Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 3 (tiga) Pasal yakni Pasal 15A, Pasal 15B, dan Pasal 15C, sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 15A | |||||
(1) | Dalam hal pembayaran ke Kas Negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing atau bank/pos persepsi belum dapat dilakukan, pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan melalui Rekening Minyak dan Gas Bumi untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. | ||||
(2) | Dalam hal terdapat pembayaran Pajak Penghasilan melalui Rekening Minyak dan Gas Bumi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemindahbukuan penerimaan negara berupa Pajak Penghasilan dari Rekening Minyak dan Gas Bumi ke Rekening KUN. | ||||
(3) | Pemindahbukuan penerimaan negara berupa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas permintaan Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(4) | Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan laporan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal pemindahbukuan setiap bulan dengan tembusan kepada SKK Migas. | ||||
Pasal 15B | |||||
(1) | Pembayaran Pajak Penghasilan melalui Rekening Minyak dan Gas Bumi yang dilakukan setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15A ayat (1), tidak diakui sebagai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. | ||||
(2) | Terhadap pembayaran Pajak Penghasilan melalui Rekening Minyak dan Gas Bumi yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dimintakan pengembalian oleh Kontraktor berdasarkan surat permohonan yang disampaikan oleh Kontraktor kepada Direktorat Jenderal Anggaran. | ||||
(3) | Kontraktor dapat mengajukan permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah melakukan pembayaran Pajak Penghasilan ke Kas Negara pada Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam jumlah yang tidak kurang dari jumlah yang disetorkan ke Rekening Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(4) | Permohonan pengembalian yang disampaikan oleh Kontraktor kepada Direktorat Jenderal Anggaran wajib dilampiri dokumen: | ||||
a. | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang telah mendapatkan NTPN dan NTB atas pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan | ||||
b. | Bukti transfer pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi ke rekening minyak dan gas bumi. | ||||
Pasal 15C | |||||
(1) | Dalam rangka pemrosesan permohonan pengembalian, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian dan klarifikasi atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15B ayat (4). | ||||
(2) | Penelitian dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bersama-sama dengan instansi dan/atau Kontraktor terkait. | ||||
(3) | Penelitian dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara penelitian dan klarifikasi, yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang melakukan penelitian dan klarifikasi. | ||||
(4) | Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan dengan mempertimbangkan permohonan Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15B ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. | ||||
(5) | Berdasarkan surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat perintah pemindahbukuan dari Rekening Minyak dan Gas Bumi ke rekening Kontraktor, sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perbendaharaan. | ||||
14. | Ketentuan Pasal 16 dihapus. | ||||
15. | Ketentuan ayat (1) Pasal 17 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 17 | |||||
(1) | Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 9A ayat (2), Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(1a) | Dalam hal Kontraktor melakukan pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi ke Rekening Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15B ayat (1) yang mengakibatkan terlampauinya batas waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 9A ayat (2), terhadap Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(2) | Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai penyampaian laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, berlaku ketentuan sebagai berikut: | ||||
a. | Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau | ||||
b. | penyelesaian kewajiban Pemerintah kepada Kontraktor ditunda oleh Direktorat Jenderal Anggaran. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2015
Sumber: official website Direktorat Jenderal Pajak
Comments :