Generasi Z menempatkan kemandirian finansial (87%), kesetiaan pada diri sendiri (84%), dan memiliki pasangan (60%) sebagai prioritas utama dalam hidup mereka. Temuan ini berasal dari studi terbaru yang dilakukan oleh organisasi EY bersama Young China Group LLC berjudul The First Global Generation: Adulthood Reimagined for a Changing World, yang melibatkan lebih dari 10.000 responden berusia 18 hingga 34 tahun dari 10 negara. Penelitian ini mengungkap perubahan signifikan dalam cara generasi muda memahami dan menjalani fase kedewasaan di tengah era digital dan media sosial. Sebanyak 86% responden merasa diri mereka sudah dewasa, meskipun 60% di antaranya masih tinggal bersama orang tua atau wali. Sebagian besar generasi muda lebih mengutamakan kesehatan fisik dan mental (51%) sebagai ukuran utama kesuksesan, disusul oleh hubungan keluarga (45%) yang dianggap lebih penting dibandingkan kekayaan (42%).

Bagi para pemimpin bisnis, perubahan ini menjadi sinyal penting untuk menyesuaikan strategi pengelolaan talenta. Strategi rekrutmen dan retensi tradisional perlu diperbarui, dan merek-merek dituntut untuk memahami konsumen yang kini lebih kritis terhadap konsep konsumsi dan kesuksesan. Marcie Merriman, Pemimpin Wawasan Budaya dan Strategi Pelanggan EY Amerika, menyatakan bahwa generasi muda saat ini terhubung melalui pengalaman dan aspirasi bersama yang melintasi batas negara. Gen Z dianggap sebagai generasi global pertama yang sejati dan merupakan agen perubahan yang rasional. Mereka tidak memberontak terhadap norma, tetapi mendekatinya dengan skeptisisme yang logis dan perspektif global. Organisasi yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ini akan bertahan, sementara yang tidak akan tertinggal.

Penelitian juga menunjukkan bahwa Generasi Z menunjukkan kedewasaan emosional sejak usia dini, yang sebagian besar dipengaruhi oleh akses tanpa batas terhadap informasi. Meskipun hampir sepertiga (31%) merasa sangat antusias terhadap kehidupan di usia 50 tahun, sedikit lebih banyak (34%) justru merasa cemas. Masalah keuangan menjadi kekhawatiran utama di semua negara yang disurvei. Meskipun 87% menganggap kemandirian finansial sangat penting, hanya 63% yang benar-benar ingin menjadi kaya. Pandangan terhadap mobilitas kerja juga telah berubah, di mana 59% percaya bahwa bekerja di lima organisasi sepanjang hidup adalah hal yang wajar, dan 19% bahkan mempertimbangkan bekerja di enam atau lebih. Pandangan terhadap uang bervariasi antarnegara; Jepang dan Korea Selatan menempatkan uang sebagai faktor terpenting dalam kesuksesan, sementara di Amerika Serikat uang hanya berada di peringkat kelima. Sebaliknya, India dan Arab Saudi menjadi negara dengan persentase tertinggi yang menganggap menjadi kaya sebagai hal penting.

Meski cara pandang terhadap tujuan hidup tradisional telah bergeser, keinginan pribadi untuk mencapainya masih kuat. Sebanyak 34% dari Gen Z telah menikah, dan 25% memiliki pasangan. Dari mereka yang belum memiliki pasangan, setengahnya menyatakan ingin menjalin hubungan. Di tengah tren penurunan angka kelahiran global, 29% responden telah memiliki anak, dan 47% dari yang belum memiliki anak ingin memilikinya di masa depan. Hanne Jesca Bax, Wakil Ketua Global EY untuk Klien dan Industri, menyatakan bahwa Gen Z adalah generasi pelanggan yang berdaya, yang aktif mengambil kendali atas hidup dan karier mereka. Menurutnya, para pemimpin bisnis harus memahami bahwa keinginan untuk memiliki kendali ini sedang

membentuk kembali lanskap konsumen dan talenta, sehingga strategi perusahaan perlu disesuaikan.

Di sisi lain, teknologi menjadi akselerator utama dalam membentuk identitas generasi ini. Hampir semua responden (99%) memiliki smartphone dan 94% menggunakan media sosial setiap hari. Namun, 44% dari mereka menyatakan ingin mengurangi waktu di media sosial, dan 33% sering merasa cemas atau tertekan. Dengan kemunculan kecerdasan buatan (AI) yang semakin terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari, antusiasme terhadap teknologi mulai diuji. Meskipun 45% menyatakan antusias mencoba teknologi baru, sikap terhadap teknologi berbeda-beda di berbagai wilayah. Negara berkembang seperti Arab Saudi (39%) dan India (30%) menunjukkan antusiasme lebih besar, sementara Jepang dan Korea Selatan (masing-masing 17%) lebih berhati-hati. Joe Depa, Kepala Inovasi Global EY, menyatakan bahwa Gen Z, yang tumbuh di tengah era ponsel pintar dan media sosial, memiliki pandangan yang sangat alami terhadap teknologi. Ia meyakini bahwa dengan membekali generasi ini dengan keterampilan AI, dunia yang lebih baik dan inklusif dapat tercipta.

 

Refrensi:

  • EY. 2025. “Relationships, health and financial stability are the defining priorities for Gen Z”. https://www.ey.com/en_gl/newsroom/2025/05/relationships-health-and-financial-stability-are-the-defining-priorities-for-gen-z-according-to-new-ey-survey