Accounting Research Using Interpretive Paradigm
Paradigma interpretif dalam riset akuntansi berangkat dari anggapan bahwa realitas ekonomi dan sosial tidak bersifat tetap atau tunggal, melainkan merupakan konstruksi bersama (socially constructed) yang dibentuk melalui interaksi pelaku dan praktik akuntansi itu sendiri. Pendekatan ini menolak gagasan bahwa peneliti bersikap “oberver sempurna” yang meneliti objek dari luar tanpa memengaruhi atau dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, paradigma interpretif melihat proses penelitian sebagai kolaborasi antara peneliti dan partisipan, di mana makna atas fenomena akuntansi muncul secara dinamis dalam dialog, narasi, dan praktik sehari‑hari. Dengan begitu, studi interpretif berusaha menggali “bagaimana” dan “mengapa” di balik angka bukan sekadar “apa” yang tampak pada laporan keuangan .
Secara ontologis, paradigma interpretif memandang keberadaan realitas sebagai subyektif dan majemuk. Artinya, setiap akuntan, manajer, hingga pemangku kepentingan eksternal membawa sebuah perspektif, pengalaman, dan kepentingannya sendiri dalam memahami dan mengartikulasikan informasi akuntansi. Oleh karenanya, apa yang dianggap “fakta” bisa sangat berbeda antara satu individu dengan individu lain, bergantung pada latar belakang sosial, budaya, dan profesional mereka. Riset interpretif menekankan pentingnya menyusun deskripsi yang luas (thick description) untuk mencerminkan keragaman makna tersebut, alih‑alih mereduksinya menjadi variabel terukur saja.
Dari sisi epistemologi, paradigma ini menegaskan bahwa pengetahuan tidak dihasilkan secara pasif oleh peneliti, melainkan terjalin melalui proses interaksi dengan partisipan. Peneliti interpretif tidak mengambil jarak; mereka ikut “masuk” dalam lingkungan organisasi atau komunitas, melakukan wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen untuk co‑construct meaning bersama informan. Dengan demikian, validitas dan keandalan data tidak hanya diukur dari konsistensi antar pengukuran, tetapi dari kedalaman pemahaman, kesamaan interpretasi, dan kejelasan dokumentasi proses refleksi peneliti .
Dalam aspek aksiologi dan retorika, riset interpretif secara eksplisit mengakui peran nilai, baik nilai peneliti maupun nilai partisipan dalam membentuk seluruh tahapan penelitian. Tidak ada netralitas mutlak: pilihan topik, pertanyaan penelitian, metode pengumpulan data, hingga cara menulis hasil penelitian dipandu oleh kerangka nilai tertentu. Gaya penulisan pun bersifat personal dan naratif, memungkinkan peneliti menyertakan kutipan panjang (extended quotes) dan refleksi kritis atas peran serta bias mereka. Pendekatan ini berbeda tajam dengan gaya fungsionalis yang cenderung objektif dan distansial.
Dari sudut metodologis, paradigma interpretif menekankan logika induktif, di mana teori muncul dari pengamatan dan analisis data kualitatif bukan sebaliknya. Teknik seperti grounded theory, studi kasus, etnografi, dan analisis wacana lazim dipakai untuk mengungkap pola‑pola makna, praktik, dan simbol yang tersembunyi di balik interaksi akuntansi. Proses analisis biasanya melibatkan coding terbuka, axial coding, dan selective coding untuk merumuskan kategori tema, yang kemudian dihubungkan kembali ke konteks teoritik atau dikembangkan menjadi teori baru yang kontekstual.
Secara praktis, paradigma interpretif telah banyak diterapkan untuk memahami bagaimana standar akuntansi diterjemahkan dalam praktik lokal, bagaimana laporan tahunan membentuk persepsi para stakeholder, atau bagaimana budaya organisasi memengaruhi akuntabilitas dan transparansi. Dengan menyoroti dimensi sosial dan simbolik akuntansi, riset interpretif membantu memperkaya pemahaman atas “economic reality” yang sejatinya terbentuk dari interaksi manusia dengan memberi alternatif penjelasan yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan positivis atau normatif semata. Hasilnya, wawasan yang diperoleh tidak hanya berkontribusi pada literatur, tetapi juga memberi rekomendasi kontekstual bagi praktisi dan pembuat kebijakan.
Refrensi:
- Alexander, D. and Archer, S. (2003), ―On Economic Reality, Representational Faithfulness, and ‗True and Fair Override‘‖, Accounting and Business Research, Vol. 33, No. 1, pp. 3-17.
- Arthur, A. (1993), ―Critical Accounting Theory and Practical Philosophy: Applying the Tools‖, Critical Perspectives in Accounting, Vol. 4, pp. 209-224.
- Baker, C. and Bettner, M. (1997), ―Interpretive and Critical Research in Accounting: A Commentary on its Absence from Mainstream Research‖, Critical Perspectives on Accounting, Vol. 8, No. 4, pp. 293–310.
Comments :