Paradigma Positif dalam riset akuntansi berakar dari kebutuhan untuk beranjak dari pendekatan normatif yang menekankan apa yang seharusnya dilakukan menuju teori yang mampu menjelaskan dan memprediksi fenomena nyata di dunia akuntansi. Pergeseran ini mulai mencuat pada akhir 1960‑an, ketika Watts dan Zimmerman menerbitkan artikel “Toward a Positive Accounting Theory of Accounting Standard” yang menjadi tonggak lahirnya Positive Accounting Theory (PAT). Mereka mempopulerkan istilah “positif” sebagaimana digunakan dalam ilmu ekonomi oleh Friedman, membedakan proposisi positif dari proposisi normatif. Perkembangan fasilitas komputasi dan ketersediaan basis data pasar modal (seperti CRSP dan Compustat) juga mendorong lonjakan penelitian empiris akuntansi pada dekade itu, sehingga analisis atas aliran data besar menjadi lebih praktis dan terjangkau.

Secara filosofis, positivisme dalam akuntansi berpijak pada anggapan bahwa realitas sosial-ekonomi bersifat objektif dan dapat diukur secara empiris. Ontologinya menegaskan bahwa fenomena seperti pilihan kebijakan akuntansi atau praktik manajemen laba adalah “fakta” yang ada di luar subyektivitas peneliti. Epistemologinya menuntut netralitas peneliti serta pengetahuan harus diperoleh melalui observasi langsung dan pengujian hipotesis, bukan keyakinan pribadi. Metodologinya bersifat deduktif: dimulai dari teori dan asumsi (misalnya pasar modal efisien dan perilaku opportunistik), merumuskan hipotesis, kemudian mengujinya dengan data kuantitatif dan alat statistik. Pendekatan ini sangat berbeda dengan tradisi normatif yang lebih menitikberatkan pada pertimbangan nilai “value judgments” dan preskripsi tentang bagaimana akuntansi seharusnya dijalankan.

Ciri mendasar riset akuntansi positif adalah fokus pada perilaku ekonomi rasional para aktor, di mana manajer diasumsikan selalu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri (“self‑interest tied to wealth maximization”) dan informasi akuntansi dipandang sebagai komoditas ekonomi. Berdasarkan PAT, tiga hipotesis utama diuji secara empiris: Bonus Plan Hypothesis (manajer menggeser pilihan kebijakan untuk memaksimalkan bonus), Debt Covenant Hypothesis (perusahaan menunda pengakuan laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang), dan Political Cost Hypothesis (perusahaan besar meredam laba guna menghindari sorotan politik). Penelitian oleh Ball & Brown (1968) dan Beaver (1968) juga menunjukkan hubungan antara pengumuman laba dan reaksi harga saham, menegaskan nilai empiris laporan akuntansi dalam pasar modal.

Keunggulan paradigma ini terletak pada ketegasan metodologis, generalizability, dan replikabilitas: studi berdasarkan sampel besar dan prosedur statistik yang dapat diulang. Namun, kritik tajam juga dilayangkan: positivisme dianggap reduksionistik, memampatkan kompleksitas sosial ke dalam variabel kuantitatif dan mengabaikan konteks kekuasaan serta nilai; klaim “bebas nilai” seringkali menutupi bias dalam pemilihan model; dan PAT dinilai tidak memberikan preskripsi praktis untuk perbaikan praktik akuntansi karena fokusnya hanya menjelaskan fenomena, bukan mengusulkan solusi.

Meskipun demikian, paradigma positif tetap mendominasi riset akuntansi modern dan terus berkembang dengan kritik-kritik yang membangun. Peneliti kini mulai mengkombinasikan pendekatan positivis dengan metode kualitatif interpretatif atau kritis untuk menangkap aspek nilai, konteks, dan kekuasaan yang tak terjawab oleh PAT semata. Dengan demikian, walau tidak sempurna, paradigma positif telah menjadi fondasi kuat bagi perkembangan teori akuntansi empiris dan tetap relevan sebagai titik tolak menuju pendekatan yang lebih holistik.

Refrensi:

  • Abdel-Khalik & Ajinkya. (1979). Empirical research in accounting: A methodological viewpoint. Florida-United States: American Accounting Associa-tion.
  • Burrell, G. and Morgan, G. (1979). Sociological paradigms and organisational analysis, Heinemann, London.
  • Christenson, Charles. 1983. The Metodologi of Positive Accounting. JAR. No. 1
  • Deegan, Craig. 2014. Financial Accounting Theory. McGraw-Hill, Australia
  • Flew, A. (1999). A dictionary of philosopy, 2nd. Ed. New York: Gramercy Books.