Sumber Gambar: (medium.com)

Pemerintah Amerika Serikat melalui U.S. Trade Representative (USTR) telah mengkritik kebijakan QRIS dan GPN Indonesia, menyebutnya sebagai hambatan perdagangan karena membatasi akses perusahaan AS seperti Visa dan Mastercard. Namun, hal tersebut dijelaskan oleh Bank Indonesia, yang dimana BI menegaskan bahwa QRIS dikembangkan sesuai dengan standar internasional EMVCo dan terbuka untuk kerja sama internasional.

Penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) menjadi fondasi penting dalam memperkuat ekosistem perdagangan domestik. QRIS memungkinkan transaksi non-tunai menjadi lebih cepat, mudah, dan seragam di seluruh Indonesia, bahkan hingga ke sektor usaha mikro dan kecil. Sementara itu, GPN berfungsi sebagai infrastruktur nasional yang menghubungkan berbagai sistem pembayaran bank, mengurangi ketergantungan pada jaringan asing, dan menekan biaya transaksi. Dengan penerapan kedua sistem ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan efisiensi perdagangan sehari-hari, tetapi juga memperkuat kedaulatan ekonomi dan melindungi data transaksi nasional dari risiko eksternal. Dalam penerapannya sendiri, QRIS dan GPN telah membawa perubahan nyata dalam perdagangan sehari-hari di Indonesia. Melalui QRIS, para pedagang, mulai dari pasar tradisional hingga supermarket, kini dapat menerima pembayaran digital hanya dengan satu kode QR standar, tanpa harus memiliki banyak mesin EDC dari berbagai bank. Ini mendorong efisiensi, mempercepat proses transaksi, menyatukan semua sistem pembayaran yang banyak serta membingungkan pengguna, dan membuka akses pembayaran non-tunai ke seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil. Di sisi lain, GPN berperan penting dalam memastikan seluruh transaksi kartu debit dalam negeri dapat diproses secara lokal, mempercepat proses pembayaran serta menekan biaya merchant. Implementasi kedua sistem ini juga memperluas inklusi keuangan nasional, memudahkan konsumen dan pelaku usaha bertransaksi dengan lebih aman, cepat, dan terjangkau.

Namun pada saat ini sistem pembayaran Amerika yaitu Visa dan Mastercard yang memiliki basis di Amerika. Indonesia tidak luput dari perhatian Amerika Serikat, yang memiliki kepentingan besar terhadap jaringan pembayaran global seperti Visa dan Mastercard. Penggunaan QRIS yang semakin luas, serta penguatan GPN untuk transaksi domestik, secara

tidak langsung memperlambat volume transaksi yang melewati jaringan internasional tersebut. Hal ini menimbulkan tekanan diplomatik dari pihak Amerika, yang menganggap kebijakan pembayaran nasional Indonesia sebagai hambatan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan fintech asal AS. Tekanan ini mengarah pada dorongan agar Indonesia membuka kembali ruang yang lebih besar bagi Visa dan Mastercard untuk beroperasi tanpa batasan domestik, sebuah langkah yang jika diikuti, berpotensi mengikis kedaulatan sistem pembayaran nasional yang selama ini dibangun melalui QRIS dan GPN. Namun apabila terjadi diskusi antara dua negara yaitu Indonesia dan Amerika, dan Keputusan untuk menerapkan lebih lanjut terkait Mastercard dan Visa seperti berikut:

  • Kedaulatan Digital Terancam, Mengandalkan jaringan pembayaran asing dapat mengurangi kontrol Indonesia atas data transaksi dan kebijakan moneter. Sehingga kedaulatan transaksi dapat terancam.
  • Biaya Transaksi Lebih Tinggi, Visa dan Mastercard mengenakan biaya transaksi yang lebih tinggi dibandingkan sistem domestik, yang dapat membebani konsumen dan pelaku usaha kecil. Karena pada dasarnya penggunaan biaya transaksi atau biaya admin menggunakan patokan nilai mata uang negara sana yang di convert kedalam rupiah.
  • Ketergantungan pada Pihak Asing, Ketergantungan pada sistem pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard dapat menimbulkan risiko jika terjadi konflik geopolitik atau sanksi ekonomi. Hal tersebut dapat terjadi karena sistem yang digunakan
  • Inovasi Dalam Negeri Terhambat: Dominasi sistem dari negara luar yang diimplementasi dapat menghambat perkembangan fintech lokal dan inovasi dalam sistem pembayaran domestik. Sehingga inovasi menjadi terhambat.

Melihat dinamika yang terjadi, jelas bahwa dengan adanya QRIS dan GPN tidak sekedar sebagai alat pembayaran, tetapi sebagai simbol kedaulatan ekonomi digital Indonesia. Tekanan dari Amerika Serikat untuk memperluas dominasi Visa dan Mastercard melalui intervensi yang telah dilakukan menandakan betapa strategisnya kontrol atas sistem pembayaran nasional. Jika Indonesia mengabaikan pentingnya mempertahankan QRIS dan GPN, bukan hanya sektor keuangan yang terdampak, melainkan juga stabilitas ekonomi dan inovasi teknologi dalam negeri. Oleh karena itu, menjaga kemandirian sistem pembayaran nasional sambil tetap terbuka terhadap kerja sama internasional yang sehat menjadi langkah penting untuk memastikan masa depan ekonomi digital Indonesia tetap berdaulat dan berdaya saing.

Referensi:

  • Indonesia Business Post, “U.S.’s Attack on RI’s Payment System Sparks Pushback Over Sovereignty, Innovation,” Indonesia Business Post, diakses pada 28 April 2025. https://indonesiabusinesspost.com/4151/markets-and-finance/u-s-s-attack-on-ri-s-payment-system-sparks-pushback-over-sovereignty-innovation
  • Jakarta Globe, “U.S. Slams Indonesia’s QRIS Policy as Trade Barrier, BI Open to Cooperation,” Jakarta Globe, diakses pada 28 April 2025. https://jakartaglobe.id/business/us-slams-indonesias-qris-policy-as-trade-barrier-bi-open-to-cooperation
  • Cy Haryanto, “The QRIS Paradox: How Technical Details Reveal Indonesia’s Payment Sovereignty Strategy,” Medium, diakses pada 28 April 2025. Tersedia di: https://medium.com/%40cyharyanto/the-qris-paradox-how-technical-details-reveal-indonesias-payment-sovereignty-strategy-c59f0e99e867
  • Bambang Tjahjono, “Determinant Factors of Adoption of Fintech Payment Services in Indonesia Using The UTAUT Approach,” ResearchGate, diakses pada 28 April 2025. https://www.researchgate.net/publication/360653634_Determinant_Factors_of_Adoption_of_Fintech_Payment_Services_in_Indonesia_Using_The_UTAUT_Approach
  • ScienceDirect, “Determinants of Financial Technology Adoption in Indonesia: A Structural Equation Modeling Approach,” ScienceDirect, diakses pada 28 April 2025. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844022024860