Meskipun baru terjadinya kenaikan tarif PPN tersebut, dapat diperhatikan contoh-contoh yang telah dilaksanakan di luar Indonesia. Berawal dapat dianalisa efek dan dampak dari PPN, yang dinamakan sebagai VAT (Value Added Tax) atau GST (General Service Tax) di luar Indonesia, terhadap UMKM. Newman & Chirebvu (2020) mengakui bahwa para UMKM memiliki rintangan dan kesulitan dalam mematuhi kkeperluan dan syarat PPN. Kesulitan tersebut diakibatkan oleh sistem PPN tersebut, faktor lingkungan seperti politik dan kondisi sosio-politik dalam sebuah negara berkembang, dan juga karakteristik individu yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Diidentifikasi pengaruh yang signifikan secara positif antara PPN dengan beban operasional, risiko bisnis, kompleksitas, dan reputasi buruk. Dengan kenaikan PPN, perlu dirancangkan kembali perubahan tersebut yang memerlukan kemampuan teknis yang mendalam serta investasi pada kompetensi sumber daya manusia.

Lebih lanjut, Yoke & Chan (2018) mendalami efek samping dan dampak yang diakibatkan PPN terhadap performa manufaktur di perusahaan ASEAN dari tahun 1985 sampai dengan 2014. Dengan total 174 observasi, terdapat korelasi negative yang signifikan antara kenaikan PPN dan nilai manufaktur yang ditambahkan. Konsisten dengan penelitian sebelumnya, kenaikan PPN yang memengaruhi nilai perusahaan manufaktur diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satunya yang terus menjadi perhatian dan poin utama adalah beban pajak konsumsi selalu ditanggungkan oleh konsumen yang di mana akan memengaruhi daya beli konsumen, yang kemudian akan memengaruhi juga performa keuangan perusahaan. Dengan kenaikan-kenaikan tersebut, diperlukan juga proporsional modal yang lebih tinggi untuk mengakomodasikan pajak apabila terjadi perpindahan saham, yang kemudian akan meningkatkan juga harga jual dari produk-produk perusahaan.

Beberapa penelitian lainnya menunjukkan juga beban pajak yang ditingkatkan dikarenakan kenaikan pada tarif PPN. Al-Otaibi et al. (2024) mengidentifikasi perubahan yang signifikan akibat dari kenaikan PPN, seperti penurunan pada Shareholders’ Equity sebanyak 12%, total pendapatan dan pendapatan bersih masing-masing pada 8% dan 10%. Diikuti juga dengan kenaikan pada total beban setinggi 6% dan penurunan pada kas pada akhir periode sebanyak 7%. Membatasi profitabilitas dan arus kas, perusahaan-perusahaan non-keuangan dari Saudi Arabia menambahkan pada debat yang membantah guna dari kenaikan PPN. Begitu juga dengan perusahaan agribisnis dari Nigeria, terdapat perubahan yang signifikan akibat kenaikan dari tarif PPN yang diberlakukan (Ironkwe & Peter, 2015). Mengakibatkan penurunan 10.5% pada pendapatan setelah pajak, penurunan 15% pada ROI, dan penurunan 26.6% pada ROE.

Referensi:

  • Al-Otaibi, M. I., Nor, N. M., Yusri, Y., & Guzaiz, N. (2024). The Impact of New VAT Enforcement on Financial Performance: Evidence from Saudi Arabia Non-Financial Listed Companies Using the Event Study and ARMA Model. Heliyon, e39137. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2024.e39137
  • Ironkwe, U., & Peter, G. T. (2015). Value added tax and the financial performance of quoted Agribusinesses in Nigeria. DOAJ (DOAJ: Directory of Open Access Journals). https://doaj.org/article/6b47506ef75f41f497392640a05ba9e3
  • Newman, W., & Chirebvu, G. (2020). The impact of value added tax (VAT) on small and medium enterprises in a developing country. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, 24(2). https://www.abacademies.org/articles/The-Impact-of-Value-Added-Tax-VAT-On-Small-and-Medium-Enterprises-1528-2635-SI-1-24-1-631.pdf
  • Yoke, L. M., & Chan, S. G. (2018). The Impact of Value Added Tax on Manufacturing Performance in ASEAN. International Journal of Business, Economics and Law, 17(1), 7–15. https://www.ijbel.com/wp-content/uploads/2019/01/ACC-52.pdf