Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Berdasarkan Peraturan UU HKPD
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Berdasarkan Peraturan UU HKPD
Diatur dalam pasal 44 – 49 Undang – Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pengertian, Objek, dan Subjek BHPTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau Bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hakpengelolaan, beserta Bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undangundang di bidang pertanahan dan Bangunan.
Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:
- pemindahan hak karena:
- jual beli;
- tukar-menukar;
- hibah;
- hibah wasiat;
- waris;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
- penunjukan pembeli dalam lelang;
- pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- penggabungan usaha;
- peleburan usaha;
- pemekaran usaha; atau
- hadiah; dan
- pemberian hak baru karena:
- kelanjutan pelepasan hak; atau
- di luar pelepasan hak.
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:
- hak milik;
- hak guna usaha;
- hak guna bangunan;
- hakpakai;
- hak milik atas satuan rumah susun; dan
- hak pengelolaan.
Yang dikecualikan dari objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
- untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
- oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
- untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri;.
- untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
- oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
- oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf;
- oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah; dan
- untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak.
Nilai perolehan objek pajak ditetapkan sebagai berikut:
- harga transaksi untuk jual beli;
- nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah; dan
- harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk penunjukan pembeli dalam lelang.
Dalam hal nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan.
Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Daerah menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB
NPOPTKP
Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan hak pertama
Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB.
Dalam hal perolehan hak karena hibah wasiat atau waris yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris,
termasuk suami/istri, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Atas perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu, Pemerintah Daerah dapat menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak yang lebih tinggi daripada nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan dengan Perda.
Tarif Pajak
Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
Saat terutangnya BPHTB ditetapkan:
- pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli;
- pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
- pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;
- pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;
- pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
- pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
- pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang
Referensi:
- Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Sumber gambar: Google Image
Penulis:
Levana Dhia Prawati
Ketua Tax Center BINUS
Head of Taxation Program – Universitas Bina Nusantara