Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP)

Bahwa transaksi antara pihak-pihak yang independen adalah transaksi yang mencerminkan kekuatan pasar (market force) dan mencerminkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle). Mengingat bahwa transaksi afiliasi yang melibatkan Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya dapat digunakan sebagai alat untuk menghindarkan pajak, maka Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) pada transaksi afiliasi tersebut. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) pada transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya (affiliated transactions) dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut.

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan  kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.

Penjelasan pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa;

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Demikian juga dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dinyatakan bahwa dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka Harga Jual atau

Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.

Pemeriksaan Pajak Untuk Transfer Pricing

Pemeriksaan transfer pricing terhadap transaksi Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya dapat dilakukan

dengan melakukan pengujian terhadap harga atau laba baik di tingkat laba kotor (grass profit) maupun di tingkat laba bersih usaha (net operating income). Setelah melakukan analisis kesebandingan (comparability analysis), pengujian atas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) dilakukan dengan menerapkan metode transfer pricing.

Dalam pemeriksaan terhadap transaksi afiliasi yang melibatkan pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta penentuan utang sebagai modal dilakukan dengan menggunakan metode-metode, antara lain metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus Method), metode pembagian laba (Profit Split Method) dan metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method), serta metode-metode lainnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya.

Penerapan metode transfer pricing dilakukan bersamaan dengan pemilihan pihak yang akan diuji (tested

party). Pihak yang diuji (tested party) dapat merupakan Wajib Pajak yang sedang diperiksa (audited party),

dalam hal ini maka tested party adalah juga merupakan audited party. Pihak yang diuji (tested party) dapat pula dipilih dari lawan transaksi audited party, maka dalam hal ini tested party berbeda dengan audited party.

Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price Method – CUP)

Metode Perbandingan Harga Antara Pihak Yang Independen adalah metode penentuan harga transfer

yang membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi afiliasi dengan harga barang atau jasa

dalam transaksi independen.

Contoh 1:

PT GGN yang memproduksi produk M, menjual 1000 unit produk tersebut kepada GGN Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara Z dengan harga USD140.00 per unit (harga FOB) pada tahun 2010. PT GGN juga menjual 1000 unit produk M ke distributor independen di negara Z dengan harga USD150.00 per unit (harga CIF). Biaya insurance & freight sebesar USD5.00 per unit. Diketahui bahwa GGN Corp. memiliki kepemilikan 95% atas PT GGN dan 60% atas GGN Ltd. Untuk tahun 2010, PT GGN sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP YGY.

Laporan Laba Rugi PT GGN pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut. Penjualan

ke GGN Ltd. = (1.000 unit x USD140.00) = USD 140,000.00
ke pihak independen = (1.000 unit x USD150.00) = USD150,000.00
Total penjualan     = USD 290,000.00
Harga Pokok Penjualan = (2.000 unit x USD125.00) = (USD250,000.00)
Laba kotor     = USD 40,000.00
Biaya operasi     = (USD33,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha     = USD    7,000.00 (2.4%)

 

 

 

 

  Perhitungan harga wajar:  
Harga pembanding independen (harga CIF per unit) = USD 150.00
Penyesuaian (insurance & freight per unit) = (USD 5.00)
Harga wajar (harga FOB per unit) = USD 145.00
Harga jual ke GGN Ltd. (harga FOB per unit) = (USD140.00)
 

 

2.

Penyesuaian atas harga jual per unit ke GGN Ltd.

 

Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price) Method)

= USD     5.00

Metode Harga Penjualan Kembali adalah metode penentuan harga transfer yang menentukan harga pembelian barang dan jasa dari pihak afiliasi dengan cara mengurangkan laba kotor pihak independen yang sebanding dari harga jual kembali barang dan jasa tersebut kepada pihak independen.

 

Contoh :

DEF Corp. adalah produsen produk elektronik yang berkedudukan di Negara A. DEF Corp. merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT DEF Indonesia (limited risk distributor) yang berkedudukan di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010 PT DEF Indonesia (DEFI) membeli produk elektronik dari DEF Corp. dengan harga USD 135/unit. Selanjutnya PT DEFI menjual kembali produk tersebut ke pihak independen di Indonesia dengan harga USD 145/unit. Selain menjual produk yang dibeli dari DEF Corp., PT DEFI juga mengimpor barang sejenis dari produsen independen yang berkedudukan di negara B dengan harga beli USD 121/unit, produk tersebut juga dipasarkan kepada konsumen akhir di Indonesia dengan harga USD143/unit. Berdasarkan analisis fungsi Wajib Pajak, ketentuan kontrak, strategi usaha, dan keadaan ekonomi, tidak terdapat perbedaan dalam aktivitas distribusi kedua produk tersebut. PT DEFI sedang diperiksa oleh KPP MDN untuk Tahun Pajak 2010.

 

Laporan laba rugi PT DEF pada Tahun Pajak 2010 sebagai berikut:

 

Penjualan {(800 x 145) + (500 x 143)}

 

 

=

 

 

USD 187,500.00

Harga Pokok Penjualan {(800 x 135) + (500 x 121)} = USD168,500.00
Laba kotor = USD 19,000.00 (10.1%)
Biaya operasi = USD20,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = (USD  1,000.00) (0.5%)

Perbandingan gross margin atas penjualan barang yang dibeli dari pihak afiliasi dengan pihak independen adalah sebagai berikut.

 

  DEF Corp.

(USD)

Produsen Independen

(USD)

Harga jual/unit 145 143
Harga beli/unit 135 121
Laba kotor 10 22
Gross margin (laba kotor/harga jual) 6.9% 15.3%

Berdasarkan gross margin dari transaksi independen (pembanding internal) maka diketahui bahwa gross margin wajar atas penjualan kembali sebesar 15,3%. Berdasarkan data pembanding tersebut maka penentuan harga beli wajar produk per unit dari DEF Corp. adalah sebagai berikut:

ALP    =  Resale Price – (Gross Margin Independen x Resale Price) ALP        =  USD 145.00 – (15.3% x USD 145.00)

ALP    =  USD 145.00 – USD 22.2 = USD 122.8

Dengan demikian harga beli wajar PT DEFI atas produk yang dibeli dari DEF Corp. adalah USD122.8. Harga beli dari DEF Corp.                         = USD 135.00

Harga beli wajar per unit                         = USD122.80 Koreksi positif atas harga beli               = USD  12.20

Metode Biaya-Plus (Cost-Plus Method)

Metode Biaya-Plus adalah metode penentuan harga transfer yang menambahkan laba kotor dari transaksi independen yang sebanding terhadap biaya yang ditanggung dalam transaksi afiliasi.

Contoh :

KLM Corp. adalah perusahaan holding (holding company) yang berkedudukan di Negara A. KLM Corp. merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT KLM (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia, dan juga menguasai 80% saham KLM Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara C. Pada Tahun Pajak 2010, PT KLM memproduksi dua jenis produk yang diberi kode PX100 dan PZ200. Bahan baku untuk memproduksi produk PX100 dan PZ200 dibeli dari pihak independen. Seluruh produk PX100 dijual kepada KLM Ltd. Sedangkan produk PZ200 dijual kepada distributor independen yang berkedudukan di Negara D. PT KLM menjual PX100 dengan harga USD240.00/unit, sedangkan kepada pihak independen PT KLM menjual PZ200 dengan harga USD200.00/unit. Laba bersih usaha KLM Ltd. adalah sebesar 21%. Tidak terdapat perbedaan fungsi yang dilakukan, aset/harta yang digunakan, risiko yang ditanggung, persyaratan kontrak, strategi bisnis serta kondisi ekonomi ketika bertransaksi dengan KLM Ltd. maupun dengan pihak independen. PT KLM sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP JKT.

Laporan Laba Rugi PT KLM Tahun 2010 adalah sebagai berikut: Penjualan                                                       =  USD 420,000.00

Harga Pokok Penjualan                            =  USD 360,000.00

Laba kotor = USD 60,000.00
Biaya operasi = USD 40,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = USD 20,000.00 (4.76%)

Setelah dilakukan segmentasi terhadap Laba Rugi PT KLM diperoleh informasi sebagai berikut:

   

KLM Ltd. (USD)

Distributor Independen (USD)
Penjualan  

240,000.00

 

 

180,000.00

–    Afiliasi (1000 x USD 240.00)
–    Independen (900 x USD 200.00)  
Harga Pokok Penjualan 220,000.00 140,000.00
Laba Kotor 20,000.00 40,000.00
Gross Mark-up (Laba Kotor : HPP) 9.1% 28.6%

 

ALP = Costs + (Gross Mark-Up Independen x Costs)
ALP = USD 220,000.00 + (28.6% x 220,000.00)
ALP = USD 220,000.00 + USD 62,920.00 = USD 282,920.00

 

Karena terdapat pembanding internal yang andal maka pembanding internal tersebut dapat digunakan. Penghitungan Arm’s Length Price (ALP) =

Nilai penjualan wajar = USD 282,920.00
Nilai penjualan kepada KLM Ltd. = USD240,000.00
Koreksi positif atas penjualan = USD  42,920.00

Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method)

Metode Laba Bersih Transaksional adalah metode penentuan harga transfer yang menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yang sebanding untuk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi.

Contoh :

PQR Corp. perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 97% saham di PT PQR (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia. PQR Corp. juga memiliki 85% saham PQR Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara C. Di tahun 2010, PT PQR menjual 100% produknya kepada PQR Ltd. dengan harga USD 450.00/unit. Laba bersih usaha PQR Ltd. adalah sebesar 10%. Untuk Tahun Pajak 2010, PT PQR sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP DPK.

Laporan Laba Rugi PT PQR pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut. Penjualan                                                       =  USD  450,000.00

Harga Pokok Penjualan                            =  (USD300,000.00)

Laba kotor                                         =  USD  150,000.00 (33%)

Biaya operasi                                                =  (USD 135,000.00)

Laba (rugi) bersih usaha                           =  USD       15,000.00) (3.3%) Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya (Net Mark-Up) PT PQR  =  3.44%

Pencarian pembanding dapat dilakukan pada commercial database. Kandidat pembanding yang diperoleh dari commercial database adalah 25 (dua puluh lima) perusahaan. Selanjutnya, melalui manual review/manual screening dilakukan penelitian secara seksama, 16 (enam belas) perusahaan dianggap tidak sebanding dengan PT PQR sehingga diperoleh 9 (sembilan) perusahaan pembanding yang reliable. Rasio net mark-up 9 (sembilan) perusahaan pembanding tersebut adalah 6,71%, 6,85% 6,95%, 7,91%, 7,31%,

7,23%, 7,59%, 8,35%, dan 8,93%.

Berdasarkan hasil penghitungan, diketahui bahwa quartile-1 = 6,95%, quartile-2 = 7,31%, dan quartile-3

=  7,91%.  Dengan  demikian,  net  mark-up  PT  PQR  berada  di  luar  range  (quartile-1  –  quartile-3). Penyesuaian positif dilakukan dengan menggunakan quartile-2.

Rasio Net Mark-Up pembanding (quartile-1 s/d quartile 3) = 6,95% – 7,91% Rasio Net Mark-Up PT PQR = 3,44%

Penghitungan Arm’s Length Price (ALP)

ALP = Total Costs + (net mark-up x total costs)
ALP = USD 435,000.00 + (7.31% x USD 435,000.00)
ALP = USD 435,000.00 + USD 31,798.00
ALP = USD 466,798.00    

 

  Nilai penjualan wajar pembanding (quartile-2) = USD 466,798.00
Nilai penjualan PT PQR = (USD450,000.00)
 

 

5.

Koreksi positif

 

Metode Pembagian Laba (Profit Split Method)

= USD     16,798.00

Metode pembagian laba adalah metode penentuan harga transfer yang membagi laba gabungan kepada pihak afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi berdasarkan kontribusi yang diberikan.

Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)

Metode Pembagian Laba Kontribusi adalah metode pembagian laba antarpihak afiliasi berdasarkan fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan dan risiko yang ditanggung setiap pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi.

Contoh :

STU Corp. berkedudukan di negara A, memiliki 98% saham di PT STU. Pada tahun 2010, PT STU membeli semi-finished goods dari STU Corp. untuk diproses menjadi finished goods. Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa STU Corp. dan PT STU adalah saling terkait sangat erat dalam operasional perusahaan (highly integrated operation).

PT STU menjual produk jadi untuk pasar Indonesia. Berdasarkan analisis fungsi diketahui, bahwa PT STU melakukan fungsi-fungsi yang cukup signifikan untuk mendapat remunerasi yang tepat. Laporan keuangan yang diperoleh selama pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan STU Corp. PT STU
Penjualan

Harga Pokok Penjualan Laba Kotor

Biaya Operasi Laba Bersih Usaha

USD 100,000.00 USD 50,000.00 USD 50,000.00 USD 30,000.00 USD   20,000.00 USD 120,000.00 USD100,000.00 USD 20,000.00 USD 18,000.00 USD     2,000.00

Untuk Tahun Pajak 2010, PT STU sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP BPC. Setelah dilakukan pencarian pembanding pada database komersial, diketahui bahwa tidak ditemukan perusahaan pembanding. Untuk menerapkan Contribution Profit Split Method, digunakan analisis fungsi sebagai media untuk memberi bobot pada fungsi-fungsi yang dilakukan kedua belah pihak afiliasi yang saling bertransaksi.

Berikut adalah hasil pembobotan yang dilakukan terhadap fungsi kedua belah pihak afiliasi yang saling bertransaksi (berdasarkan data dan Analisis fungsi kedua belah pihak).

Fungsi Bobot STU Corp. PT STU
       
Pemasaran 10 6 4
Transportasi 5 4 1
Intangible Property 10 10 0
Akuntansi 5 1 4
Penjualan 10 8 2
Daftar pelanggan 10 6 4
Logistik 5 3 2
Pergudangan 5 0 5
Warranty 5 3 2
Sales support 5 2 3
Training 5 5 0
       
Total 75 48 27
Profit Split   64.0% 36.0%

 

Net operating income STU Corp. = USD  20,000.00
Net operating income PT STU = USD   2,000.00 +
Total net operating income

 

Pembagian laba dengan Contribution Profit Split Method

= USD  22,000.00

Net Operating income STU Corp.    = 64% x USD 22,000.00 = USD 14,080.00

Net Operating income PT STU         = 36% x USD 22,000.00 = USD  7,920.00

Koreksi positif atas net operating income PT STU

= USD 7,920.00 – USD 2,000.00 = USD 5,920.00

Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT STU = USD 100,000.00 – USD 5,920.00 = USD 94,080.00

  1. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)

Metode Pembagian Laba Sisa adalah metode pembagian laba yang mengidentifikasi terlebih dahulu laba sisa dengan mengurangkan laba rutin setiap pihak afiliasi dari laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap pihak afiliasi yang terlibat terhadap laba sisa.

Contoh :

BGS Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 99% saham di PT BGS (distributor) yang berkedudukan di Indonesia. BGS Corp. melakukan fungsi R&D dan memproduksi barang dengan brand-name “DK”. Sedangkan PT BGS adalah distributor yang sangat aktif memasarkan produk yang dibuat oleh BGS Corp. PT BGS melakukan promosi dan iklan secara masif baik di media cetak maupun elektronik, sehingga brand-name “DK” menjadi sangat terkenal di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010, PT BGS sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP MLG.

Laporan Keuangan (USD)
BGS Corp. (R&D) PT BGS (Marketing)
Penjualan                                          700,000.00

HPP                                                (466,000.00)

Laba kotor                                        234,000.00

Biaya operasi:

Biaya R&D                                        140,000.00

Biaya operasi lain                              34,000.00

Laba Bersih usaha                              60,000.00

Penjualan                                  976,000.00

HPP                                        (700,000.00)

Laba kotor                                276,000.00

Biaya operasi:

Biaya marketing                        180,000.00

Biaya operasi lain                       56,000.00

Laba Bersih usaha                      40,000.00

 

Laba bersih usaha BGS Corp. = USD     60,000.00
Laba bersih usaha PT BGS = USD   40,000.00
Laba bersih usaha gabungan = USD  100,000.00

Tahap selanjutnya, dilakukan pencarian terhadap perusahaan manufaktur yang hanya melakukan fungsi sederhana (tidak melakukan R&D) dan dilakukan pencarian terhadap perusahaan distributor yang hanya melakukan fungsi yang sederhana (tidak melakukan aktivitas pemasaran secara besar-besaran).

Hasil pencarian pada commercial database

Perusahaan manufaktur (simple function) memperoleh laba bersih usaha

= USD 15,000.00 (manufaktur dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 3% x total cost)

Perusahaan distributor (simple function) memperoleh laba bersih usaha

=       USD 19,520.00 (distributor dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 2% x penjualan)

Laba bersih usaha (simple manufakturer) Laba bersih usaha (simple distributor) =

=

USD     15,000.00 USD   19,520.00  

+

Total laba bersih usaha (basic profit) = USD     34,520.00
Total laba bersih usaha (dengan intangible asset) Total laba bersih usaha (simple function)

Residual Profit

=

=

=

USD 100,000.00 USD 34,520.00 USD    65,480.00  

 

Proporsi biaya R&D dan biaya marketing yang digunakan sebagai dasar Alokasi residual profit

 

Biaya R&D = USD  140,000.00 (43.75%)
Biaya marketing = USD 180,000.00 (56.25%)
Total biaya

 

Alokasi residual profit

= USD  320,000.00

BGS Corp. 43.75% x USD 65,480.00               = USD   28,648.00

PT BGS 56.25% x USD 65,480.00                      = USD   36,832.00     +

Total residual profit                                 = USD     65,480.00

 

Penyesuaian atas laba bersih usaha

BGS Corp.     = USD 15,000.00 + USD 28,648.00 = USD 43,648.00 PT BGS      = USD 19,520.00 + USD 36,832.00 = USD 56,352.00

Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT BGS = USD 56,352.00 – USD 40,000.00 = USD 16,352.00

Referensi :

  1. Gunadi, M.Sc.,Ak.,Ph.D. (2014). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. 02. Bee Media Indonesia. Jakarta. ISBN: 9789793122120
  2. Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
  3. Nomor 36 Tahun 2008. Tentang. Perubahan Keempat Atas Undang-Undang. Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  4. UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

 

Image Sources: Google Image

 

Penulis:

Levana Dhia Prawati

Ketua Tax Center BINUS

Taxation Lecturer – Universitas Bina Nusantara