Lonjakan popularitas non‑fungible tokens (NFT) dan berbagai bentuk aset digital menimbulkan tantangan signifikan bagi profesi akuntansi karena belum adanya standar akuntansi khusus yang secara eksplisit mengatur pencatatan dan pengukurannya. NFT merupakan aset digital unik yang direpresentasikan pada blockchain, tidak dapat dipertukarkan satu sama lain secara satu‑banding‑satu seperti kripto fungibel, dan sering terkait dengan hak atas karya seni digital, koleksi, in‑game items, maupun hak lisensi tertentu (Auer et al., 2022; IFRS Interpretations Committee, 2019). Berbagai panduan sementara dari firma akuntan besar dan regulator umumnya mengarahkan entitas untuk merujuk ke standar yang ada, seperti perlakuan sebagai aset takberwujud, instrumen keuangan, atau persediaan, tergantung pada model bisnis dan tujuan kepemilikan, namun menekankan bahwa tidak ada standar tunggal yang secara komprehensif menangani NFT dan aset digital serupa saat ini (PwC, 2022; Deloitte, 2021). Ketiadaan standar spesifik ini meningkatkan kebutuhan penilaian profesional (judgement) yang kuat serta pengungkapan yang transparan tentang kebijakan akuntansi yang dipilih.

Dari sisi penilaian (valuation), pendekatan yang lazim digunakan untuk NFT dan aset digital lain mengikuti tiga pendekatan nilai wajar utama: pendekatan pasar (market comparable), pendapatan (income approach), dan biaya (cost approach) (International Valuation Standards Council [IVSC], 2021). Pendekatan pasar mencari transaksi terkini dari NFT atau aset digital yang sebanding, dengan mempertimbangkan faktor seperti kelangkaan, reputasi kreator, dan utilitas aset di ekosistem terkait, namun sering terkendala oleh pasar yang sangat tipis (thin market) dan transaksi sporadis (IVSC, 2021; Auer et al., 2022). Pendekatan pendapatan berfokus pada estimasi arus kas masa depan—misalnya royalti sekunder, lisensi, atau pendapatan penggunaan—yang didiskontokan ke nilai sekarang, tetapi mengharuskan asumsi yang sangat subjektif dan sulit diverifikasi. Pendekatan biaya umumnya memberikan batas bawah nilai dengan mengukur biaya pengembangan atau perolehan aset digital, meskipun sering kali tidak mencerminkan daya tarik pasar aktual (IVSC, 2021). Karena banyak NFT diperdagangkan di pasar yang tidak aktif, pengukuran nilai wajarnya kerap diklasifikasikan sebagai Level 3 dalam hierarki nilai wajar, yang berarti bergantung pada input tidak dapat diobservasi dan memerlukan pengungkapan tambahan tentang asumsi dan sensitivitas (IFRS 13; PwC, 2022).

Implikasi akuntansi NFT dan aset digital sangat dipengaruhi oleh tujuan kepemilikan dan model bisnis entitas. Jika NFT dimiliki terutama untuk jangka panjang, tidak diperjualbelikan secara aktif, dan tidak memenuhi definisi instrumen keuangan, banyak panduan menganjurkan perlakuan sebagai aset takberwujud yang diukur pada biaya dikurangi amortisasi dan/atau penurunan nilai, atau pada nilai wajar melalui laba rugi jika kebijakan tersebut dipilih dan didukung oleh basis pengukuran yang andal (IFRS

Interpretations Committee, 2019; Deloitte, 2021). Jika entitas memperdagangkan NFT secara rutin sebagai bagian dari aktivitas biasa (misalnya marketplace atau gallery digital), NFT dapat diklasifikasikan sebagai persediaan dan diukur pada nilai realisasi bersih atau nilai wajar dikurangi biaya penjualan, tergantung kerangka standar yang diikuti (IAS 2; PwC, 2022). Dalam beberapa kasus terbatas, jika NFT memberi hak kontraktual atas arus kas atau dapat dikontrakkan kembali sebagai instrumen keuangan, perlakuan sebagai aset keuangan dapat dipertimbangkan dengan pengukuran nilai wajar melalui laba rugi (IFRS 9; Auer et al., 2022). Karena perubahan nilai wajar aset digital yang diklasifikasikan sebagai aset keuangan atau aset takberwujud pada nilai wajar biasanya diakui langsung di laba rugi, volatilitas harga di pasar NFT dapat menghasilkan fluktuasi signifikan pada kinerja pelaporan, sehingga entitas perlu memberikan pengungkapan risiko yang memadai, termasuk sifat aset, kebijakan pengukuran, tingkatan hierarki nilai wajar, dan sensitivitas nilai terhadap asumsi utama (IFRS 13; Deloitte, 2021; PwC, 2022).

Referensi:

  • Auer, R., Frost, J., Gambacorta, L., & Weiner, S. (2022). Non‑fungible tokens: Market developments and financial stability implications. BIS Quarterly Review, 2022(September), 73–89.
  • Deloitte. (2021). Accounting for cryptocurrencies and other digital assets under IFRS. Deloitte Touche Tohmatsu Limited.
  • IFRS 9 Financial Instruments, International Accounting Standards Board (IASB).
  • IFRS 13 Fair Value Measurement, International Accounting Standards Board (IASB).
  • IFRS Interpretations Committee. (2019). Holdings of cryptocurrencies—Agenda decision. IFRS Foundation.
  • International Valuation Standards Council. (2021). International valuation standards (IVS 2022). IVSC.
  • IAS 2 Inventories, International Accounting Standards Board (IASB).
  • PwC. (2022). In depth: Accounting for cryptocurrencies and digital assets. PricewaterhouseCoopers.