Dalam jalan mencapai SDG, sertifikasi keberlanjutan untuk minyak kelapa sawit dianggap dapat menjadi alat yang efektif dalam membantu industri minyak kelapa sawit berkembang lebih jauh juga. Sertifikasi tersebut akan menjadi sebuah standar yang dapat menjadi dasar dan patokan untuk dapat diaudit dan dinilai prosedur produksinya. Namun dari hasil yang ditunjukkan sedikit berbeda dengan yang diharapkan. RSPO menunjukkan hasil yang berbeda-beda terkait dengan deforestasi dan kehilangan keanekaragaman dengan bukti terbatas terkait dengan peningkatan lingkungan. Namun meskipun begitu demikian terdapat juga beberapa penelitian lainnya menunjukkan juga praktek yang lebih baik untuk perusahaan yang sudah disertifikasi, seperti usaha konservasi dan mengurangi penggunaan pestisida.

Berikutnya, ditunjukkan bahwa sertifikasi-sertifikasi tersebut sulit untuk diadopsi oleh para pengusaha kecil terkait dengan keterbatasan keuangan dan keilmuan. Kedua keterbatasan tersebut menyulitkan pengusaha kecil karena tidak dapat mneyesuaikan dengan standar dari sertifikasinya dan tidak dapat mengelola secara jangka waktu yang panjang tanpa adanya dukungan eksternal. Meskipun begitu demikian, sertifikasi tersebut memang dapat membawa kesempatan lebih baik seperti pelatihan lebih lanjut dalam meningkatkan keilmuan dan kualitas produk di atas akses terhadap pasar sehingga lebih mudah berdagang dan mendapatkan jaringan yang lebih luas.

Setelah mengkaji penelitian-penelitian, terdapat beberapa kekurangan untuk masing-masing RSPO, MSPO, dan ISPO. Untuk RSPO sendiri dikarenakan sifatnya yang sukarelawan, maka akan banyak perusahaan yang tidak merasakan perlu adanya sertifikasi tersebut sehingga menghindarinya, ditambah dengan pengawasan yang lemah terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikasi tersebut. Untuk MSPO, tidak terdapat insentif yang cukup menarik sehingga tidak ada ketertarikan untuk mengimplementasikan sertifikasi tersebut. Kemudian juga tidak inklusif untuk usaha-usaha kecil dikarenakan kendala keuangan dan birokrasi. Sedangkan untuk ISPO, terdapat kurangnya transparansi dan adopsi yang lambat dikarenakan biaya yang tinggi dan kompleksitas dari mengadopsi sertifikasi tersebut. Itu pun belum mempertimbangkan kendala terkait merebut tanah dan kondisi ketenagakerjaan yang kurang pantas. Untuk dapat meningkatkan kualitas dan mengurangi kompleksitas, dapat diharmonisasikan antar standar dan menghubungkan sertifikasi tersebut terhadap SDG karena dianggap sejalan dalam keberlanjutan.

Referensi:

  • Majid, Norhana Abdul, Zaimah Ramli, Sarmila Md Sum, and Abd Hair Awang. 2021. “Sustainable Palm Oil Certification Scheme Frameworks and Impacts: A Systematic Literature Review.” Sustainability 13 (6): 3263. https://doi.org/10.3390/su13063263.