Paradigma Humanis Radikal (Kritis Subjektivisme)

Paradigma humanis radikal merupakan pendekatan yang menggabungkan pandangan subjektif tentang manusia dengan orientasi perubahan sosial yang mendalam. Pendekatan ini menekankan pentingnya mengkritisi keadaan alienasi, yaitu perasaan keterasingan yang dialami individu dalam masyarakat dan dominasi ideologis yang menghambat kesadaran sejati manusia. Berakar dari pemikiran humanisme Marx, yang memandang alienasi dalam kerja dan kesadaran palsu sebagai produk dari sistem kapitalis, serta mengadopsi gagasan tentang hegemoni budaya dari tokoh-tokoh seperti Georg Lukács dan Antonio Gramsci, paradigma ini menggambarkan bagaimana teknologi, bahasa, dan media berperan sebagai perantara yang membatasi kebebasan berpikir. Dengan dasar keyakinan bahwa realitas sosial lebih banyak dibentuk oleh ideologi (pandangan nominalis) dan bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh hanya dengan pendekatan positivis, pendekatan ini mendorong kritik normatif dan refleksi diri sebagai jalan menuju pembebasan. Pemikiran dari para tokoh Frankfurt seperti Horkheimer, Adorno, dan Marcuse, misalnya dalam konsep “Dialectic of Enlightenment”, mengungkapkan bahwa rasionalitas yang awalnya dimaksudkan untuk pembebasan bisa berubah menjadi alat penindasan. Oleh karena itu, metode analisis yang digunakan pun menekankan pada pendekatan idiografis dan filosofis dalam mengkritisi budaya dan ideologi, serta mendorong transformasi kolektif melalui praxis atau tindakan nyata di lapangan. Dalam konteks organisasi, paradigma ini mengkritik struktur dan praktik yang cenderung menimbulkan alienasi, serta memberikan alternatif model partisipasi dan pemberdayaan sebagai langkah awal menuju pembebasan secara struktural.

Paradigma Strukturalis Radikal (Kritis Objektivis)

Berbeda dengan paradigma humanis, paradigma strukturalis radikal memfokuskan perhatiannya pada struktur ekonomi-politik kapitalis yang dianggap mengandung kontradiksi internal sebagai sumber krisis dan potensi perubahan revolusioner. Pendekatan ini memiliki pandangan realistis mengenai realitas sosial, di mana kelas sosial, hubungan antar individu, dan peran negara dipandang sebagai kekuatan material yang menekan kehidupan masyarakat. Menggunakan pendekatan positivis, para peneliti dalam paradigma ini menganalisis pola-pola kontradiksi melalui data struktur makro dan statistik. Tokoh utama seperti Louis Althusser memperkenalkan konsep “overdetermination” untuk menjelaskan betapa berbagai unsur mulai dari ekonomi, politik, hingga ideologi saling mempengaruhi dalam menciptakan kondisi masyarakat. Dengan membedakan antara basis (struktur ekonomi) dan suprastruktur (ideologi serta politik), ia menekankan bahwa perubahan revolusioner terjadi ketika kontradiksi fundamental, seperti ketidaksesuaian antara produktivitas dan hubungan produksi, mencapai titik kritis. Pemikiran para ahli lain, seperti Nicos Poulantzas dan Ralph Miliband, turut memperluas analisis tentang kekuasaan negara dan relasi kelas melalui pendekatan structural Marxism. Dalam organisasi, pendekatan ini melihat organisasi sebagai arena konflik kelas dan dominasi, mengkritik teori birokrasi dan manajemen yang sering kali menyembunyikan praktik eksploitasi, serta mendorong pengembangan teori organisasi yang menekankan pentingnya aksi kolektif dan solidaritas kelas sebagai kunci untuk transformasi sosial.

Refrensi:

  • Burrel, G, & Morgan, G. (1979). Sociological Paradigms and Organizational Analysis, Elements of the Sociology of Corporate Life. London: Heineman.