Multiparadigma Dalam Riset Akuntansi (Part 2)
Paradigma Fungsionalis
Dalam paradigma fungsionalis, masyarakat dipandang sebagai organisme kompleks yang setiap bagiannya seperti lembaga, norma, nilai, dan peran memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan sosial. Tokoh seperti Émile Durkheim menekankan bahwa fakta sosial bersifat eksternal dan memaksa, sehingga struktur sosial yang ada turut menentukan perilaku individu. Pendekatan ini menggunakan ontologi yang realistis dan epistemologi yang positivis, di mana hukum-hukum sosial dipelajari melalui metode ilmiah seperti observasi, eksperimen, dan pengujian hipotesis. Oleh karena itu, manusia dianggap dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada, sehingga penelitian dengan pendekatan nomotetik melalui survei, statistik, dan analisis kuantitatif menjadi sangat dominan. Pemikiran Talcott Parsons mengembangkan teori sistem sosial yang menggarisbawahi pentingnya pola nilai bersama dan mekanisme integrasi untuk menjaga kesatuan masyarakat. Dalam organisasi, paradigma fungsionalis menghasilkan teori seperti birokrasi Weberian, teori kontingensi, dan model pluralisme untuk menjelaskan bagaimana organisasi berperan dalam memenuhi kebutuhan anggota serta mempertahankan tatanan sosial.
Paradigma Interpretif
Berbeda dengan paradigma fungsionalis, paradigma interpretif menekankan makna dan subjektivitas individu dalam membentuk realitas sosial. Pendekatan ini berargumen bahwa realitas sosial tidak sepenuhnya objektif, melainkan terbentuk melalui interaksi simbolik dan interpretasi bersama. Max Weber misalnya, memperkenalkan konsep verstehen yang berarti pemahaman empatik atas makna tindakan sebagai kunci untuk memahami dinamika sosial. Dalam pandangan ini, ontologi bersifat nominalis, karena kategori sosial dianggap sebagai konstruksi linguistik, sedangkan epistemologi mendekati realitas melalui perspektif pelaku (emic) daripada hanya melalui observasi eksternal (etic). Alfred Schutz dan para fenomenolog menambahkan bahwa “Lebenswelt” (Dunia Kehidupan) hanya dapat dipahami melalui deskripsi pengalaman subjektif, sedangkan etnometodologi yang dikemukakan oleh Garfinkel menyoroti bagaimana aturan sosial muncul dari kegiatan sehari-hari. Metode penelitian dalam paradigma interpretif biasanya melibatkan studi kasus mendalam, wawancara naratif, dan analisis wacana untuk menggali bagaimana individu menegosiasikan identitas, peran, dan makna dalam organisasi.
Referensi:
- Burrel, G, & Morgan, G. (1979). Sociological Paradigms and Organizational Analysis, Elements of the Sociology of Corporate Life. London: Heineman.
Comments :