Fraud Octagon: Pendekatan Komprehensif dalam Audit untuk Mengungkap dan Mencegah Kecurangan
Kecurangan (fraud) merupakan masalah serius yang terus menghantui dunia bisnis, keuangan, dan organisasi. Untuk memahami mengapa seseorang melakukan kecurangan, berbagai model telah dikembangkan, dimulai dari Fraud Triangle yang mencakup tiga elemen utama, yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalisation). Kemudian, model ini diperluas menjadi Fraud Diamond dengan menambahkan elemen kemampuan (capability) (Homer, 2020). Namun, seiring dengan semakin kompleksnya perilaku manusia dan dinamika lingkungan bisnis, muncul model yang lebih komprehensif, yaitu Fraud Octagon. Model ini tidak hanya memperluas konsep sebelumnya, tetapi juga menambahkan elemen psikologis dan karakter individu yang berperan dalam tindakan fraud. Fraud Octagon terdiri dari delapan elemen utama: tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi (rationalisation), arogansi (arrogance), pikiran kriminal (criminal mind), keserakahan manusia (human greed), pelanggar hukum (lawbreaker), dan penjilat (sycophant). Dengan delapan elemen ini, Fraud Octagon memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang motif dan perilaku pelaku kecurangan, menjadikannya alat yang efektif dalam pendeteksian dan pencegahan fraud (Wang et al., 2019).
(Imoniana, J. O., Feitas, E. C. D., & Perera, L. C. J. (2016)
Tekanan (pressure) adalah elemen pertama yang mendorong seseorang melakukan kecurangan, seperti masalah finansial atau target bisnis yang tidak realistis. Kesempatan (opportunity) muncul ketika sistem pengawasan lemah, memungkinkan kecurangan terjadi tanpa mudah terdeteksi. Rasionalisasi (rationalisation) adalah proses pelaku membenarkan tindakan curang mereka, misalnya dengan merasa berhak atas keuntungan yang diperoleh secara tidak sah. Selain tiga elemen klasik ini, Fraud Octagon menambahkan lima elemen baru: arogansi (arrogance), yaitu sikap superioritas yang membuat pelaku merasa di atas aturan; pikiran kriminal (criminal mind), yaitu kecenderungan untuk melakukan tindakan ilegal; keserakahan manusia (human greed), yaitu dorongan untuk keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan etika; pelanggar hukum (lawbreaker), yaitu individu yang terbiasa melanggar aturan; dan penjilat (sycophant), yaitu orang yang melakukan fraud demi menyenangkan atau mendapatkan keuntungan dari pihak berkuasa (Imoniana, 2016) Dengan memahami kedelapan elemen ini, organisasi dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi dan mencegah potensi kecurangan.
Referensi:
Homer, E. M. (2020). Testing the fraud triangle: a systematic review. Journal of Financial Crime, 27(1), 172-187.
Imoniana, J. O., Feitas, E. C. D., & Perera, L. C. J. (2016). Assessment of internal control systems to curb corporate fraud-evidence from Brazil. African Journal of Accounting, Auditing and Finance, 5(1), 1-24.
Wang, L., Wang, Z., & Weng, D. H. (2019). Individual, educational, and other social influences on greed: Implications for the study of white-collar crime. In Oxford Research Encyclopedia of Criminology and Criminal Justice.
Comments :