Terakhir bisa diambil penilaian terhadap audit berdasarkan perspektif agama Buddha. Terdapat beberapa konsep yang cukup relevan dengan auditing, salah satunya merupakan konsep Ehipassiko yang berasal dari Bahasa Pali (Paritta, Dhammanussati, v.3). Dalam auditing selalu didasarkan atas bukti dan hasil vouching yang dilaksanakan para auditor, di mana penilaian auditor selalu berdasarkan evidence. Serupa dengan konsep ehipassiko yang berarti “datang dan lihatlah”, menunjukkan bahwa terdapat sebuah keperluan untuk auditor datang sendiri dan membuktikan diri sendiri dengan dokumen-dokumen yang disediakan oleh klien. Ini menunjukkan sebuah keterikatan juga antara auditing dengan agama Buddha sebagai sebuah konsep.

Saat dikaitkan juga dengan agama Buddha sebagai sebuah keyakinan, terdapat berbagai aspek dan bagian dari pengelolaan perusahaan yang relevan, terutama di bagian etika dan normanya. Dalam agama Buddha, selalu diperhatikan kebahagiaan dan manfaat dari melakukan sesuatu, sehingga terkadang menjadi sebuah ambang batas dalam menentukan apabila suatu hal boleh atau tidak boleh dilakukan. Du et al. (2016) menunjukkan pengaruh dari Agama Buddha Cina sebagai sebuah keyakinan ke berbagai aspek dalam perusahaan, seperti pengaruh tidak langsungnya terhadap investasi yang berlebihan, mengurangi konflik agensi pemilik-manajer, mereda perilaku oportunis manajer dan kepercayaan diri yang berlebihan. Ini menunjukkan hadirnya norma-norma sosial yang masih mampu mengatur dan menjaga supaya perusahaan-perusahaan tidak sembarang dalam menentukan keputusan yang tepat.

Selain itu, dapat dikaitkan juga dengan kelayakanhidupnya karyawan dalam sebuah perusahaan, dalam konteks ini terutama dalam sebuah kantor akuntan publik. Efferin & Hutomo (2021) meneliti implikasi dari spiritualitas dalam kantor akuntan public dan menjelaskan kebahagiaan para individu, performa organisasional dan pertumbuhannya untuk para auditor. Namun bicara soal spiritualitas dan corporate culture kembali lagi harus berdasarkan kepemimpinan pada suatu institusi, karena dengan kepemimpinan perusahaan mencerminkan sifat-sifatnya terhadap para bawahannya sebagai holistik. Menunjukkan sebuah peningkatan dalam konteks komitmen, kebahagiaan dan performa seiring dengan perubahan spiritualitas para auditor. Meski begitu demikian, terdapat sebuah perasaan ketidakbahagiaan dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan karena berkurangnya zona kenyamanan dari para auditor.

References:

  • Du, X., Jian, W., Zeng, Q., & Chang, Y. (2016). Religious influence, blockholder ownership, and corporate over-investment: evidence from Chinese Buddhism*. China Journal of Accounting Studies, 4(2), 109–142. https://doi.org/10.1080/21697213.2016.1196059
  • Efferin, S., & Hutomo, C. C. (2021). Spirituality, happiness and auditors’ commitment: an interbeing perspective. Accounting Auditing & Accountability Journal, 34(4), 701–730. https://doi.org/10.1108/aaaj-01-2020-4385
  • Paritta. (n.d.). Dhammanussati [Pali version]. In Sariputta (Version 4.9.12) [Mobile app]. Retrieved from https://play.google.com/store/apps/details?id=com.pmberjaya.sariputtacom.app&hl=id