Perkembangan Teori Efficient Market Hypothesis (EMH)
Teori Efficient Market Hypothesis (EMH) pertama kali dikemukakan oleh Eugene F. Fama pada tahun 1970. Fama mendefinisikan pasar efisien sebagai pasar di mana harga saham mencerminkan semua informasi yang tersedia. Dalam pasar yang efisien, tidak ada investor yang secara konsisten dapat menghasilkan keuntungan di atas rata-rata pasar dengan menggunakan informasi yang tersedia, karena harga saham selalu mencerminkan informasi tersebut.
Fama menyatakan bahwa dalam pasar efisien, harga saham bergerak mengikuti pola acak, yang berarti perubahan harga tidak dapat diprediksi secara pasti. Menurutnya, “the primary role of the capital market is allocation of ownership of the economy’s capital stock” (Fama, 1970). Teori ini mengimplikasikan bahwa investor tidak dapat mengalahkan pasar dalam jangka panjang, kecuali melalui keberuntungan atau mengambil risiko yang lebih tinggi.
Meskipun EMH telah menjadi dasar pemikiran dalam banyak teori keuangan, teori ini juga mendapat kritik. Salah satu kritik utama adalah dari psikolog keuangan yang memperkenalkan konsep behavioral finance. Menurut para kritikus ini, harga saham sering kali terdistorsi oleh psikologi investor, seperti overconfidence, herding behavior, dan bias kognitif lainnya (Tversky & Kahneman, 1978), sehingga pasar tidak selalu efisien.
Robert Shiller, pemenang Nobel Ekonomi yang juga mempelajari perilaku pasar, menyatakan bahwa “market efficiency theory has been one of the most remarkable empirical successes in the history of economics, yet it does not hold up well in explaining actual human behavior in financial markets” (Shiller, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun EMH memberikan kerangka kerja yang baik untuk memahami harga saham, teori ini tidak selalu akurat dalam menggambarkan realitas pasar.
EMH memberikan landasan penting dalam teori keuangan modern dan telah mempengaruhi cara pandang investor terhadap pasar saham. Teori ini mengajarkan bahwa informasi yang tersedia secara publik sudah tercermin dalam harga saham, sehingga sulit untuk mengalahkan pasar secara konsisten tanpa mengambil risiko yang lebih tinggi. Namun, munculnya behavioral finance memberikan perspektif baru yang mempertanyakan asumsi pasar efisien, dengan menunjukkan bahwa faktor psikologi juga berperan besar dalam pergerakan harga saham.
Referensi:
- Fama, E. F. (1970). “Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work.” The Journal of Finance, 25(2), 383-417.
- Shiller, R. J. (2000). “Irrational Exuberance.” Princeton University Press.
- Tversky, A., & Kahneman, D. (1978). Judgment under Uncertainty: Heuristics and Biases. Uncertainty in Economics, 5(1972), 17–34. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-214850-7.50008-5
Comments :