Sejarah Perkembangan Aktivitas Perekonomian Syariah (Bagian 1)
Untuk memahami konsep sejarah perkembangan perekonomian Islam atau bisa juga disebut dengan perekonomian syariah, maka bisa dimulai dengan melihat perkembangan perekonomian syariah tersebut pada masa awal perkembangan Sejarah Islam. Dimulai dengan masa awal setelah kenabian Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam. Yaitu 4 khalifah atau pemimpin utama yang menggantikan beliau. Tulisan ini mencoba mengulas secara singkat tentang perkembangan perekonomian syariah di masa 4 khalifah tersebut dengan fokus pada perekonomian syariah.
- Masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar
Dalam masa kepemimpinan beliau dilakukan beberapa hal yang menjadi fondasi dasar dari perekonomian syariah. Yaitu dilakukan kebijakan restorasi berkaitan dengan zakat, Dimana negara hadir dan menegaskan bahwa membayar zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam. Baik d masa kepemimpinan Nabi Muhammad maupun di masa setelah kepemimpinan Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam. Dalam masa tersebut terdapat sebagian masyarakat yang memandang bahwa kewajiban membayar zakat sudah tidak berlaku lagi dengan berakhirnya masa kenabian. Akan tetapi pandangan tersebut ditepis dengan kepemimpinan dan sikap tegas Khalifah Abu Bakar saat itu. Selain itu pula beliau menginisiasi pendirian dari Baitul maal yaitu tempat atau bangunan yang dipergunakan oleh pemerintah untuk menyimpan berbagai harta benda bergerak milik Masyarakat. Dalam masa Abu Bakar penataan Baitul maal dilakukan Dimana setiap harta yang didapatkan sebagai bagian dari penerimaan negara langsung segera disalurkan kepada pihak yang berhak untuk menerimanya.
- Masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab
Dalam masa kepemimpinan beliau, wilayah yang menjadi kekuasaan pemerintahan Islam yang berpusat di kota Madinah saat itu mengalami perluasan yang paling besar. Diantara wilayah baru yang menjadi kekuasaan saat itu adalah wilayah Yordania, Damaskus, Tikrit di Irak, Aleppo dan juga daerah Iran. Seiring dengan penambahan wilayah tersebut maka terdapat tambahan pemasukan bagi wilayah kekuasaan pemerintahan yang berasal dari pajak yang dinamakan dengan jizyah, atau pajak perlindungan yang diberikan bagi warga negara yang tidak beragama Islam. Sudah tentu pajak tersebut hanya diberlakukan bagi yang mampu membayar dan berada dalam kondisi sehat serta memiliki penghasilan. Bagi mereka yang sudah tua, tidak memiliki penghasilan atau focus dalam kegiatan agama seperti rabi atau pendeta dibebaskan dari pajak tersebut. Selain itu juga terdapat tambahan pemasukan dari property dan asset para penguasa Romawi tersebut yang menjadi bagian dari pemasukan negara. Meskipun begitu terdapat beberapa keringanan berkaitan dengan pajak jizyah tersebut, yaitu :
- Jizyah tidak dikenakan bagi mereka yang miskin dan tidak punya pekerjaan
- Jizyah tidak dikenakan bagi para pendeta yang hanya bertugas mengurus umatnya dan juga tinggal di tempat peribadatannya
- Jizyah tidak dikenakan bagi orang tua laki-laki ( yang sudah tua ) yang tidak bisa bekerja
- Jizyah tidak dikenakan bagi orang yang gila dan hilang ingatan.
Selain itu juga dalam kebijakannya beliau memberlakukan kebijakan yang ketat berkaitan dengan kepemilikan tanah dan aseet di wilayah baru pemerintahan Islam. Diantaranya adalah :
- Bahwa tidak semua lahan wilayah baru boleh dibagikan kepada para prajurit yang mendapatkan wilayah tersebut
- Perlunya untuk memperhatikan kesejahteraan masa depan
- Pentingnya keberadaan penduduk untuk menciptakan kemakmuran
- Pentingnya untuk menghidupkan lahan tidur untuk bisa dipergunakan
- Perlunya dicegah adanya perbedaan kelas yang besar dan tajam di kalangan Masyarakat
- Harta tidak boleh berada di dalam satu golongan saja atau golongan kaya saja.
Selain itu dalam kebijakan berkaitan dengan Baitul maal atau Lembaga yang mengelola harta negara, Khalifah Umar mendirikan satu kebijakan perlunya ada buku catatan atau diwan agar dapat diketahui kemana harta tersebut disalurkan. Dan dalam masa beliau tersebut juga diperkenalkan system pemberian tunjangan serta adanya pengelolaan jaminan sosial.
- Masa kepemimpinan Khalifah Utsman Bin Affan
Pada dasarnya kebijakan ekonomi yang diambil dalam masa kepemimpinan khalifah Utsman Bin Affan tidak terlalu berbeda jauh dengan yang diambil di masa khalifah Umar. Akan tetapi terdapat dua perbedaan utama berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh Khalifah Utsman, yaitu adanya Keputusan untuk menaikkan jatah pemberian kepada para ahlul fa’I serta juga Keputusan untuk menyewakan tanah fa’I kepada pihak swasta. Adapun argumentasi ekonomi mengapa Khalifah Utsman membagikan tanah kepada pihak swasta adalah sebagai berikut :
- Tanah yang diberikan kepada individu atas dasar kontrak sewa dengan menggunakan prinsip bagi hasil sementara kepemilikan penuh masih berada di tangan negara
- System yang baru ini akan memberikan insentif pribadi kepada pengelolanya yang diharapkan akan bisa meningkatkan produktivitas tanah dan juga akan bisa meningkatkan pendapatan yang dihasilkan dari tanah tersebut untuk negara, serta adanya pemberian izin dari pengolahan tanah dari negara kepada pihak individu maka akan mengurangi pengeluaran yang dilakukan oleh negara, serta
- Pada akhirnya hal ini akan membantu dalam meningkatkan pendapatan bersih negara. Hal ini terbukti dengan meningkatnya pendapatan negara dari sebelumnya 4 juta dirham per tahun maka meningkat menjadi 50 juta dirham setahunnya.
- Masa Kepemimpinan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Dalam masa kepemimpinan khalifah Ali Bin Abi Thalib pemikiran ekonomi yang dikembangkan adalah berkaitan dengan fungsi umum dari pemerintahan serta ditegaskannya berkaitan dengan pembagian struktur Masyarakat serta penegasan akan pentingnya kemakmuran masyarakat. ( mhy )
Referensi :
- Karim, A, Adiwarman ( 2022 ), “ Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Islam Pasca Kenabian, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Comments :