Untuk memahami tentang konsep Akuntansi untuk zakat, maka perlu dipahami dahulu konsep bagaimana harta bisa dikenakan zakat. Hal ini menarik untuk dibahas dalam segi Akuntansi karena zakat merupakan faktor yang berpengaruh pada pengurangan pajak penghasilan. Sepanjang tentunya zakat tersebut dibayarkan kepada Lembaga negara resmi yang menjadi amil zakat. Seperti di Indonesia dilaksanakan oleh BAZNAZ atau BAZDA yang dikelola oleh pemerintah daerah. Zakat merupakan hukum wajib yang perlu dilakukan oleh umat Islam. Salah satu kaidah yang penting berkaitan dengan pembayaran zakat adalah penegasan bahwa membayar zakat merupakan kewajiban yang penting bagi muslim, bahkan Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk menjadi Dermawan dalam melakukan pembelanjaan harta kekayaannya. Meskipun begitu dalam menjalankan kewajiban zakat tersebut umat Islam tetap harus hati-hati dan juga bisa memastikan bahwa asset dan pendapatan yang dihitung tidak berlebihan atau kewajiban dan juga pengeluarannya juga tidak berkurang. Atas dasar itulah maka terdapat beberapa persyaratan berkaitan dengan dikeluarkannya harta untuk zakat. Yaitu :

  1. Adanya kepemilikan yang sempurna. Yang dimaksudkan dengan kepemilikan yang sempurna adalah asset kekayaan tersebut haruslah total berada di bawah kekuasaan dari seseorang secara total tanpa ada hak orang lain yang ada di dalamnya. Hal itu membuat pemilik dari harta kekayaan tersebut dapat dengan mudah membelanjakan kekayaannya sesuai dengan keinginannya serta juga manfaat dari pembelanjaan kekayaan tersebut. Ini disebut juga dengan kondisi milkiyah tammah
  2. Asset yang dimiliki merupakan asset yang produktif atau juga berpotensi produktif. Adapun yang dimaksudkan dengan asset yang produktif adalah asset yang dalam proses perputarannya bisa memberikan hasil serta juga pendapatan sehingga tidak terjadi pengurangan atas nilai asset. Selain itu yang dimaksudkan dengan produktivitas asset adalah asset tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi asset yang produktif.
  3. Harta asset harus mencapai nisab. Yang dimaksudkan dengan nisab di sini adalah jumlah minimum asset yang dapat dikategorikan sebagai asset wajib zakat. Dalam syariat tentang zakat dikatakan bahwa asset yang terkena zakat harus mencapai nisab tertentu. Dengan begitu asset harus berada dalam kondisi surplus sehingga bisa menjadi obyek zakat.
  4. Asset yang surplus dikategorikan sebagai nonkebutuhan primer.
  5. Tidak ada tanggungan hutang. Yang dimaksudkan dengan asset wajib zakat adalah asset yang sudah dikurangi dengan hutang dan tetap bisa mencapai kondisi nisab.
  6. Kepemilikan asset haruslah satu tahun penuh. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa asset yang menjadi wajib zakat bukanlah asset yang mudah rusak atau busuk sehingga tidak perlu menjadi wajib zakat.

Adapun prinsip Akuntansi yang bisa dipergunakan dalam perhitungan untuk zakat adalah sebagai berikut :

  1. Prinsip tahunan. Adapun yang ingin ditekankan dalam prinsip ini adalah naik turunnya nilai asset yang dimiliki selama satu tahun berjalan tidak perlu menjadi pertimbangan dalam kewajiban zakat. Adapun yang terpenting adalah nilai asset pada akhir masa tahunan tersebut. Dengan adanya prinsip ini maka juga memastikan bahwa makanan atau pendapatan yang tidak biasa atau kebetulan tidak menjadi asset wajib zakat.
  2. Adanya prinsip standar asset yang produktif. Dalam prinsip Akuntansi untuk zakat ditegaskan bahwa sumber dana yang dipergunakan untuk zakat merupakan harta yang berkembang baik riil maupun tidak serta harta tersebut akan habis dalam masa setahun atau tidak. Adapun contoh asset produktif tersebut diantaranya adalah uang tunai atau Tabungan yang ada di bank serta surat berharga dan juga persediaa barang dagangan yang siap untuk dijual.
  3. Prinsip standar mencapai nisab. Prinsip ini pada dasarnya menegaskan bahwa yang bisa menjadi obyek zakat hanyalah asset yang bersifat surplus saja.
  4. Prinsip laba bersih. Dengan prinsip pendapatan bersih ini maka semua biaya produksi atau biaya pabrikasi tidak termasuk obyek zakat. Termasuk diantaranya adalah upah,overhead pabrik dan juga bahan baku dan pajak dan juga piutang yang tidak diharapkan bisa dikembalikan.
  5. Prinsip penentuan nilai dengan harga pasar. Dalam prinsip ini asset yang terkena zakat akan dinilai dengan harga pasar yang berlaku. Salah seorang tabi’in yaitu Jabir Bin Zaid berkata bahwa “ nilailah dengan harga yang ada pada saat tiba masa setahunnya ( haul) dan kemudian keluarkanlah zakatnya”.
  6. Penggunaan prinsip entitas atau entity concept

Referensi :

  • Mufraini, M Arief, Akuntansi Manajemen Zakat, Kencana Prena Media Group, 2008
  • Hafiduddin, Didin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah, Gema Insani Press, 2002