Dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis telah mendorong pertumbuhan perekonomian negara secara signifikan. Namun, perusahaan tidak dapat hanya berorientasi kepada laba dalam menjalani aktivitasnya, sehingga para pemimpin perlu membangun strategi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian pada lingkungan sekitar. Hal tersebut telah diungkapkan pada world data per tahun 2022 bahwa Indonesia telah menyumbang kenaikan carbon yang berdampak kepada penurunan kualitas kesehatan akibat polusi udara akibat produktivitas yang berlebih. Menanggapi permasalahan tersebut, beberapa pihak seperti pelaku industri, pemerintah, hingga masyarakat mulai mencanangkan perencanaan untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik tanpa merusak tatanan dan kondisi lingkungan yang dapat ditinggali oleh generasi mendatang. Hal tersebut telah menjadi perhatian Pemerintah Canada dengan menciptakan target 2030 emissions reduction plan, berupa penuruan 75% penggunaan oil and gas, 100% Light-duty Vehicle (LDV) untuk mencapai zero-emission, hingga investasi pada penggunaan teknologi agrikultur yang meminimalisir risiko climate change serta memastikan pemerataan energi hijau yang dapat diakses oleh seluruh pihak dalam beraktivitas (EY, 2023).

Dalam rangka meningkatkan awareness perusahaan untuk menjaga kondisi lingkungan, para pemimpin telah mengorientasikan tujuan perusahaan yang tidak hanya terpaku pada laba, melainkan pada ESG (Environment, Social, and Governance). Menurut EY (2023) ESG seringkali digunakan untuk mendukung kinerja perusahaan yang terpaku pada sustainability dan tanggung jawab perusahaan (Corporate Responsibility). Untuk mencapai tujuan yang berdampak pada kesejahteraan dan Pembangunan kehidupan secara berkelanjutan, perusahaan membutuhkan alat ukur yang memadai untuk melakukan evaluasi dan analisis pada aktivitas yang telah berlangsung, dimana salah satunya dengan mengadopsi ESG Metrics yang memperlihatkan hasil dari kegiatan operasional dan tindakan yang tepat dengan mengacu pada ketiga elemen utama yang terdiri dari:

Environmental: Kriteria yang menjadi landasan bagi organisasi untuk mengevaluasi seberapa besar keberlanjutan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan, dimana setiap aktivitas meliputi potential risk dan peluang yang berpotensi menyebabkan permasalahan pada kondisi lingkungan, seperti climate change, water issue, carbon footprint, dan penggunaan energi lain yang merusak lingkungan serta mengambil sumber daya alam secara berlebih. Beberapa contoh yang menjadi faktor untuk meningkatkan kondisi lingkungan adalah pemanfaatan energi secara efisien, waste management, air and water pollution, mengurangi carbon footprint (Greenhouse gas emissions), dan lainnya.

Social: Pada kriteria tersebut menunjukan bagaimana perusahaan mampu memperlakukan para pemangku kepentingan yang terdiri dari beberapa kelompok berbeda, seperti karyawan, pelanggan, supplier, dan komunitas ditengah keberagaman dan inklusi. Beberapa perusahaan telah merekrut pegawai disabilitas untuk memberikan kesempatan bagi mereka memperoleh nafkah dengan keadilan yang merata tanpa melihat perbedaan dari fisik maupun psikis, dimana hal tersebut menunjukan kepedulian perusahaan dalam membangun kehidupan yang lebih baik di seluruh kalangan tanpa membedakan siapapun (Dannouni et al., 2023).

Governance: Kriteria tersebut mencerminkan efektivitas perusahaan dalam beroperasi dengan berlandaskan pada kebijakan yang diadopsi untuk meningkatkan pengendalian internal serta praktik bisnis yang tidak melanggar hukum dan kode etik. Terbentuknya transparansi dan integritas bisnis meningkatkan kepercayaan informasi, khususnya informasi keuangan yang dihasilkan oleh bisnis bagi para pemangku kepentingan untuk pengambilan keputusan lebih lanjut.

 

 

 

 

 

Gambar 1. Pertumbuhan Carbon Emission di Indonesia (World Data)

Referensi