Pajak di Indonesia, sejak zaman kerajaan dikenal sebagai upeti, merupakan kontribusi finansial yang terus harus dibayarkan oleh rakyat kepada istana untuk mendukung operasional kerajaan. Saat kedatangan Belanda, sistem perpajakan mengalami modernisasi dengan penerapan tarif pajak yang bervariasi sesuai dengan kewarganegaraan penduduk Indonesia. Walaupun sering disalahgunakan oleh pemerintah Belanda selama masa penjajahan, sistem perpajakan saat ini telah mengalami peningkatan struktur dan ketatnya pengaturan melalui undang-undang yang berlaku.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia terus mengadaptasi sistem pemungutan pajak yang diperkenalkan oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1983, terjadi perubahan dari sistem penilaian resmi (official assessment) menjadi sistem penilaian mandiri (self-assessment), di mana wajib pajak memegang tanggung jawab penuh untuk menentukan jumlah pajak yang harus mereka bayarkan. Pajak saat ini bersifat variabel, disesuaikan untuk setiap individu atau entitas, termasuk pajak kendaraan bermotor, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak daerah, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional, pajak kendaraan bermotor, bea masuk, cukai, dan pajak penjualan atas barang mewah.

Dasar hukum perpajakan Indonesia terdapat dalam Pasal 23A UUD 1945, yang memberikan wewenang untuk memungut pajak secara wajib dan digunakan untuk mendukung keperluan negara. Rincian lebih lanjut mengenai peraturan perpajakan diatur dalam UU No.28 tahun 2007. Pendapatan yang diperoleh dari pajak tidak hanya menjadi salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dan penyediaan fasilitas umum yang meningkatkan kualitas hidup mereka serta memajukan pembangunan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Referensi:

Image Source: Google Images