Maraknya penipuan dalam hal keuangan masih terus terjadi di Indonesia. Mulai dari yang sederhana seperti penipuan dalam hal pinjaman simpan pinjam melalui koperasi, penipuan dalam hal pinjaman kartu kredit, bahkan kini meningkat seiring dengan merebaknya bisnis digital dengan penipuan investasi binomo hingga penipuan dalam bisnis cryptocurrency. Yang lebih mengerikan juga perampokan rekening nasabah melalui link abal-abal undangan pernikahan. Ini membuktikan bahwa tantantan literasi keuangan di Indonesia menjadi hal yang sangat serius dan seharusnya mendapatkan perhatian dari pihak regulator. Rendahnya tingkat literasi keuangan akan memberikan dampak pada buruknya keputusan akan investasi yang perlu diambil oleh kalangan Masyarakat.

Tingkat lterasi keuangan Masyarakat Indonesia boleh dibilang masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningtyas di tahun 2011 dikatakan bahwa riset yang dilakukan oleh Household Balance Sheet Survey serta Bank Indonesia menunjukkan bahwa dalaam periode tersebut hanya 19,58% dari rumah tangga yang bisa memiliki akses kepada perbankan atau layanan perbankan. Sedangkan lebih dari 70% dari Masyarakat Indonesia mendapatkan akses layanan keuangan dari berbagai Lembaga yang informal, seperti koperasi simpan pinjam, warung, rentenir dan kni juga pada akses pinjaman berbasis digital atau online. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh OJK di tahun 2016 terlihat bahwa tingkat literasi keuangan dari Masyarakat Indonesia berada pada posisi yang paling rendah di kawasan ASEAN, yaitu sekitar 29,7%. Bahkan Indonesia berada pada posisi yang lebih rendah dari Malaysia yaitu 66% dan juga Thailand yang mencapai 73%. Kurangnya kemampuan dalam tingkat literasi keuangan ini membuat Masyarakat Indonesia berada pada posisi yang rentan untuk menjadi korban kejahatan keuangan. Dalam skala generasi tingkat literasi keuangan paling rendah terlihat pada generasi millennial dimana tingkat literasi keuangan mereka hanya 24 %. Hal ini ironis karena secara umum generasi ini merupakan generasi yang aktif secara keuangan dimana memiliki tingkat kepemilikan akan kartu kredit yang tinggi. Hal ini semua menunjukkan alasan yang membenarkan hasil riset dari OCBC NISP yang dilakukan di tahun 2021` bahwa tingkat literasi keuangan Masyarakat Indonesia berada pada posisi 37, 72 dari skala 100 mendapatkan pembenaran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohendi et al ( 2021 ) terlihat bahwa banyak Masyarakat Indonesia yang masih mudah terjerat berbagai kasus investasi bodong. Atau praktek penipuan dengan menggunakan baju investasi. Tingkat literasi keuangan dari Masyarakat yang masih rendah membuat banyak dari mereka yang mudah tertipu dengan berbagai produk “ investasi “ yang sebenarnya bukan merupakan produk investasi. Banyak dari kalangan masyarakat yang hanya mengenal istilah high risk dan high return dalam dunia investasi akan tetapi tidak begitu memahami makna dari istilah tersebut secara riil.

Pentingnya literasi keuangan di Indonesia sangat diperlukan dalam rangka untuk membantu Masyarakat Indonesia dapat menentukan kebutuhan investasi yang diperlukan oleh mereka secara tepat serta juga mengetahui kebutuhan apa yang mereka perlukan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Pada dasarnya tingkat literasi keuangan Masyarakat Indonesia dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :

  1. Kondisi well literate. Ini merupakan kondisi dimana masyarakat memiliki pengetahuan dan juga keyakinan berkaitan dengan produk keuangan dan juga jasa keuangan serta memiliki keterampilan berkaitan dengan penggunaan jasa keuangan. Jumlah mereka adalah sekitar 21,78 % dari total jumlah Masyarakat Indonesia yang memahami tentang produk-produk keuangan.
  2. Kondisi sufficient literate. Jumlahnya sekitar 75 %. Mereka merupakan golongan Masyarakat yang memiliki pengetahuan berkaitan dengan produk keuangan dan juga jasa keuangan serta juga produk dari jasa keuangan tersebut.Selain itu juga memahami juga kaitannya dengan hak dan kewajiban terkait dengan resiko keuangan
  3. Kondisi less literate. Hanya mengenal produk yang dikeuarkan oleh Lembaga keuangan tanpa memiliki pengetahuan tentang produk tersebut seperti apa.
  4. Kondisi not literate. Merupakan kondisi yang paling parah, dimana tidak mengenal produk dan jasa keuangan sama sekali.

Dari kondisi tersebut dapat terlihat bahwa mayoritas Masyarakat Indonesia yang memahami tentang konsep keuangan hanya berada pada kondisi yang sufficient. Artinya kondisi pemahaman keuangan secara mendasar. Ini membuat Masyarakat Indonesia berada pada posisi yang rentan bila berhadapan dengan produk-produk keuangan yang tampil secara lebih kompleks, seperti yang terjadi pada kasus DNA Pro, Binomo, bahkan juga penipuan dengan berbaju investasi berbasis kriptocurrency. Karena itulah pemahaman tentang ilmu keuangan dan investasi menjadi sangat penting bagi kalangan Masyarakat Indonesia ( mhy )

Image Source: Google Images