Tindakan kejahatan telah semakin marak terjadi dalam dunia nyata, dimana dengan adanya perencanaan yang disengaja untuk mengambil keuangan perusahaan secara ilegal, berdampak kepada penyajian laporan keuangan (Hribar et al., 2014). Berdasarkan laporan ACFE, (2022) menginformasikan bahwa dasar dari terjadinya kecurangan digambarkan dalam bentuk Fraud Tree yang terdiri dari material misstatement, corruption, and fraudulent statement yang merugikan baik bagi perusahaan maupun pihak pemangku kepentingan lainnya berupa investor, kreditur, dan masyarakat. Pelaku dalam melancarkan aksinya didasari dari keinginan kuat yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan ilegal, sehingga dengan mempelajari pengonsepan model kecurangan (Fraud Triangle, Diamond, dan sebagainya) akan sangat membantu forensik maupun auditor dalam meninjau aktivitas ilegal tersebut (Sari & Nugroho, 2020).

Terdapat berbagai contoh kasus yang dapat dikaitkan dengan fraud pentagon theory, seperti kasus salah satu perusahaan penerbangan di Indonesia yang melakukan manipulasi laporan keuangan dengan melibatkan jajaran pimpinan direksi hingga para auditor dari Kantor Akuntan Publik yang berdampak kepada kerugian dalam jumlah besar. Membahas lebih lanjut, Salah satu industri yang bergerak di penerbangan Indonesia telah beroperasi hingga saat ini dengan membawa banyak tourist hingga sampai ditempat tujuan. Namun, pada laporan keuangan tahun 2018 ditemukan tingkat laba yang sangat tinggi, dimana bila dibandingkan pada periode sebelumnya di tahun 2017 menunjukan angka kerugian yang mencapai triliunan. Hal tersebut mengundang kecurigaan terhadap pengelolaan manajemen perusahaan dalam menjalani operasional, terlebih kepada para akuntan yang melakukan pencatatan transaksi atas penyajian laporan keuangan. Selain itu, dengan adanya peran auditor yang bertanggung jawab dalam melaksanakan audit atas penyajian laporan keuangan dengan menganalisis sistem pengendalian internal yang berlangsung dalam perusahaan menjadi sebuah pertanyaan besar akan bagaimana mungkin auditor melewatkan suatu hal yang terlihat jelas didepan mata.

Setelah dilaksanakan penyelidikan lebih lanjut dan dipanggil oleh tim OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BEI (Bursa Efek Indonesia), terdapat ketidaksesuaian pencatatan laporan keuangan dengan ketentuan PSAK No 72 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), sehingga terdapat beberapa pihak yang terlibat pada kecurangan tersebut, yaitu para dewan direksi yang diminta mempertanggung jawabkan perbuatannya, para auditor yang melaksanakan audit dikenakan sanksi, dan pihak lainnya yang turut terlibat pada kecurangan yang memanipulasi laporan keuangan tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bagaimana peranan dari para pemimpin dalam mengambil keputusan, memanfaatkan posisi yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan tanpa memikirkan kondisi pasar, investor, dan masyarakat, sehingga kerugian tersebut pada akhirnya berdampak juga kepada perusahaan.

REFERENSI

  • ACFE. (2022). Occupational Fraud 2022: A Report to the nations. Acfe, 1–96.
  • Hribar, P., Kravet, T., & Wilson, R. (2014). A new measure of accounting quality. Review of Accounting Studies, 19(1), 506–538. https://doi.org/10.1007/s11142-013-9253-8
  • Sari, S. P., & Nugroho, N. K. (2020). Financial Statements Fraud dengan Pendekatan Vousinas Fraud Hexagon Model: Tinjauan pada Perusahaan Terbuka di Indonesia. 1st Annual Conference of Ihtifaz, 409–430. http://seminar.uad.ac.id/index.php/ihtifaz/article/download/3641/1023

Image Sources: Google Images