Seperti diketahui bersama bahwa sejak tanggal 24 Februari 2022 telah terjadi perang dalam skala besar di Kawasan Eropa, yaitu sejak invasi Rusia terhadap Ukraina. Hal ini membuat kawasan Eropa bagian Timur mengalami ketegangan politik yang cukup besar. Dan pertama kalinya sejak krisis serbuan Jerman ke Polandia pada tahun 1939 yang menghasilkan perang dunia kedua. Invasi ini megnghasilkan perang dalam skala yang cukup besar di Eropa pasca perang dunia ke dua, meskipun sebelumnya juga telah terdapat perang di Kawasan Eropa bagian timur, seperti perang  Bosnia dan Kroasia  yang disebabkan pecah dan retaknya federasi Yugoslavia pada era 1990an. Invasi ini menyebabkan banyak negara di Kawasan Eropa yang terkejut serta sama sekali tidak menyangka bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina berkaitan dengan ekonomi dan juga keinginan Ukraina bergabung dengan NATO  akan berakhir dengan keputusan Rusia di bawah Presiden Putin untuk menginvasi Ukraina. Dalam krisis yang pernah terjadi sebelumnya di belahan dunia lain, yaitu negara Teluk konflik sengketa harga minyak antara Irak dengan LKuwait juga berlanjut dengan keputusan Irak untuk menginvasi Kuwait di tahun 1990. Meskipun  begitu menurut pakar ekonomi dari Kosminsky University Dr Piotr Seierdjan dalam ceramahnya di BINUS University kampus Senayan dikatakan bahwa invasi ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sebab dalam beberapa tahun terakhir telah terlihat beberapa gejala yang menunjukkan bahwa Rusia menunjukkan kekuatannya sebagai satu negara adidaya warisan Uni Soviet . Diantaranya adalah adanya invasi dalam skala kecil yang dilakukan oleh Rusia pada periode 1999-2000 ke negara Chechnya serta pada tahun 2014 melakukan aneksasi ke Kawasan Krimea. Pihak Eropa dalam merespons invasi Rusia yang terakhir ini ke Ukraina melakukannya secara perlahan-lahan. Bahkan responnya terkesan sangat hati-hati. Hal ini terjadi karena banyaknya ketergantungan pihak Eropa terhadap Rusia. Diantaranya adalah ketergantungan dalam hal gandum, minyak mentah, emas dan juga hasil laut. Hal ini tidak mengherankan karena dalam periode 2001 hingga 2021 banyak negara-negara di Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa serta United Kingdom yang melakukan pengurangan produksi domestic mereka dan justru meningkatkan ketergantungan mereka dalam bidang energi dan bahan pokok, seperti gandum dari pihak Rusia. Jumlah import gas dari Rusia yang dikonsumsi oleh pihak Uni Eropa adalah meningkat selama 40 % dalam 10 tahun terakhir.

Dampak Ekonomi Perang Rusia-Ukraina

  1. Bagi Eropa.
    Sejak meletusnya perang pada akhir Fenruari 2022 hingga sekarang, telah terdapat beberapa dampak yang terasa di negara-negara di Eropa dengan berkepanjangannya konflik antara Rusia dengan Ukraina. Diantaranya adalah dengan meningkatnya harga gas dan listrik di Kawasan Uni Eropa serta juga meningkatnya harga bahan bakar di Kawasan tersebut. Meskipun begitu untuk menekan keresahan sosial di beberapa negara, seperti di Polandia maka kebijakan perpajakan yang rendah juga diterapkan di negara tersebut. Selain itu juga terdapat masalah pengungsi dari Ukraina yang datang ke negara-negara di Kawasan Eropa, seperti Polandia. Kurang lebih 8 juta pengungsi dari Ukraina sudah datang ke negara-negara Kawasan Uni Eropa seiring dengan perang Rusia dan Ukraina. Dikhawatirkan dengan semakin memburuknya perang yang ditandai adanya kehancuran berbagai infrastruktur di Ukraina maka akan memberikan peningkatan pada laju pengungsi lagi ke depannya.
  1. Bagi dunia.
    Adanya potensi krisis pangan yang dapat terjadi. Berdasarkan data dapat dikatakan bahwa Rusia dan Ukraina merupakan dua negara yang sama-sama menjadi pengeksport gandum yang utama di dunia. Pasar eksport kedua negara tersebut untuk hasil gandum mereka adalah ke Mesir, Indonesia dan juga Turki. Bila perang berkepanjangan maka Rusia akan kesulitan untuk mengeksport gandumnya karena adanya sanksi ekonomi dari beberapa negara di blok barat yang dpimpin oleh Amerika Serikat sementara Ukraina akan mengalami kesulitan produksi karena sepertiga dari lahan gandumnya akan rusak karena perang. Rusia diketahui memproduksi 7,3 milyar dollar produksi gandum dunia atau sekitar 13,1 % dari total eksport gandum yang ada di seluruh dunia. Sementara Ukraina mengeksport 8,5% dari total gandum yang ada di seluruh dunia. Krisis ini membuat juga harga gandum mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan harga gandum dalam 60 tahun terakhir: Dampak lain yang bisa terjadi adalah potensi adanya depresi baru yang mungkin terjadi bila krisis pangan tersebut terjadi secara berkepanjangan. Apalagi pergerakan ekonomi Rusia kini menjadi terbatas akibat banyaknya sanksi yang dijatuhkan kepada negara tersebut sehingga kegiatan perdagangan negara tersebut hanya terjadi melalui Cina dan India yang kini menjadi mitra utama mereka . bagi kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia perang yang berkepanjangan akan memberikan pukulan baru bagi perekonomian yang baru mulai bergerak pasca pandemi. Hal ini karena Rusia merupakan mitra dagang Asia Tenggara yang cukup besar dimana kegiatan perdagangan antara Rusia dengan negara-negara Asia Tenggara telah mencapai 19 milyar Dollar. ( mhy )

Referensi :

  • Bakrie, C.R, et al ( 2022”,Pengaruh Perang Rusia-Ukraina Terhadap Perekonomian Negara-negara Asia Tenggara “, Jurnal Caraka Prabu Vol 6 no 1
  • Sieradzan, P, “ Consequences Of Current Situation In Eastern Europe From European Economic and Geopolitical Perspective”, paper presented in BINUS International Lecture Week

Image Sources: Google Images