Sebuah riset dilaksanakan terhadap auditor dengan 2 jenjang pengalaman yang berbeda untuk menguji professional scepticism yang mereka miliki ketika melaksanakan audit. 2 jenjang pengalaman tersebut merupakan junior auditor (atau dalam penelitian disebut sebagai staf auditor) dan senior auditor yang memiliki posisi di salah 3 dari Big 5 kantor akuntan publik (ketika masih ada Arthur Andersen) sebagai peserta dalam penelitian.

Diambil peserta sebanyak 294 auditor namun dibuang 109 peserta karena gagal menjawab pertanyaan cek manipulasi dengan benar dan jawaban dari seorang peserta merupakan data yang keliru secara signifikan, sehingga menghasilkan ukuran sampel akhir sebanyak 184. Para peserta memiliki umur yang bervariasi dari 20 sampai 43 tahun dengan rata-rata sebesar 25.1 tahun, sehingga menunjukkan lebih banyaknya auditor yang relatif muda. Dari semua peserta menilai bahwa usaha yang diperlukan untuk mengerjakan eksperimen sebesar 7.7 dan penilaian kedekatan terhadap dunia nyatanya atau kasus nyatanya setinggi 6.9.

Eksperimen yang dilaksanakan terdapat 3 studi kasus, di mana yang pertama diberitahu bahwa risiko audit rendah (Kasus A), yang kedua risiko audit menengah-tinggi (Kasus B), dan yang ketiga tidak diberitahu sama sekali risiko auditnya (Kasus C). Mengingat kembali bahwa terdapat juga auditor yang berada pada 2 jenjang pengalaman yang berbeda, di mana satu berjabat sebagai staf dan lainnya sebagai senior.

Kasus studi yang disampaikan sebagai eksperimen berkaitan dengan konfirmasi eksternal mengenai piutang usaha, di mana dari 350 akun dengan total $ 1.4 juta, terdapat 300 yang tidak ada perbedaan & dibalas pada konfirmasi pertama, 20 yang tidak ada perbedaan & dibalas pada konfirmasi kedua, 20 di mana jumlah sudah tertagih setelah tutup buku, dan 5 ditemukan surat penagihan yang bersangkutan. Sisa 5 dibawakan oleh manajer dari departemen penjualan untuk keperluan negosiasi terhadap perjanjian penjualan.

Dilihat dari perspektif jenjang pengalaman, para senior auditor secara keseluruhan memang memiliki professional scepticism yang lebih rendah dibandingkan dengan staf auditor. Fenomena ini disebabkan oleh pengalaman di mana selama para senior auditor menyediakan jasa audit, tidak pernah terjadinya penipuan korporat, maka membuat para senior auditor melengah, dibandingkan dengan staf auditor yang masih relatif baru dalam menyediakan jasa audit. Apabila dibandingkan secara hasilnya, auditor yang diserahkan kasus C (tidak diberitahu) memiliki skeptisisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus A (risiko rendah) dan lebih rendah dibandingkan dengan kasus B (risiko menengah-tinggi). Didapatkan juga bahwa auditor pada kasus A dipengaruhi juga kualitas audit secara negatif dan signifikan.

Referensi:

  • Payne, E. ., & Ramsay, R. J. (2005). Fraud risk assessments and auditors’ professional skepticism. Managerial Auditing Journal, 20(3), 321–330. https://doi.org/10.1108/02686900510585636