Dalam menilai nilai narsisisme, digunakan NPI (Narcissistic Personality Inventory) yang sekarang menjadi kuesioner utama yang digunakan secara luas. Dalam kuesioner tersebut terdapat 54 item yang memang sudah berdasarkan dari 4 dimensi yang telah disebutkan sebelumnya. Dari yang didapatkan dari hasil kuesioner, akan dikembangkan supaya menjadi sebuah nilai narsisisme secara keseluruhan untuk masing-masing responden CEO. Nilai narsisisme tersebut akan berskala dari 0 sampai 20, dan didapatkan bahwa rata-rata nilai di antara CEO yang disampaikan kuesioner merupakan 7.1.

Setelah penelitian, memang terdapat hubungan yang positif antara narsisisme CEO dengan kejadian penipuan. Selain itu diketahui juga bahwa usia dari CEO dan masa jabatannya tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya penipuan, dengan perkecualian perusahaan dalam industri peralatan.

Sebagai seorang eksekutif perusahaan terbuka, seorang CEO yang narsis akan berusaha untuk meningkatkan performa dari perusahaannya atau membuat laporan tahunannya terlihat bagus supaya mendapatkan lagi perhatian dari pihak luar, sehingga CEO yang bersangkutan pun menjadi lebih ekspos secara publikasi. Dari mencapai target-target yang ditentukan oleh perusahaan, CEO akan mendapatkan komisi dan bonus yang lebih dan sehingga memusatkan juga perhatian kepada para CEO. Dalam berjuang untuk mencapai hal-hal tersebut, CEO akan melakukan penipuan dengan rasionalisasi apa pun yang terjadi, CEO yang bersangkutan harus mendapatkan perhatian yang lebih banyak.

Berdasarkan Emmons, hal-hal yang berkaitan dengan 4 dimensi yang telah disebutkan dan dijelaskan olehnya merupakan hal-hal yang dapat semakin mendorong narsisisme seorang CEO. Untuk dimensi otoritas terdapat seperti kekuasaan yang dimiliki oleh CEO, publikasi yang berkaitan dengan CEO dikarenakan jabatannya, atau mungkin secara internal perhatian yang didapatkannya sebagai seorang eksekutif. Untuk keunggulan, CEO akan merasa bahwa dia di atas semuanya atau lebih kapabel dibandingkan orang lain, sehingga semakin mendorong ego sendiri. Ketiga terdapat kekaguman terhadap diri sendiri karena menganggap diri sendiri itu hebat dan unik dibandingkan dengan individu lainnya. Akhirnya ada hak seperti fasilitas yang disediakan oleh perusahaan dikarenakan posisinya tersebut.

Referensi:

  • Rijsenbilt, A., & Commandeur, H. (2012). Narcissus Enters the Courtroom: CEO Narcissism and Fraud. Journal of Business Ethics, 117(2), 413–429. https://doi.org/10.1007/s10551-012-1528-7