Yang kedua ada Hong Kong. Sebenarnya dalam hal tata kelola dan struktur keuangan dari perusahaan-perusahaan di Hong Kong, sudah bisa dibilang unggul dibanding dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itulah Hong Kong diserahkan otonomi khusus karena dilihat menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar China sebelumnya. Hong Kong memang sudah memiliki berbagai jenis kode etika sebagai aturan dalam persyaratan IPO. Meskipun dengan begitu banyaknya perkembangan dibanding dengan negara-negara lain, Hong Kong tetap terus membarui persyaratannya untuk mengikuti praktik terbaik secara internasional  dan terus menjadi pusat keuangan di Asia.

Yang ketiga terdapat Indonesia. Sejak tahun krisis keuangan Asia 1999, Indonesia telah melaksanakan berbagai perkembangan yang drastis mengenai tata kelola perusahaan. Salah satunya ada membentuk komite khusus untuk tata kelola perusahaan, dengan nama Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dan menyusun kerangka untuk GCG pada tahun yang sama, yang kemudian direvisikan pada tahun 2006. Pada tahun 2006, secara regulasi terus dikembangkan, terutama terhadap pertanggungjawaban anggota dewan. Sebagai pihak otoritas yang mengurus pasar modal, Bapepam-LK juga terus mengimplementasikan regulasi untuk terus memperbaik tata kelola di Indonesia dan juga mengembangkannya.

Keempat ada Filipina. Mulai melaksanakan reformasi tata kelola pada tahun 2000 dengan menerbitkan Securities Regulation Code. Regulasi tersebut memberikan kekuasaan kepada otoritas pasar modal dan juga membangun berbagai regulasi untuk menjaga pemegang saham minoritas. Dalam kode tersebut ada dispesifikkan bahwa dalam dewan direktur setidaknya harus ada 2 direktur independen atau direktur independen terdiri dari setidaknya 20% segala dewan direksi, dan juga lainnya. Selain itu, mengimplementasikan juga IFRS pada tahun 2005 sehingga memperbaik lagi tingkat pengungkapan, kualitas laporan keuangan, dan transparansi.

Terakhir ada Thailand. Thailand sendiri, seperti negara lainnya di Asia, mulai secara pesat mengembangkan regulasi mengenai tata kelola setelah krisis keuangan Asia 1998. Thailand sudah ada kerangka mengenai hal-hal berkaitan pada tahun 1992, namun sebelumnya para regulator, perusahaan, dan investor tidak terlalu memperhatikan tata kelola, yang semakin dikelabui oleh cepatnya perkembangan pasar modal di Asia. Menghadapi krisis keuangan dan kelemahan dari tata kelola tersebut, dibentuk juga beberapa institusi, salah satunya Institusi Direktur Thailand. Kemudian ada lagi Komite Nasional Tata Kelola pada tahun 2002, di mana mayoritas dari institusi-institusi tersebut memusatkan perhatian pada mengembangkan tata kelola yang ada di negara tersebut.

Referensi:

  • Cheung, Y. L., Connelly, J. T., Estanislao, J. P., Limpaphayom, P., Lu, T., & Utama, S. (2014). Corporate Governance and Firm Valuation in Asian Emerging Markets. CSR, Sustainability, Ethics and Governance, 27–53. https://doi.org/10.1007/978-3-642-44955-0_2

Image Sources: Google Images