Salah satu teori yang banyak digunakan ketika melakukan penelitian tentang perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu adalah Social Cognitive Theory/Teori Kognitif Sosial dengan variablenya yaitu Self-efficacy. Teori kognitif social diperkenalkan oleh (Bandura, 1991), teori ini menyoroti pertemuan yang kebetulan dan kejadian tak terduga meskipun pertemuan dan peristiwa tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya berperan lebih kuat dibanding peristiwa itu sendiri (Wang, Hung and Huang, 2019).

Beberapa asumsi awal dan mendasar dari teori kognitif sosial Bandura adalah Learning Theory (teori pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari itu semua adalah adanya pengalaman-pengalaman tak terduga. Teori kognitif sosial Bandura juga mengambil sudut pandang manusia sebagai agen terhadap dirinya sendiri, artinya bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melatih kendali atas hidupnya (Wang, Hung and Huang, 2019). Bandura (2001) yakin bahwa manusia adalah makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif dan mengorganisasikan dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan konsekuensi yang diinginkan (Wang, Hung and Huang, 2019). Salah satu variable yang ada dalam teori kognitif sosial ini adalah self-efficacy.

Self-efficacy merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self-efficacy juga merupakan perasaan optimis mengenai diri kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, self-efficacy adalah sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Self-efficacy tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan. Keberhasilan juga termasuk kedalam purpose yang ingin dicapai oleh seseorang.

Terdapat dua komponen atau dimensi dalam self-efficacy yaitu:

  1. Efficacy expectations: kepercayaan bahwa ia bisa melakukannya atau tidak.
  2. Outcome expectations: perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan

Self-efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Setiap tingkah laku, bisa tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, atau sosial dipengaruhi oleh self-efficacy. Keyakinan terhadap self-efficacy mempengaruhi tindakan yang dipilih, usaha yang diberikan untuk aktivitas tertentu, kegigihan mengatasi hambatan & kegagalan, dan kemampuan beradaptasi setelah mengalami kegagalan.

Referensi:

  • Bandura, A. (1991) ‘Social cognitive theory of self-regulation’, Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), pp. 248–287. doi: 10.1016/0749-5978(91)90022-L.
  • Wang, S., Hung, K. and Huang, W. J. (2019) ‘Motivations for entrepreneurship in the tourism and hospitality sector: A social cognitive theory perspective’, International Journal of Hospitality Management, 78(November 2018), pp. 78–88. doi: 10.1016/j.ijhm.2018.11.018.

Image Sources: Google Images