Pajak Karbon merupakan pajak yang telah terbit melalui sebuah Undang – Undang baru yaitu Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak Karbon akan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April 2022 yang akan dimulai pada sektor PLTU dan batubara. Pajak Karbon sendiri terbit dan dapak digunakan sebagai alat untuk mengetahui biaya eksternal dari emisi gas rumah kaca. Menurut suatu studi di Australia, pajak karbon merupakan suatu kebijakan yang efektif terutama dalam meminimalisir pembuatan produk batubara dan juga minyak bumi dalam industri pertambangan dikarenakan efek pembakaran dari fosil tersebut dapat dilepaskan sebagai CO2 yang memicu timbulnya emisi karbon yang berlebih.

Di Indonesia sendiri, tercatat pada tahun 2017 telah menghasilkan sebanyak 1.150 juta ton emisi karbon CO2 (Badan Pusat Statistik, 2019). Dengan di terbitkannya pajak karbon ini, dapat meningkatkan biaya produksi yang juga dapat menyebabkan kenaikan harga suatu produk.  Namun secara tidak langsung, dengan di terbitkannya pajak karbon ini dapat membuat para masyarakat yang akan menjalankan aktivitasnya harus berhati – hati dan akan mulai untuk melakukan pencegahan berlebihan dalam menciptakan emisi karbon. Emisi karbon sendiri dapat menyebabkan perubahan iklim pada dunia dan juga pemanasan global. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengharapkan dengan adanya perpajakan untuk emisi karbon dapat merubah prilaku aktivitas ekonomi seperti dari perusahaan PLTU , batubara dan yang lainnya penghasil yang berpotensi menghasilkan emisi karbon

Reference:

  • Agustinus Imam Saputra. (2021). Pajak Karbon Sebagai Sumber Penerimaan Negara Dan Sistem Pemungutannya. Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia. Vol 3 No 1. Pp 57 – 70.
  • Badan Pusat Statistik. (2019). Emisi Gas Rumah Kaca Menurut Jenis Sektor (Ribu Ton CO2e), 2001 – 2007. https://www.bps.go.id/statictable/2019/09/24/2072/emisi-gas-rumah-kaca-menurut-jenis-sektor-ribu-ton-co2e-2001-2017.html

Image Sources: Google Images