Seperti yang kita ketahui bahwa, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan Undang – Undang baru yaitu tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2021. Dalam pengesahan Undang – Undang baru ini, ada beberapa hal yang diubah dan juga ditambah dikarenakan hal ini bertujuan untuk dapat memulihkan perekonomian Indonesia yang sempat terkena dampak dari virus Covid-19.

Dalam UU HPP ini terdapat perubahan 2 skema ketentuan sanksi dari UU KUP antara lain:

  • Sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT. PPh kurang dibayar dan PPh kurang dipotong dikenakan bunga per bulan sebesar suku bunga acuan (yang berlaku di pasar) serta uplift factor 20%, untuk PPh dipotong tapi tidak disetor dan PPN dan PPnBM kurang dibayar menjadi 75%.
  • Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan ataupun pengadilan mengusuklan ketetapan dari Direktorat Jenderal Pajak. Untuk Keberatan menjadi 30%, mengajukan banding dan peninjauan kembali menjadi 60%.

Tidak hanya itu, Undang – Undang HPP ini juga merubah besaran sanksi untuk kerugian negara. Hal – hal yang berubah antara lain:

  • Pidana Pajak Kealpaan yang sebelumnya di UU KUP diharuskan untuk membayar pokok pajak dan ditambah dengan sanksi 3 kali dari pajak kurang bayar, dalam UU HPP ini menjadi berubah dengan hanya cukup membayar pokok pajaknya saja dan juga sanksi 1 kali dari pajak kurang bayar.
  • Pidana pajak kesengajaan yang sebelumnya di UU KUP diharuskan untuk membayar pokok pajak ditambah dengan sanksi 3 kali dari pajak kurang bayar, dalam UU HPP juga sama berubah menjadi hanya membayar pokok pajak dan sanksi 1 kali dari pajak kurang bayar.
  • Pidana pajak pembuatan faktur pajak juga berubah yang dimana awalnya harus membayar pokok pajak dan ditambah dengan sanksi 3 kali dari pajak kurang bayar, menjadi hanya cukup dengan membayar pokok pajak ditambah dengan sanksi 1 kali saja dari pajak kurang bayar.

Reference:

Image Sources: Google Images