Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah perusahaan penerbangan komersial pertama di Indonesia yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia atau BUMN. PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah berkembang cukup pesat dengan memiliki 196 pesawat di Januari 2017 dengan lebih dari 600 penerbangan setiap harinya. Namun ternyata PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki sisi gelapnya sendiri. Pada tanggal 28 Juni 2019, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi dinyatakan bersalah dan dikenakan sanksi oleh beberapa lembaga seperti Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI) atas kecurangan pengakuan pendapatan pada laporan keuangan di tahun 2018.

Adapun kronologi kecurangan yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai berikut:

  1. Pada 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda dan PT. Mahata Aero Teknologi (Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen, terakhir dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018, mengenai penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten. Perjanjian tersebut berlaku selama 15 tahun.
  2. Berdasarkan catatan laporan keuangan nomor 47 huruf e menjelaskan bahwa Mahata akan melakukan dan menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan pemeliharaan termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti dan/atau memperbaiki peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten. Garuda mengakui penghasilan dari perjanjiannya dengan Mahata sebagai suatu penghasilan dari kompensasi atas Pemberian hak oleh Garuda ke Mahata.
  3. Manajemen Garuda mengakui sekaligus pendapatan perjanjian tersebut sebesar USD 239.94 juta dengan USD 28 juta diantaranya merupakan bagi hasil yang didapat dari PT. Sri Wijaya Air. Padahal perjanjian belum berakhir dan diketahui bahwa hingga tahun buku 2018 berakhir, tidak ada satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
  4. Selain itu dalam perjanjian Mahata yang ditandatangani pada 31 Oktober 2018 tidak tercantum term of payment yang jelas dan belum ditentukan juga secara pasti cara pembayarannya dan jaminan dari perjanjian tersebut.
  5. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019: “Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema pembayaran sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah dengan mengacu kepada kemampuan finansial Mahata.
  6. Dari pengakuan pendapatan ini, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan diberikan Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp. 100 juta. Selain itu, seluruh anggota Direksi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. juga dikenakan Sanksi Administratif berupa masing-masing Rp. 100 juta karena melanggar Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan. Sanksi Administratif juga dikenakan secara tanggung renteng sebesar Rp. 100 juta kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang menandatangani Laporan Tahunan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode tahun 2018 karena dinyatakan melanggar Peraturan OJK Nomor 29/POJK.004/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Source:

Image Sources: Google Images