Dasar Hukum

Industri pertambangan diatur  dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan berkaitan dengan peraturan lain terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017   yang memberikan penjelasan biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan  Pajak Penghasilan.

Pengertian

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

Batubara  adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.

Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:

  1. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
  2. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
  3. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
  4. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
  5. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
  6. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Usaha pertambangan dikelompokkan atas:

  1. pertambangan mineral; dan
  2. pertambangan batubara.

Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud digolongkan atas:

  1. pertambangan mineral radioaktif;
  2. pertambangan mineral logam;
  3. pertambangan mineral bukan logam; dan
  4. pertambangan batuan
Aturan Pemajakan Khusus Industri Pertambangan

 

A.    Biaya operasi yang dapat dikembalikan

 

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017   yang memberikan penjelasan biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan  Pajak Penghasilan

 

(1) Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan harus memenuhi persyaratan:

  1. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi Perminyakan di Wilayah Kerja Kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
  2. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  3. pelaksanaan Operasi Perminyakan sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik;
  4. kegiatan Operasi Perminyakan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas
(2) Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud wajib memenuhi syarat:

  1. untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk Operasi Perminyakan yang menjadi milik negara;
  2. untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang;
    1. tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
    2. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
    3. tidak rutin;
  3. untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  4. untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  5. untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada masa Eksplorasi dan Eksploitasi;
  6. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat:
    1. digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;
    2. Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan
    3. besarannya tidak melampaui batasan yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan Menteri.
(3) Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri.
 

B. Biaya operasi yang tidak  dapat dikembalikan

 

Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan meliputi:

a. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang Participating Interest, dan pemegang saham;
b. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan Kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia;
c. harta yang dihibahkan;
d. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan Kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan;
e. biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara;
f. insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham;
g. biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA);
h. biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan Operasi Perminyakan dalam rangka Kontrak Kerja Sama;
i. biaya konsultan pajak;
j. biaya pemasaran minyak dan/atau Gas Bumi bagian Kontraktor, kecuali biaya pemasaran Gas Bumi yang telah disetujui Kepala SKK Migas;
k. biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat;
l. dihapus;
m. biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;
n. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan Participating Interest:
o. biaya bunga atas pinjaman;
p.
  1. Pajak Penghasilan karyawan yang ditanggung Kontraktor, kecuali yang dibayarkan sebagai tunjangan pajak;
  2. Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga di dalam negeri yang ditanggung Kontraktor atau di-gross up;
q.
  1. pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik;
  2. biaya pengeluaran yang melampaui 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pembelanjaan finansial, kecuali untuk biaya-biaya tertentu sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh Menteri;
r. surplus material yang tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disetujui;
s. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian Kontraktor;
t. transaksi yang:

  1. dihapus;
  2. tidak melalui proses tender sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali dalam hal tertentu; atau
  3. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
u. bonus yang dibayarkan kepada Pemerintah;
v. biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak;
w. dihapus; dan
x. biaya audit komersial.

 

C.       Penyusutan

 

(1) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus.
(2) Penyusutan dimulai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service).
(3) Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Dalam hal harta berwujud tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud langsung dapat dibebankan sebagai biaya operasi.
(5) Untuk menjaga tingkat produksi, Menteri dapat menentukan penghitungan penyusutan yang berbeda.
  1. Fasilitas Perpajakan Tahap Eksplorasi
Pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor diberikan fasilitas:

1. Pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan;
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas :

  1. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
  2. impor Barang Kena Pajak tertentu;
  3. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan/atau
  4. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan.

3. Tidak dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada angka 1; dan/atau
4. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam SPPT selama masa Eksplorasi.

 

E.     Fasilitas Perpajakan Tahap Eksploitasi

 

(1) Pada tahap Eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor dapat diberikan fasilitas:

a. Pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan;
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas:

  1. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
  2. impor Barang Kena Pajak tertentu;
  3. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan/atau
  4. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan;

c. Tidak dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau
d. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atas Tubuh Bumi paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam SPPT.
(2) Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri.

 

 

F.     Fasilitas perpajakan lainnya

 

(1) Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan, dengan persetujuan SKK Migas, Kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk digunakan Kontraktor lainnya berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (Cost Sharing).
(2) Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama (Cost Sharing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dari satu Kontraktor kepada Kontraktor lainnya yang mendapat manfaat atas biaya operasi tersebut, dengan jumlah dari biaya yang dibebankan kepada masing-masing Kontraktor adalah sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan secara keseluruhan.
(3) Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama (Cost Sharing) oleh Kontraktor dalam rangka pemanfaatan Barang Milik Negara di bidang hulu Minyak dan Gas Bumi dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Barang yang digunakan dan diperoleh atau dibeli Kontraktor sebagai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama merupakan Barang Milik Negara;
  2. Atas pemanfaatan Barang Milik Negara yang digunakan sebagai fasilitas bersama telah mendapat persetujuan SKK Migas; dan
  3. Pemanfaatan fasilitas bersama tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.

(4) Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor Pusat bukan objek Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 
 

(5) Atas penghasilan lain Kontraktor berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
(6 )Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai Pajak Penghasilan.
(7) Atas penghasilan Kontraktor dari pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif:

  1. 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan Participating Interest selama masa Eksplorasi; atau
  2. 7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan Participating Interest selama masa Eksploitasi.
(8) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenai Pajak Penghasilan.
(9) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan Participating Interest sesuai Kontrak Kerja Sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam Kontrak Kerja Sama.
 
G.    Ketentuan Penghitungan Perpajakan Pertambangan
 

(1) Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan Eksplorasi dan tahapan Eksploitasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapat rekomendasi dari SKK Migas.
(2) Sebelum menghitung besarnya biaya Direktur Jenderal Pajak dan/atau auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.
(3) Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan SKK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan SKK Migas wajib menyelesaikan perbedaan tersebut.
(4) Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dalam Pasal 25 ayat (7) diatur dalam pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama.
(5) Hal-hal terkait penyampaian rekomendasi, penyelesaian perbedaan besaran biaya hasil pemeriksaan, dan pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
 

F. Kewajiban Pendaftaran Kontraktor

 

(1) Setiap Kontraktor pada suatu Wilayah Kerja wajib:

  1. mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak;
  2. melaksanakan pembukuan;
  3. menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh);
  4. membayar angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya, dan dihitung atas penghasilan kena pajak dari Lifting yang sebenarnya dari bagian Kontraktor dalam suatu bulan takwim;
  5. memenuhi ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan Participating Interest atau pengalihan saham, Kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi serta Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal pengalihan Participating Interest hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada Kontraktor yang baru.
(4) Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Sumber :

  • Gunadi, M.Sc.,Ak.,Ph.D. (2014). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. 02. Bee Media Indonesia. Jakarta. ISBN: 9789793122120.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Image Sources: Google Image