Secara definitif, sistem pemotongan pemungutan Pajak (withholding income tax system), pihak penerima penghasilan adalah pihak yang secara ekonomis membayar pajak sedangkan pihak pembayar secara yuridis melakukan pemenuhan kewajiban perpajakn dalam bentuk : pemotongan pajak dari penerima penghasilan, pembayaran pajaknya ke kas negara, pelaporan ke DJP, pengarsipan dalam jangka waktu 10 tahun, dan memberikan bukti pemotongan pajak kepada penerima penghasilan. Oleh karenanya, kelalaian dalam melakukan pemenuhan kewajiban pemotongan pajak ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pembayar.

Untuk menghindari pengenaan PPh Pemotongan Pemungutan, seringkali pihak penerima pembayaran menggunakan trik legal pembayaran bersih (net of tax) dalam withholding tax clause yang ada dalam kontrak. Dengan pencantuman klausul net of tax, pada hakikatnya pihak penerima penghasilan berusaha mengalihkan beban pajak pemotongan yang seharusnya secara ekonomis menjadi tanggungannya kepada pihak pembayar. Pihak pembayar akan memilih untuk menghitung PPh Pemotongan Pemungutan menggunakan metode Grossed-Up.

Peran Pencatatan Akuntansi Dalam Pemotongan Pajak

Seringkali dalam pemeriksan pajak, tim pemeriksa pajak melakukan teknik rekonsiliasi objek PPh Pemotongan Pemungutan antara jumlah yang terdapat dalam pembukuan dengan jumlah yang telah dilaporkan oleh perusahaan dalam SPT Masa PPh Pemotongan Pemungutan. Misalnya saat melakukan rekonsiliasi objek PPh Pemotongan Pemungutan atas pembayaran biaya perawatan kendaraan, tim pemeriksa mengambil angka yang tertera dalam akun biaya perawatan kendaraan sebagai acuan angka untuk direkonsiliasi dengan jumlah yang terdapat dalam SPT Masa PPh Pemotongan Pemungutan tanpa melihat fakta bahwa biaya itu adalah campuran angka ongkos pengerjaan jasa perawatan kendaraan dan pembelian sparepart kendaraan. Dalam hal ini, untuk memudahkan pihak perusahaan menanggapi temuan pemeriksaan pajak sebagaimana dijelaskan dalam kasus tersebut, mekanisme pencatatan akuntansi dapat membantu dengan mencatatnya dalam dua sub account terpisah antara imbalan jasa perawatan dan pembelian sparepart. Sehingga dapat dengan mudah ditunjukkan pembagian porsi berapa untuk komponen pembelian jasa dan berapa untuk pembelian spareparts-nya.

Prinsip yang sama juga dapat diterapkan pada pencatatan biaya-biaya lainnya yang merupakan Objek PPh Pemotongan Pemungutan dimana pencatatan akuntansi untuk komponen imbalan jasa dan pembelian material sebaiknya tidak digabungkan untuk memudahkan rekonsiliasi saat diperiksa pajak.

Peran pencatatan akuntansi juga menjadi sangat signifikan dalam pengelolaan kewajban PPh Pemotongan Pemungutan khususnya untuk Wajib Pajak yang bergerak di industri-industri tertentu yang umumnya tidak dikenakan PPN seperti perbankan, asuransi, dan multi finance. Dalam praktek pembukuan, banyak perusahaan perbankan, asuransi, dan multi finance yang mencatat harga jasa ditambah dengan 10% PPN dalam suatu akun jasa apabila menerima tagihan dari pihak pemberi jasa. Sebagai contoh, perusahaan asuransi menerima tagihan biaya jasa profesi bidang hukum (legal fee) sebesar Rp11.000.000,00 yang terdiri atas Rp10.000.000,00 untuk imbalan jasa dan Rp1.000.000,00 untuk PPN 10% jasa. Perusahaan asuransi tersebut seringnya langsung mendebet biaya profesi bidang hukum (legal fee) dan mengkredit kas atau hutang sebesar Rp11.000.000,00 dengan pertimbangan bahwa status perusahaan adalah Non-PKP sehingga PPN yang dipungut oleh rekanan lebih banyak dijadikan biaya sehingga penjurnalan akuntansinya pun dibuat ringkas. Pencatatan tersebut sah-sah saja bagi perusahaan tetapi berpotensi kerumitan apabila perusahaan diperiksa oleh otoritas pajak dimana pihak tim pemeriksa pajak umumnya melakukan teknik dan metode rekonsiliasi/ekualisasi atas kewajiban pemotongan pemungutan PPh berdasarkan angka-angka yang tertera dalam general ledger atau laporan keuangan perusahaan. Terdapat perbedaan angka apabila rekonsiliasi/ekualisasi dilakukan yang umumnya karena besaran 10% PPN tadi. Dalam hal ini, pemisahan jurnal pencatatan akuntansi antara porsi jasa (legal fee) dengan porsi PPN dalam sub account sendiri akan memudahkan perusahaan untuk menanggapi temuan dalam pemeriksaan pajak.

Sumber:

  • Imam Santoso, Ning Rahayu. (2019). Corporate Tax Management : Mengulas upaya pengelolan pajak perusahaan secara konseptual-praktikal. Edisi Revisi 2019. Penerbit : Ortax Jakarta. ISBN 9786029518270
  • Erly Suandi. (2017). Perencanaan Pajak. Edisi 6. Penerbit : Salemba Empat.

Image Sources: Google Image