Sebagai bagian dalam dunia bisnis yang berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian negara, perusahaan dituntut untuk tidak hanya terfokus kepada peningkatkan pendapatan melalui aktivitas transaksi seperti jual beli untuk memenuhi kebutuhan pasar dan masyarakat, melainkan bagaimana mereka mampu mempertahankan kualitas lingkungan saat kegiatan produktivitas barang berlangsung. Hal ini menuntut pemimpin untuk mampu mengelola dan mengatur serangkaian kegiatan yang berjalan untuk berkembang kearah penghijauan dan menjaga sumber daya agar tidak terkikis atau mengalami degredasi akibat tindakan yang sewenang atau merugikan kehidupan di masa mendatang (Gunawan & Tin, 2019).

Pertumbuhan ketahanan perusahaan secara jelas merefleksikan kesiapan serta sikap pimpinan perusahaan dalam menghadapi perubahan yang signifikan dengan terus berinovasi menciptakan nilai baru yang terarah bukan hanya kepada laba, melainkan bagaimana mereka mampu memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat, komunitas, dan seluruh pemangku kepentingan secara jangka panjang. Dalam hal tersebut, perusahaan perlu membangun sebuah kerangka bisnis yang berkelanjutan sesuai dengan ketentuan Sustainability Development Goals 2030 yang mengorientasikan tingkat pengelolaan bisnis dengan memenuhi tanggung jawabnya kepada lingkungan sekitar (Geissdoerfer et al., 2018).

Menurut Murray et al., (2017) dalam rangka untuk meningkatkan kualitas keberlanjutan dalam mewujudkan tujuan SDGs 2030, terdapat salah satu kerangka konsep yang sepadan untuk mencapainya dengan lebih baik, yaitu disebut konsep circular economy yang merupakan sebuah konsep yang dikembangkan untuk melengkapi dan menyempurnakan proses yang berjalan dalam produktivitas maupun operasional perusahaan. Hubungan dengan informasi yang tercatat dalam laporan keuangan baik informasi keuangan ataupun non keuangan adalah bagaimana dapat terlihat cerminan suatu perusahaan dalam beroperasi dengan menyelaraskan strategi bisnis terhadap konsep pembangunan berkelanjutan, yang pertama dapat diawali dari pemenuhan kebutuhan internal seperti mengedepankan tenaga kerja dan mampu mengatur pengelolaan asset yang tidak hanya terfokus kepada laba saja, melainkan bagaimana pemenuhan tanggung jawab sosial dan produktivitas yang berjalan dapat dipenuhi (Manninen et al., 2018). Berdasarkan Geissdoerfer et al., (2018) yang membahas terkait dengan konsep circular business and supply chain sebagai kunci utama dalam membangun perekonomian, menjelaskan bagaimana dengan diawali pada penyaluran informasi yang menggambarkan secara keseluruhan terkait dengan progress yang berjalan dapat memberikan peluang baru untuk memperbaiki sistem kerja dengan mengembangkan suatu konsep inovatif yang meminimalisir penggunaan biaya secara berlebih. Hal ini sangat sesuai dengan akan bagaimana dunia industri secara global memfokuskan kepada zero waste cost, dimana selain mampu meningkatkan keuntungan secara maksimal juga mengurangi pembuangan limbah atau sampah yang merusak lingkungan. Hanya saja, dengan konsep circular economy, melalui informasi yang dihantarkan dengan memadai oleh perusahaan, dapat membangun pola pikir yang menggantikan zero waste cost menjadi reuse and recycle, dimana hal tersebut berpotensi membangun harmonisasi kehidupan secara keberlanjutan tanpa menghilangkan nilai sumber daya yang digunakan secara terus-menerus (Murray et al., 2017).

Sesuai dengan penelitian Geissdoerfer et al., (2018) bagaimana dengan adanya informasi bisnis yang telah bertransformasi dengan menjalani circular economy, hal tersebut akan mempengaruhi pihak lainnya seperti dalam supply chain yang terhubung dengan produktivitas bisnis agar berubah menerapkan konsep recycle barang untuk dapat digunakan kembali tanpa memakan biaya yang berlebih dan bertahan secara jangka panjang untuk kehidupan yang lebih terjangkau. Mendukung pernyataan sebelumnya, bagaimana Murray et al., (2017) mengonsepkan recycling sebagai salah satu nilai tambah penting yang signifikan untuk menunda pembuangan suatu produk yang selain menurunkan kualitas barang tersebut juga mempengaruhi kehidupan di masyarakat. Hal ini yang menyebabkan Reduce, Reuse, and Recycle telah menjadi titik tengah dalam mensukseskan konsep circular economy untuk menjaga perputaran produksi barang (Murray et al., 2017).

Adanya transformasi bisnis yang mentransisikan seluruh strategi dan performa kinerja dengan mengubah tujuan kearah perputaran siklus ekonomi yang ke arah penghijauan, dapat mempengaruhi ke aspek lainnya seperti hal nya dalam rantai pasokan seperti dari supplier hingga ke pelanggan di pasar (Geissdoerfer et al., 2018).

Gambar 1. Metode Tradisional dan Circular Economy di Perusahaan (Geissdoerfer et al., 2018)

REFERENSI:

  • Geissdoerfer, M., Morioka, S. N., Monteiro De Carvalho, M., & Evans, S. (2018). Business models and supply chains for the circular economy Keywords: Circular business models Circular supply chain Sustainable business models Sustainable development Circular Economy Business model innovation. Journal of Cleaner Production, 190, 712–721. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.04.159%0Ahttps://aspace.repository.cam.ac.uk/bitstream/handle/1810/280260/Geissdoerfer et al. 2018_Author%27s version.pdf?sequence=1&isAllowed=y
  • Gunawan, J., & Tin, S. (2019). The development of corporate social responsibility in accounting research: evidence from Indonesia. In Social Responsibility Journal. https://doi.org/10.1108/SRJ-03-2018-0076
  • Manninen, K., Koskela, S., Antikainen, R., Bocken, N., Dahlbo, H., & Aminoff, A. (2018). Do circular economy business models capture intended environmental value propositions? Journal of Cleaner Production, 171, 413–422. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.10.003
  • Murray, A., Skene, K., & Haynes, K. (2017). The Circular Economy: An Interdisciplinary Exploration of the Concept and Application in a Global Context. Journal of Business Ethics, 140(3), 369–380. https://doi.org/10.1007/s10551-015-2693-2

Image Sources: Google Images