AGENCY THEORY DALAM DUNIA INDUSTRI DAN AKUNTANSI
Perusahaan perlu memiliki jaminan sebagai bentuk peningkatan kepercayaan terhadap seluruh pemangku kepentingan tanpa adanya keterpihakan atau unsur tersendiri yang merugikan pihak lain. Salah satu bentuk nyata yang dapat dihantarkan oleh perusahaan kepada pengguna informasi untuk mempertemukan dengan kebutuhan mereka adalah bagaimana dengan adanya laporan keuangan yang tersaji secara memadai dan transparan, dapat membantu proses pengambilan keputusan yang berorientasi kepada nilai dan peluang sebagai sumber pengetahuan yang mengarahkan kepada tindakan di masa mendatang (Sulviani, 2019). Tetapi, tentu dalam melaksanakan kegiatan ataupun strategi manajemen, perusahaan akan selalu melekat dengan risiko seperti terjadinya kemunduran performa atau penurunan laba, sehingga banyak perusahaan yang melakukan manipulasi laporan keuangan dengan berkolaborasi kepada para akuntan, seperti meningkatkan keuntungan dengan mengefektivitaskan penggunaan biaya. Selain itu, bagaimana perusahaan menuliskannya secara naratif akan bagaimana peningkatan saham yang dikeluarkan oleh perusahaan telah berkembang pesat, dimana hal tersebut merupakan bentuk kompensasi yang diberikan kepada pimpinan atau manajer dalam menunaikan tujuan perusahaan.
Salah satu teori yang telah terkenal pada tahun 1970an untuk menjelaskan terkait dengan fenomena yang sering terjadi dalam dunia bisnis seperti pada penjelasan sebelumnya adalah Agency Theory yang dikembangkan oleh Jensen & Meckling, (1976) sebagai landasan penjelasan terkait dengan informasi keuangan. Dalam teori ini dijelaskan bagaimana terdapat 2 pihak yang terlibat, yaitu pemilik selaku principal dan manajemen selaku agent yang saling terhubung untuk menyalurkan informasi antar pihak secara transparansi dan akuntabel, sehingga dapat mengetahui arah perkembangan perusahaan secara real-time tanpa ada yang disembunyikan, sehingga dapat membantu proses pengambilan keputusan (Kimmerling & Moore, 1997). Jensen & Meckling, (1976) menjelaskan lebih lanjut bagaimana terdapat beberapa perilaku dari manajer yang mengindikasikan tindakan yang mengundang informasi asimetris dengan menutupi atau menyembunyikan beberapa informasi penting yang seharusnya disampaikan kepada pemilik, sehingga menimbulkan ketimpangan informasi yang dapat menyesatkan pihak principal dalam menentukan tindakan kedepan terkait dengan operasional perusahaan. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari timbulnya perasaan untuk meningkatkan keuntungan pribadi seperti mempengaruhi insentif dan penyaluran dana perusahaan serta branding perusahaan dengan memperlihatkan informasi keuangan yang positif saja, sehingga disinilah menekankan bahwa informasi merupakan senjata paling bernilai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam mengambil keputusan dan mengatur strategi, dimana dengan adanya informasi keuangan yang tercatat secara terperinci dan tergambarkan melalui visualisasi yang memadai berpotensi memberitahukan informasi secara lengkap dan komprehensif perihal kemajuan prospek kerja perusahaan (Bendickson et al., 2016).
Melalui penggunaan teori tersebut dapat menjelaskan betapa pentingnya dan bersifat krusial informasi keuangan yang tercantum dalam laporan keuangan, dimana selain untuk mengetahui posisi keuangan dan kinerja perusahaan, perubahan pada laju keuangan dalam perusahaan dapat berdampak kepada setiap tindakan yang dilakukan oleh seluruh pihak melalui penelusuran, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara berkala untuk memastikan bagaimana informasi tersebut terbebas dari kecurangan dan campur tangan secara sepihak (Jensen & Meckling, 1976).
Informasi keuangan harus dapat disampaikan dengan transparan akan mempengaruhi ketahanan perusahaan khususnya, seperti melihat seberapa besar persentase keberhasilan operasionalisasi dengan mengintegrasikannya kepada tujuan perusahaan, tata kelola yang berlangsung dalam perusahaan dengan mengoptimalkan sumber daya melalui penghantaran informasi yang memadai terkait dengan aktivitas transaksi yang berlangsung yang dilandasi dengan analisis dan penilaian yang akurat, serta bagaimana mampu menentukan tingkat kepercayaan dari berbagai pihak eksternal terhadap stabilitas performa perusahaan secara berkelanjutan. Hal perlu dihindari adalah seperti terjadinya kasus enron, SNP Finance, dan lainnya yang memperlihatkan betapa baiknya laju perekonomian perusahaan tanpa disadari bahwa manipulasi keuangan marak terjadi dan menipu sebagian besar investor, sehingga banyak yang langsung mengalami kerugian besar akibat informasi keuangan palsu yang disajikan.
REFERENSI:
- Bendickson, J., Muldoon, J., Liguori, E. W., & Davis, P. E. (2016). Agency theory: background and epistemology. Journal of Management History, 22(4), 437–449. https://doi.org/10.1108/JMH-06-2016-0028
- Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics. https://doi.org/10.1016/0304-405X(76)90026-X
- Kimmerling, B., & Moore, D. (1997). Collective identity as agency and structuration of society: The Israeli example. International Review of Sociology. https://doi.org/10.1080/03906701.1997.9971220
- Sulviani MSi S E, A. (2019). Pengaruh Risiko, Materialitas, Internal Control Relevan Audit, Kompleksitas Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Atas Prosedur Audit. Jurnal Wacana Ekonomi.
Image Sources: Google Images