Akuntansi Syariah Untuk Ketentuan Penghimpunan Dana (Tulisan 1)
Pendahuluan
Seperti kita ketahui bahwa perbankan Syariah merupakan bank atau Lembaga keuangan yang beroperasi dengan system Syariah. Terdapat berbagai instrument yang dipergunakan untuk kepentingan pengjhimpunan dana di bank Syariah, yaitu giro, tabungan dan juga deposito. Dalam dunia perbankan keriga instrument ini biasa disebut dengan dana pihak ketiga atau DPK. Hal yang menbedakan antara DPK bank Syariah dengan DPK di dalam bank konvensional adalaah dalam bank Syariah tidak ada instrument bunga seperti yang ada di dalam bank konvensional. Tulisan ini tidak untuk mengulas tentang konsep penghimpunan dana di bank Syariah. Akan tetapi untuk melihat bagaiamna akuntansi Syariah untuk konsep tabungan atau dana pihak ketiga.
Tabungan di bank Syariah adalah sama dengan konsep tabungan seperti yang disebutkan dalam UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, akan tetapi penarikannya tidak dapat dilakukan dengan cek, bilyet, giro dan juga sarana lain yang dipersamakan dengan benda benda tersebut. Berdasarkan konsep yang disepakati oleh Dewan Syariah Nasional bahwa akad tabungan di dalam bank Syariah bisa dijalankan dengan akad mudharabah dan juga akad wadiah. Tabungan dengan konsep mudharabah maupun tabungan dengan konsep wadiah harus mengikuti kedua konsep akad tersebut yang sudah ditetapkan oleh DSN.
Penerapan Akuntansi Tabungan Mudharabah dilakukan berdasarkan PSAK 105 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang Akuntansi mudharabah. Seperti diketahui bahwa PSAK 105 yang berbicara tentang mudharabah adalah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).dikatakan dalam PSAK tersebut bahwa Pernyataan dalam PSAK ini ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Sehingga jelas dengan pernyataan dalam PSAK ini bahwa PSAK ini benar hanya diperuntukkan untuk akad tabungan atau dana pihak ketiga yang menggunakan akad mudharabah.
Bagaimana akad mudharabah sebenarnya ? secara singkat dapat dikatakan bahwa akad mudharabah merupakan akad yang berupa penyerahan modal berupa uang kepada pihak yang berniaga sehingga ia akan mendapatkan keuntungan ( Ascarya, 2008 ). Mudharabah juga meruapakan kontrak akad bagi hasil yang dilakukan Ketika pemilik dana atau shahibul maal menberikan modal dalam bentuk 100 % kepada pihak pengusaha, yang dikenal dengan mudharib agar si mudharib bisa melakukan aktivitas yang produktif, dan keuntungan akan dibagikan berdsarkan kesepakatan mereka dengan konsep revenue sharing. Konsep ini merupakan konsep mudharabah yang khas ada di Indonesia.
Berikiut adalah contoh transaksi dan penjurnalan untuk akad tabungan mudharabah :
Pada 2 Juni 20X1, dilakukan penerimaan setoran tabungan bank Syariah X atas nama UY sebesar 3.250.000
Pada 8 Juni 20X1 UY menerima transfer dari bank Syariah X cabang Purwakarta sebesar 500.000
Pada 31 Juni UY menerima bagi hasil deposito mudharabah sebesar 20.000
Berikut adalah jurnal yang diperlukan untuk kasus di atas
2/6/X1 Kas 3.250.000
Tabungan Mudharabah UY 3.250.000
8/6/X1 RAK cabang Purwakarta 500.000
Tabungan Mudaharabah UY 500.000
31/6/X1 Hak Pihak Ketiga atas bagi hasil 20.000
Tabungan Mudharabah UY 20.000
Bagaimana dengan akad untuk deposito dan giro ? Kita lihat dalam tulisan berikutnya
Referensi:
- Yaya, et al ( 2014 ), Akuntansi Perbankan Syariah, Salemba Empat
Image: www.google.com