Pandemi Covid-19 telah menjadi krisis pertama kali pada abad ke-21 yang bersifat multidimensi dan berpengaruh kepada semua negara pada saat yang bersamaan. Namun, pandemi ini tidak terlepas dari kelalaian kita dalam menjaga kelestarian lingkungan. Saat inilah kesempatan terbaik untuk kita bersama-sama dapat memperbaiki proses bisnis di seluruh sektor usaha, terutama di sektor keuangan yang lebih berkelanjutan. Di samping itu, dengan adanya kemajuan teknologi yang telah mengubah proses bisnis ke arah digital, sektor usaha diharapkan mampu untuk mengoptimalisasikan kemajuan teknologi tersebut. Perkembangan teknologi diharapkan mampu mengembangkan proses bisnis, meningkatkan efisiensi, dan mempercepat arus informasi. Industri keuangan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dalam mempermudah pemberian layanan pembiayaan/pendanaan hijau, peningkatan efisiensi proses bisnis, dan inovasi produk yang ramah lingkungan. Sementara itu, pemanfaatan teknologi akan meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi dalam pelaporan industri keuangan serta mempermudah proses pengawasan bagi regulator. Investor juga akan mendapatkan manfaat berupa kemudahan akses informasi lingkungan, sosial, dan tata kelola yang digunakan dalam pengambilan keputusan investasi. Teknologi juga digunakan untuk mempermudah proses edukasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan berkelanjutan.

Dampak pandemi Covid-19 dan kemajuan teknologi akan mendukung percepatan implementasi keuangan berkelanjutan. Namun demikian, implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

  1. Rendahnya tingkat pemahaman dan partisipasi industri keuangan. Industri keuangan masih memiliki persepsi bahwa pelaksanaan usaha berkelanjutan akan menimbulkan biaya tambahan. Selain itu, para pelaku usaha umumnya masih berorientasi pada keuntungan jangka pendek.
  2. Belum tersedianya standardisasi kategori hijau yang diperlukan dalam penilaian implementasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola. Saat ini, setiap lembaga masih menggunakan standar usaha berkelanjutan masing-masing. Kondisi ini menyebabkan kegiatan usaha mengalami kendala dalam akses pendanaan dan menyulitkan investor dalam membuat keputusan berinvestasi. Oleh karena itu, perlu tersedianya standardisasi kategori hijau/taksonomi secara nasional sebagai dasar untuk usaha maupun investasi berkelanjutan. Taksonomi juga akan memudahkan pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas pengelolaan risiko.
  3. Semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan dalam implementasi LST menciptakan peluang bisnis bagi pelaku usaha. Peluang bisnis ini memerlukan dukungan ketersediaan infrastruktur yang memadai, bukan hanya dari regulator, tetapi juga membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari pelaku usaha dan kementerian/lembaga terkait. Kolaborasi ini telah sesuai dengan semangat yang telah dimulai dan dimotori oleh World Economic Forum (WEF), IMF, dan Bank Pembangunan Internasional yang tergabung dalam MDBs.10 Kolaborasi ini tentunya akan menjadi sebuah common structure bagi seluruh pihak dalam pelaksanaan inisiatif Keuangan Berkelanjutan di Indonesia.

Dalam mengatasi gap implementasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola, OJK dengan dukungan industri dan kementerian/lembaga terkait akan membuat bauran strategi dalam suatu ekosistem dengan mengacu pada paradigma baru terkait dengan bisnis, peluang, dan manajemen risiko.

References:

  • Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Roadmap Keuangan BerkelanjutanTahap II (2021-2021). https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Roadmap-Keuangan-Berkelanjutan-Tahap-II-%282021-2025%29/Roadmap%20Keuangan%20Berkelanjutan%20Tahap%20II%20%282021-2025%29.pdf
  • Google Image. (2021).