Sepintas, konsep ontologi dan epistemologi sepertinya tidak memiliki hubungan langsung dengan penelitian dalam bidang akuntansi ataupun atau praktik akuntansi. Namun ternyata, kedua konsep tersebut memiliki kegunaan bagi akuntan karena beberapa alasan. Pertama, konsep ontologi dan epistemologi membantu akuntan dalam mengembangkan konsep akuntansi. Crotty (1998) berpendapat bahwa realitas adalah interaksi antara subjek dan objek. Dalam akuntansi, interaksi tersebut terjadi antara penyusun standar sebagai subjek dan aktivitas organisasi serta aturan akuntansi sebagai objek. Dalam interaksi tersebut, nilai-nilai yang dimiliki atau dianut oleh pembuat standar akan sangat mempengaruhi standar akuntansi “yang diterima secara umum”. Morgan (1998) berargumentasi bahwa akuntansi lebih dekat dengan proses membangun realitas daripada menangkap realitas secara objektif. Dengan menyadari bahwa praktik akuntansi saat ini bukanlah suatu kebenaran yang mutlak, hal tersebut dapat membuka peluang bagi para penggiat akuntansi untuk meningkatkan aturan dan praktik akuntansi menjadi lebih baik untuk bisa menangkap realitas aktivitas organisasi dengan lebih baik.

Kedua, Crotty (1998) mencatat bahwa budaya merupakan kerangka yang terdapat dalam masyarakat. Terkait dengan proses penyusunan standar akuntansi, budaya yang dimiliki oleh para pembuat standar merupakan kerangka kerja bagi mereka untuk melihat aktivitas organisasi. Sejalan dengan hal tersebut, Chua (1986) menyatakan bahwa hukum sosial adalah produk yang dihasilkan dari proses dominasi. Berdasarkan kedua argumentasi diatas, akuntansi dapat dilihat sebagai hasil dominasi dari budaya pembuat standar. Kesadaran atas konsep epistemologi akan membantu akuntan untuk memberikan masukan membangun terhadap praktik akuntansi saat ini. Selain itu, kesadaran tersebut dapat mendorong akuntan untuk menjadi peneliti-peneliti yang mengembangkan akuntansi sebagai produk baru berdasarkan keterbatasan dan karakteristiknya. Hal ini juga dapat membantu para akuntan untuk memikirkan proses konvergensi standar akuntansi, karena proses konvergensi ini dapat dilihat sebagai proses dominasi suatu budaya sedangkan budaya setiap negara kemungkinan akan berbeda. Ketiga, menyadari bahwa akuntansi bukanlah merupakan kebenaran yang mutlak dapat mendorong kemungkinan adanya peraturan dan perlakuan akuntansi yang baru dan dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada. Dengan demikian, masalah yang sebelumnya tidak dapat diselesaikan dengan praktik akuntansi arus utama dapat dipelajari dengan konsep tambahan yang dapat berupa hasil pemikiran dari perspektif yang berbeda.

Secara garis besar, konsep ontologi dan epistemologi adalah konsep yang dapat bermanfaat untuk praktik akuntansi. Kedua konsep tersebut dapat membuka pintu peluang bagi para akuntan untuk menciptakan praktik akuntansi yang lebih baik, untuk melihat dan menilai praktik akuntansi dan proses konvergensinya secara kritis, dan memperkaya penelitian akuntansi. Namun, untuk membuka peluang tersebut, dibutuhkan penerimaan dan keterbukaan atas adanya perspektif-perspektif dan ide-ide baru dalam melihat aturan dan praktik akuntansi yang ada saat ini.

REFERENSI:

  • Crotty, Michael. (1998).The Foundation of Social Research: Meaning and Perspective in the Research Process. St. Leonards, Australia: Allen & Unwin.
  • Chua, W.F. (1986). Radical Developments in Accounting Thought. Accounting Review, 61(4), 601.
  • Morgan, G. (1988). Accounting as reality construction: towards a new epistemology for accounting practice. Accounting and Organizations, and Society. 13(5), 477-485.

Image Sources: https://www.pexels.com/