Pada dunia bisnis yang ideal, perusahaan-perusahaan cenderung akan menggambarkan aspek lingkungan dalam proses akuntansi mereka melalui sejumlah pengidentifikasian terhadap biaya-biaya, produk-produk, proses-proses, dan jasa. Meskipun sistem akuntansi konvensional memiliki peran penting dalam perkembangan dunia bisnis, akan tetapi sistem akuntansi konvensional yang ada tidak cukup mampu untuk memperhitungkan penyesuaian adanya biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya hanya mampu menunjukkan akun/ perkiraan untuk biaya umum tak langsung.

EMA dikembangkan untuk berbagai keterbatasan dalam akuntansi tradisional. Beberapa poin berikut ini dapat menjadi alasan mengapa dan apa yang dapat diberikan oleh EMA dibandingkan dengan akuntansi manajemen tradisional (Burrit et.al, (2002)):

  1. Meningkatnya tingkat kepentingan ‘biaya terkait lingkungan’. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang harus ditanggung.
  2. Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam perusahaan. Walaupun keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen tidak selalu mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan efisiensi dan penekanan biaya, di sisi lain bagian lingkungan menginginkan tambahan biaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Walaupun ekoefisiensi bisa menjadi jembatan antar kepentingan ini, namun kedua bagian tersebut berbicara dari sudut pandang yang berseberangan.
  3. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead). Ketidakmampuan akuntansi tradisional menelusuri dan menyeimbangkan akuntansi lingkungan dengan akuntansi keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah, perizinan dan lain-lain digabungkan dalam biaya overhead; sebagai konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’.
  4. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara tradisional biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.
  5. Ketidaktepatan perhitungan atas volume dan biaya atas bahan baku yang terbuang. Berapa sebenarnya biaya limbah, Akuntansi tradisional akan menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. EMA akan menghitung biaya limbah sebagai biaya pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan.
  6. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan dalam catatan akuntansi. Banyak sekali biaya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan yang seharusnya diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Biaya tersebut umumnya meliputi biaya pengelolaan limbah, biaya material dan energi, biaya pembelian material dan energi dan biaya proses. Penting untuk diketahui bahwa, ketika akuntansi manajemen lingkungan mendukung pengambilan keputusan internal, penerapan akuntansi manajemen lingkungan tidak menjamin setiap tingkat kinerja keuangan atau lingkungan tertentu.

Referensi:

  • Damayanti, D. & Destia, P. 2013. Global Warming in the Perspective of Environmental Management Accounting (EMA). Jurnal Ilmiah Esai, 7(1).

Image Sources: Google Image. 2021.