Revaluasi aset merupakan penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan, yang dilakukan dikarenakan adanya kenaikan ataupun penurunan nilai aset tetap di pasaran sehingga nominal aset tetap dalam laporan keuangan menjadi tidak wajar (DDTC News, 2019). Untuk melakukan revaluasi aset tetap, perusahaan perlu mengajukan permohon kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Permohonan revaluasi atas aset tetap.

Dasar hukum mengenai revaluasi aset diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Pasal 19 UU PPh, menyatakan bahwa:

  1. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan peraturan tentang revaluasi aset dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur biaya dengan penghasilan dikarenakan perkembangan harga.
  2. Selisih revaluasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi.

Dalam Pasal 4 UU PPh, menyatakan :

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Kesimpulannya adalah yang menjadi objek pajak adalah selisih lebih dari penilaian Kembali aktiva. Keuntungan atas selisih nilai revaluasi dan nilai buku fiskal menjadi Objek Pajak PPh Final yaitu sebesar 10%. Namun, tidak menutup kemungkinan perusahaan dengan kondisi keuangan yang tidak memadai tidak mampu melunasinya sekaligus. Oleh karena itu, perusahaan dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 bulan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79/PMK.03/2008, menjelaskan mengenai:

  1. Perusahaan yang dapat melakukan revaluasi aset, antara lain:
    • Wajib pajak badan dalam negeri.
    • Bentuk Usaha Tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar AS.
  2. Ketentuan batasan terhadap Wajib Pajak Badan yang melakukan revaluasi aset tetap, antara lain:
    • Revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu 5 tahun terhitung sejak revaluasi terakhir.
    • Nilai revaluasi aset tetap tidak dapat digunakan sebagai dasar penyusutan fiskal apabila tidak memperoleh persetujuan dari Dirjen Pajak.
    • Penjualan aset yang telah direvaluasi sebelum masa penyusutannya berakhir (kelompok 1 dan 2) akan dikenakan tambahan PPh final sebesar selisih tarif terakhir dikurangi dengan 10% dan dikalikan dengan selisih lebih revaluasi.
    • Penjualan aset (kelompok 3 dan 4) yang telah direvaluasi sebelum lewat jangka waktu 10 tahun, maka akan dikenakan tambahan PPh final sebesar selisih tarif terakhir dikurangi 10% dan dikalikan dengan selisih lebih revaluasi.
    • Selisih antara nilai pengalihan aset perusahaan dengan nilai sisa buku fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Dalam melakukan revaluasi aset tetap, perusahaan perlu menghitung berdasar nilai wajar aset tetap pada saat melakukan revaluasi aset tetap yang ditetapkan oleh ahli penilai yang terdaftar di Kementerian Keuangan, dan revaluasi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak tanggal menerima laporan dari ahli penilai. Akan tetapi, Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai wajar terkait dengan aset perusahaan sehingga nilai revaluasi akan memperbarui nilai aset pada neraca fiskal dan menjadi dasar penyusutan fiskal.

Referensi:

Image Sources: Google Images