Laporan keuangan merupakan sebuah nilai yang sangat penting bagi perusahaan serta seluruh pihak yang terhubung dengannya, sebagai landasan dalam mengambil keputusan maupun menentukan kepercayaan terhadap performa perusahaan kedepan. Laporan keuangan perlu disusun dengan sangat hati-hati dan memberikan gambaran jelas terkait dengan keberlangsungan perusahaan sebagai informasi yang melandasi seluruh kegiatan yang telah terjadi pada periode sebelumnya. Dalam menyajikan laporan keuangan biasanya berdasarkan pada asumsi-asumsi untuk meningkatkan kualitas penyajian laporan terkait dengan aktivitas transaksi, kemampuan perusahaan dalam melunasi pembayaran ataupun mengalokasikan asset, pengelolaan dan pengaturan perusahaan untuk meminimalisir risiko di masa mendatang, dan bagaimana sistem struktural yang terdapat dalam perusahaan telah tergambarkan dengan baik, sehingga diperlukan kecermatan dalam membaca laporan keuangan perusahaan.

Berdasarkan “Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS” edisi ketiga oleh Kartikahadi et al., (2019) asumsi dasar yang biasanya sering digunakan oleh akuntan dalam menyusun laporan keuangan adalah asumsi kelangsungan usaha (going concern) yang mengacu kepada kondisi perusahaan secara nyata nya, seperti apakah perusahaan akan mengalami likuidasi atau tidak sesuai dengan aktivitas operasional yang terjadi. Pencatatan yang dilaporan dalam laporan keuangan, lazimnya dilaporkan berdasarkan nilai buku yang diperoleh dari harga historis dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan tidak dilaporkan berdasarkan nilai pasar yang lebih tinggi pada tanggal laporan. Perlakuan pada asset tetap ataupun liabilitas terkait dengan kelangsungan usaha tentu menggambarkan bagaimana suatu entitas/perusahaan tidak mengalami likuidasi. Tetapi, dalam SAK yang telah terkonvergensikan kepada IFRS, menetapkan bahwa terdapat beberapa asset tertentu yang dapat dicatatkan berdasarkan fair value.

Membicarakan lebih lanjut terkait dengan kelangsungan usaha, kelangsungan usaha menjelaskan bagaimana performa perusahaan dapat dilihat dari berbagai aspek secara menyeluruh untuk mengetahui apakah mampu bertahan apa tidak, sehingga manajemen perlu melakukan penilaian usahanya secara cermat dan teliti agar tidak ada informasi yang terlewati secara berkala. Hal inipun juga berlaku bagi auditor dalam mengaudit laporan keuangan, dimana mereka dituntut untuk dapat memahami keberlangsungan perusahaan secara sadar, khususnya bila terjadi pergolakan ekonomi seperti kasus pada tahun 2008 terkait dengan krisis global ekonomi yang diakibatkan oleh gejolak moneter hingga timbul suatu peristiwa yang mengancam perusahaan tertentu yang mengakibatkan ancaman untuk menurunkan performa perusahaan kedepan bahkan mengalami kebankrutan. Selain itu, perusahaan perlu menjelaskan dengan lebih rinci dan detail terkait dengan kemampuannya seperti pengelolaan arus kas, ketidakmampuan melunasi hutang (insolvency), hingga saat terjadinya devaluasi mata uang yang menyebabkan penurunannya nilai uang, sehingga hal ini perlu diinformasikan kedalam laporan keuangan agar tidak menyesatkan pihak lainnya seperti investor, kreditur, hingga masyarakat dalam menentukan kepercayaannya kepada performa perusahaan tersebut. Oleh karena itu, informasi dalam laporan keuangan harus dapat disajikan dengan handal (reliable) dan transparansi, sehingga dapat meningkatkan pengambilan keputusan dan kepercayaan terhadap suatu entitas.

Referensi:

  • Hans Kartikahadi, R. U. (2019). AKUNTANSI KEUANGAN BERDASARKAN SAK BERBASIS IFRS EDISI KETIGA. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia

Image Sources: Google Images