Suatu model regresi dapat dikatakan baik ketika terbebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi yang dapat muncul karena adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu dan saling berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2016). Permasalahan ini muncul karena residual tidak bebas pada satu observasi ke observasi lainnya. Uji autokorelasi bertujuan untuk menunjukkan korelasi anggota observasi yang diurutkan berdasarkan waktu atau ruang (Ajija, 2011). Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke obervasi lainnya. Jika data observasi di atas 100 data sebaiknya menggunakan uji Lagrange Multiplier.

Gejala autokorelasi dapat dideteksi menggunakan uji Durbin  Watson Test dengan menentukan nilai durbin watosn (DW). Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.

Untuk mendeteksi terdapat atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan :

  1. Uji Run Test.
    Run test merupakan bagian dari statistik non-parametik yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian, apakah antar residual terjadi korelasi yang tinggi. Apabila antar residual tidak terdapat hubungan korelasi, dapat dikatakan bahwa residual adalah random atau acak.
  2. Uji Durbin – Watson
    1. Kriteria pengambilan keputusan :
      1. Mencari nilai dl dan du dari t-tabel berdasarkan jumlah sampel penelitian.
      2. Membuat grafik untuk mengetahui apakah data penelitian memiliki masalah autokorelasi.
    2. Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan kriteria DW tabel dengan tingkat signifikansi 5% yaitu sebagai berikut :
      1. Nilai D-W di bawah -2 artinya terdapat autokorelasi positif.
      2. Nilai D-W di antara -2 sampai +2 artinya tidak ada autokorelasi.
      3. Nilai D-W di atas +2 artinya terdapat autokorelasi negatif.
  3. Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Dasar pengambilan keputusan uji ini berdasarkan nilai p-value.
    Jika uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan signifikansi > 0.05 maka model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi.
    Jika hasil uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan signifikansi < 0.05 maka model regresi masih terdapat masalah autokorelasi.
    Sebagai contoh misal hasil uji Autokorelasi dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey (LM Test) menunjukkan nilai probability chi-square dari Obs*R-squared sebesar 0.2869. Nilai tersebut bernilai diatas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model regresi.

Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah sebagai berikut :

  1. Mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation).
  2. Memasukkan variabel lag dari variabel terikat menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.
  3. Mengeluarkan satu variabel atau lebih variabel bebas yang mempunyai nilai korelasi sederhana relatif tinggi (misalnya > ú0,8ê).
  4. Transformasi variabel. Menganalisis ulang model regresi yang sama, tetapi dengan nilai variabel-variabel yang telah ditransformasikan.
  5. Penambahan data baru. Semakin sedikit sampel yang diambil dalam penelitian akan cenderung meningkatkan adanya gangguan.

Referensi

  • Ajija, Shochrul Rohmatul, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat.
  • Ghozali, I. (2016) Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23. Edisi 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Image Sources: Google Images