Profesi Akuntan Forensik dan Perkembangan Pendidikan Akuntansi Forensik di Indonesia
Studi Empiris Akuntansi Forensik
Kecurangan yang tidak ada habisnya membuat meningkatnya permintaan pelayanan dalam penyelidikan kecurangan, oleh karena itu akuntan forensik sangat diperlukan. Terdapat tiga elemen mendasar yang diperlukan oleh akuntan forensik yakni mental, metode dan pengalaman. Perguruan tinggi dipandang memiliki posisi strategis untuk memfasilitasi pencapaian elemen-elemen tersebut melalui pendidikan (Prabowo 2013b)
Akuntansi forensik telah dikenal dalam profesi akuntansi bertahun-tahun yang lalu, akan tetapi, baru dikenal luas ketika terjadi skandal keuangan yang besar di dunia (seperti Enron, WorldCom, Global Crossing, dll) dalam rentang tahun 2000-2002 dan merubah persepsi/penilaian terhadap profesi akuntansi. Dengan demikian, pengajaran kecurangan dan akuntansi forensik untuk mahasiswa bisnis sangatlah penting (Jackson et al. 2013). Mata kuliah akuntansi forensik akan memungkinkan mahasiswa untuk melihat bagaimana pelaku kecurangan mengalami tekanan untuk mengambil keuntungan terhadap kesempatan pada perusahaan tertentu yang mungkin penting bagi perusahaan tersebut (Carpenter 2011).
Pentingnya akuntansi forensik dalam memerangi kecurangan seperti tindak pidana pencucian uang dan korupsi telah terlihat pada beberapa studi akuntansi forensik. Penerapan terhadap pola pikir dan keahlian akuntansi forensik sangat penting untuk mencegah, mendeteksi dan menanggapi kecurangan pada kinerja tugas terhadap penilaian resiko tindak kejahatan kecurangan di sektor publik Malaysia dan Nigeria (Popoola et al. 2014a; Popoola et al. 2014b). Akuntansi forensik dapat mencegah dan membatasi cakupan kecurangan, sebagai hasil dari studi; ditemukan adanya pengaruh penggunaan akuntansi forensik dalam mendeteksi kasus-kasus korupsi keuangan (Alabdullah et al. 2014). Akuntansi forensik telah di terapkan untuk mengungkap dan mengurangi kejahatan di negara-negara seperti Inggris, Kanada, Jerman dan Amerika (Gbegi dan Adebisi 2014). Permintaan akan layanan akuntansi forensik meningkat selama beberapa tahun terakhir, dan diperkirakan bahwa perusahaan dan firma hukum akan membangkan secara internal kemampuan akuntansi forensik daripada mengandalkan secara eksklusif pada pihak ketiga (Henning and Misuraca 2013).
Akuntan forensik adalah akuntan yang terdaftar dan bersertifikat akuntan yang telah memperoleh pendidikan tambahan atau sertifikasi sebagai pemeriksa kecurangan atau sebagai seorang akuntan forensik. Anggota dari International Federation of Accountants (IFAC) seperti American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dan Chartered Professional Accountants of Cananda (CPA Canada) dimana anggotanya yang memenuhi syarat harus memiliki Certified in Financial Forensic (CFF) untuk dapat menjadi seorang akuntan forensik. Secara internasional, sebagai organisasi anti kecurangan dunia, Association of Certified Examination (ACFE) menyediakan sertifikasi untuk kecurangan yang dikenal dengan Certified Fraud Examiner (CFE) (Singleton and Singleton 2010). Akuntan forensik akan menggunakan pengetahuannya di bidang akuntansi, audit dan hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap kecurangan, menemukan bukti dan menyampaikan bukti tersebut ke pengadilan, jika dibutuhkan.
Kita dapat membedakan dua perbedaan utama antara auditor dan akuntan forensik. Studi lain telah membuat perbedaan antara akuntan forensik dan audit. Mengungkapkan pendapat pada keakuratan dan kelengkapan laporan keuangan adalah tujuan audit, sedangkan tujuan akuntansi forensik adalah pengumpulan data keuangan yang sistematis untuk menganalisa dan menginterpretasikan masalah keuangan yang kompleks dan untuk menanggapi keluhan yang timbul dari masalah-masalah pidana, perdata dan pertanyaan lainnya yang timbul dari penyelidikan maupun yang bersumber pada penyelidikan terhadap suatu perusahaan (Smith 2012). Akuntan forensik memberikan skeptisisme professional dan kemampuan analisis untuk melihat melampaui angka yang disajikan untuk menyelidiki dan menemukan maksud sebenarnya dari transaksi, sebaliknya, fokus audit adalah untuk menentukan apakah laporan keuangan perusahaan disajikan dengan wajar tanpa ada salah saji yang material (Warshacsky 2013). Audit dilakukan untuk membantu dalam penerapan strategi manajemen untuk mencapai tujuan serta memberikan laporan keuangan yang benar dan adil dalam lingkungan bisnis kepada pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan, sedangakan akuntansi forensik dilakukan untuk menyelidiki penyimpangan atau kecurangan dan pengukuran dampak (Imoniana et al. 2013). Audit menemukan laporan salah saji sedangkan akuntansi forensik memeriksa atau menganalisa salah saji secara mendalam (Kushnirof 2012). Akuntansi forensik dapat dilakukan jika auditor memiliki kecurigaan adanya penyimpangan dan salah saji yang disengaja dalam laporan keuangan (Italia 2012).
Prosedur utama dalam akuntansi forensik lebih menekankan pada teknik wawancara yang mendalam dan analisis data walaupun seringkali menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan rekonsiliasi, konfirmasi dan sebagainya. Akuntansi forensik memfokuskan pada segmen tertentu misalnya pemasukan dan pengeluaran yang di curigai telah terjadi tindak kecurangan atau korupsi baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau petunjuk terjadinya kecurangan (red flag) dan petunjuk lainnya.
Akuntan forensik bertugas untuk mengumpulkan bukti untuk mengetahui keabsahan transaksi akuntansi yang kompleks.. Akuntan forensik dapat memberikan pendapat hukum dalam pengadilan. Akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang akuntansi, audit, hukum yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah atau sengketa keuangan atau dugaan kecurangan yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara negara dengan warganya yang secara resmi telah ditunjuak untuk mengelola pemerintahan. Sengketa tersebut harus diselidiki kebenarannya oleh lembaga negara (misalnya KPK) dan di putuskan oleh hakim di pengadilan.
Referensi:
- Albrecht, WS, Albrecht, CO, Albrecht CC & Zimbelman MF 2012. Fraud Examination, 4th edn, South-Western, Cengage Learning, Mason, OH
- Association of Certified Fraud Examiners 2012. Report to the nations on occupational fraud and abuse. http://www.acfe.com/ uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2012-report-to- nations.pdf
- Association of Certified Fraud Examiners 2014. Report to the nations on occupational fraud and abuse. http://www.acfe.com/rttn/docs/2014-report-to-nations.pdf
- Astutie, PY & Utami, Y 2013. ‘Characteristics and Relevant Skills of The Forensic Accountant: An Empirical Study on Indonesia’. In Proceeding of Annual International Conference on Accounting and Finance(AT), Bangkok, pp 122-127
- Alabdullah, TTY, Alfadhl, MMA, Yahya, S & Rabi, AMA 2014. ‘The Role of Forensic Accounting in Reducing Financial Corruption: A Study in Iraq’. International Journal of Businesses and Management. Vol 9, No 4, pp 26-34
- Prabowo, A. 2017. Keahlian Akuntan Forensik Dan Pendidikan Akuntansi Forensik. Jurnal Integritas. Indonesia
Image Sources: Google Image
Comments :