Oleh: Levana Dhia Prawati dan Ignatius Edward Riantono

Reformasi perpajakan merupakan perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan. Di Indonesia sendiri reformasi perpajakan dimulai sejak tahun 1983 lewat serangkaian undang-undang yang mengatur tentang tata cara perpajakan serta pajak-pajak lainnya. Baru di sekitar akhir 90-an dan awal 2000-an, reformasi perpajakan menyentuh sistem informasi perpajakan dengan mengaplikasikan teknologi informasi di dalamnya.

Perkembangan dunia teknologi informasi belakangan ini semakin mempermudah manusia dalam bekerja. Banyak proses pekerjaan yang tadinya ribet dan memakan waktu menjadi semakin simple dan cepat selesai dengan bantuan teknologi informasi. Tak hanya perusahaan swasta, instansi pemerintah pun sebagian besar sudah memanfaatkan teknologi tersebut.

Dengan adanya tantangan disrupsi digital yang semakin cepat, khususnya dalam sektor perekonomian dapat menjadi peluang bagi Direktorat Jendral Pajak dalam menancapkan dan mengkokohkan pilar-pilar reformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Dengan terus melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas memperbaiki infrastruktur teknologi perpajakan yang dapat dirasakan secara menyeluruh serta Direktorat Jendral Pajak dapat memberikan bimbingan kepada Wajib Pajak dalam pemberian pelayanan perpajakan. Melalui administrasi pajak berbasis online services atau teknologi digital, otoritas pajak akan memiliki kapabilitas baru yang lebih baik dalam mendukung analisa big tax data dan membantu produktivitas operasi organisasi.

Sistem administrasi pajak yang efesien dapat mengubah fundamental dari proses kepatuhan wajib pajak. Tetapi, tentunya masih ada kendala dalam optimalisasi sistem tersebut, jika kita masih bergantung banyak mengandalakan Sumber Daya Manusia. Dengan perkembangan jumlah wajib pajak yang semakin hari semakin meningkat mengadopsi penggunaan Teknologi Inovatif berkelanjutan dapat membantu mempermudah kompleksitas administrasi, sehingga Otoritas Perpajakan dapat mengurangi kebutuhan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mengelola sistem yang diterapkan. Badan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) bersama dengan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Intra-Eurpean Organisation of Tax Administrations (IOTA) dan Asian Development Bank (ADB) membuat sebuah survei gabungan yang diberi nama International Survey on Revenue Administration (ISORA). Adapun jenis teknologi yang saat ini berkembang dan dijadikan aspek survei perkembangan teknologi inovatif dalam penerapan administrasi pajak secara digital.

Berangkat dari ide transparansi pajak, kini industri jasa keuangan pada umumnya dan fungsi pajak khususnya, mulai mengadopsi teknologi pajak. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan melakukan otomatisasi fungsi pajak dengan tujuan menjamin kepatuhan wajib pajak.

 Implementasi Teknologi Informasi dalam Perpajakan

  • Blockchain, merupakan sebuah sistem penyimpanan data digital terdiri dari catatan transaksi atau data yang tersebar dijaringan internet menggunakan banyak server (multiserver). Struktur data dari blockchain tidak dikelola atau dikontrol oleh satu pihak, tetapi dapat disebarluaskan secara publik dan dikelola secara global bahkan dalam waktu yang bersamaan. Menggunakan sistem kriptografi yang memiliki fungsi membentuk sebuah jaringan dan tentunya menjamin keamanan informasi mengenai user yang mengirim atau menerima informasi, sehingga aspek keamanan dalam melakukan transaksi dapat dijaga satu sama lain. Penggunaan Teknolagi blockchain ini banyak digunakan oleh perusahaan sektor keuangan (perbankan), logistik, e-commerce dan termasukdi dunia perpajakan. Dalam memudahkan wajib pajak membayar pajak serta mendukung transparansi transaksi perpajakan di Indonesia.
  • Robotic Process Automation (RPA), Teknologi ini menawarkan cara baru dalam pengumpulan analisis data, pengelolassn resiko dan dapat meningkatkan efisiensi kerja. Saat ini, banyak perusahaan yang telah mengadopsi teknologi tersebut terutama pada proses kerja yang dilakukan secara sistem manual berulang kali dan memakan banyak waktu, seperti: Penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT), perhitungan kewajiban pajak tangguhkan (deferred tax) dan konservasi data ke nilai buku pajak dalam proses kerja otomatis menggunakan teknologi RPA.
  • Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence), Penerapan teknologi Kecerdasan Buatan dapat memeriksa data dalam jumlah besar, dalam fungsi menciptakan basis data yang memungkinkan regulator melakukan pengawasan dalam mengindentifikasikan transaksi yang mencurigakan dengan lebih praktis.
  • Chatbots, Teknologi ini merupakan produk percakapan dengan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI). Dengan adanya teknologi ini dapat menghubungkan pihak satu dengan pihak lainnya, walaupun diasisteni robot, pembahasan yang dihasilkan didesain dengan gaya basa yang mudah dipelajari dan dimengerti oleh penggunanya.
  • Identifikasi Biometrik, Teknik ini dapat bekerja dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses transaksifinansial, dengan informasi biometric seperti perekaman sidik jari, pemindaian iris mata, pengenalan suara dan wajah. Dari bidang perpajakan kedepanya dengan menerapkan teknologi ini pemerintah melalui otoritas pajak dapat menjadikan landasan sebagai persyaratan untuk mengakses tunjangan yang diberikan pemerintah dan mengarsip pajak penghasilan. Saat ini Negara India sudah menerapkan teknologi ini dalam bidang perpajakan, teknik ini menjadi penting dalam proses mekanisme penyelidikan.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum berinovasi dengan mengadopsi teknologi pajak.

  • Pertama, adopsi teknologi tidak hanya dilakukan di administrasi pajak tetapi juga di seluruh administrasi pemerintahan.
  • Kedua, standar digital legal identifiers.
  • Ketiga, perlindungan privasi serta kerahasiaan data dan informasi wajib pajak.
  • Keempat, risiko-risiko yang mungkin saja muncul terkait cyber-security sehingga otoritas pajak mampu menangkal apabila ada gangguan dalam sistem, seperti phising dan malware.

Menurut Bart dari Deloitte, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak dalam hal penerapan teknologi informasi perpajakan:

  • Pertama, baru 80% keberhasilan otomatisasi sebab wajib pajak harus melalui berbagai trial and error.
  • Kedua, otomatisasi harus melibatkan diskusi dengan berbagai stakeholders dalam suatu perusahaan.
  • Ketiga, para taxologist harus memastikan teknologi pajak yang akan diadopsi mampu meminimalkan human error, mudah dan aman.
  • Keempat, relevansi data dalam tiap transaksi menjadi semakin penting bagi taxologist karena akan berimplikasi pada pajak masing-masing orang.

Referensi:

  • Farman, G. Pentingnya Penggunaan Teknologi oleh Otoritas & Wajib Pajak. DDTC News.
  • Google Image. 2020
  • Nasirudin, M. 2020. Reformasi Teknologi Informasi Perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak.
  • Sandi, F. 2020. Mengenal Sistem Informasi Perpajakan & Komponennya. Pajak Online.
  • Surya, D. 2020. Efektivitas Penggunaan Teknologi Digital untuk Administrasi Pajak. Pajakku online.

Image Sources: Google Image

LDP