Komunikasi adalah bagian integral dalam audit. Mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk menghasilkan yang terbaik. Standar Profesi Audit Internal (SPAI) merupakan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjaga kualitas kinerja auditor internal dan hasil audit. Teknik dalam melakukan audit internal yang diatur dalam standar profesi audit internal sangat menekankan kualitas profesional auditor internal dalam menjalankan program audit yang telah ditentukan serta cara auditor internal dalam menentukan pertimbangan dan keputusan sewaktu melakukan audit dan pelaporan. Hasil audit yang memenuhi standar akan sangat membantu pelaksanaan tugas Board of Directions/Board of Management (BOD/BOM), Board of Commissioner dan Unit Bisnis serta Unit kerja yang di audit.

Dalam proses audit dari awal sampai akhir, seorang auditor senantiasa berhubungan dengan orang lain, yaitu obyek yang diperiksanya. Hubungan antara auditor dengan obyek yang diperiksa/auditee merupakan hubungan antar manusia yang mengarah pada satu kerjasama agar proses audit dapat berjalan lancar. Dalam interaksi yang terjadi pada audit maupun obyek yang diperiksa/auditee mengembangkan ciri-ciri, sifat-sifat ataupun kebiasaan-kebiasaan melalui tingkah laku yang mereka tampilkan. Sehingga memahami segala sesuatu hal mengenai tingkah laku manusia dalam audit dirasakan penting. Karena tidak jarang interaksi yang terjadi antara auditor dengan auditee tidak berlangsung harmonis dan mengganggu kelancaran tugas-tugas audit. Dalam hal ketidakharmonisan hubungan yang terjadi antara auditor dengan auditee, diperlukan suatu ketrampilan khusus dari auditor untuk mengadakan pendekatan yang lebih baik secara psikologis maupun komunikatif.

            Tidak jarang kita mendengar pernyataan dari auditee bahwa profesionalitas auditor dalam bekerja dilihat dari cara auditor tersebut dalam berkomunikasi, merespon/ menanggapi/ berargumentasi, dan bersikap didepan auditee secara verbal maupun non verbal. Hal ini menjelaskan bahwa pertimbangan faktor komunikasi dan psikologi sangat penting bagi auditor dalam menjalankan pekerjaan audit sesuai dengan standar audit yang mencakup standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.

 

 

Komunikasi dan Psikologi dalam Profesi Auditor Internal

Integritas, objektifitas dan independensi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan profesional seorang auditor. Integritas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini kebenarannya. Objektifitas berarti kejujuran dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi yang melekat pada fakta yang dihadapinya. Sedangkan independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dan tidak tergantung pada orang lain. Bagi seseorang yang berpraktek sebagai auditor disamping ketiga hal diatas, kemampuan berkomunikasi merupakan suatu hal lain yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan penugasan profesionalnya. Dalam proses audit, seorang auditor senantiasa berhubungan dengan pihak yang diaudit atau auditee. Hubungan ini diarahkan pada suatu kerjasama agar proses audit dapat berjalan dengan lancar dan hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan kedua belah pihak.

Dalam meningkatkan profesionalistas seorang auditor haruslah terlebih dahulu memahami dirinya sendiri dan tugas yang akan dilaksanakannya serta selalu meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee. Auditor juga harus berusaha memahami perilaku auditee dan juga membangun komunikasi dan kerjasama dengan pihak auditee. Disadari atau tidak bahwa auditor maupun auditee adalah individu-individu yang mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat, ataupun kebiasaan-kebiasaan yang tampil secara khas melalui tingkah lakunya. Pemahamaan mengenai tingkah laku manusia menjadi penting bagi auditor manakala interaksi antara auditor dengan pihak auditee tidak berlangsung harmonis yang dapat mengganggu kelancaran proses audit. Kondisi demikian memerlukan ketrampilan khusus atau keahlian seorang auditor untuk melakukan pendekatan yang lebih baik secara psikologis maupun komunikatif. Hal ini bertujuan agar para auditor dapat memahami atau mempelajari langkah-langkah dan cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan pihak yang di audit.

            Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terkait dengan Standar Kinerja Nomor 2020 tentang Komunikasi dan Persetujuan menjelaskan bahwa “penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang mungkin timbulk karena adanya keterbatasan sumberdaya”. Dalam SPAI Nomor 2420 dijelaskan pula tentang Kualitas Komunikasi, dimana “komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, kontruktif, lengkap, dan tepat waktu”. Jika ada kesalahan atau kekeliruhan pelaksanaan proses audit, maka hal ini sudah diatur dalam SPAI 2420.1 yang berbunyi “Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya”.

 

 

Peranan Psikologi dalam Audit

            Manusia dalam individu merupakan kesatuan yang integral dan tidak dapat dipisah-pisahkan antara aspek-aspek fisiologis, psikologis, dan sosial.

Aspek Fisiologis Manusia sebagai organisme dengan segala masalah biologis serta fungsinya seperti fungsi penginderaan, fungsi kelenjar, fungsi susunan syaraf, fungsi peredaran darah, dll.
Aspek Psikologis Manusia dengan segala fungsi kemampuan psikis seperti pengamatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya.
Aspek Sosial Manusia dengan penghayatan pada kedua hal diatas dalam interaksinya dengan lingkungan atau dunia luar, baik secara pasif maupun aktif.

 

Pemahaman Diri Sebagai Auditor

Seorang auditor yang akan “terjun” ke lapangan sebaiknya mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Auditor tersebut harus dapat memahami betul siapa dirinya, bekal apa yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas dan bagaimana sifat atau kebiasaannya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui ini akan lebih mudah baginya untuk selalu meningkatkan diri dan mengontrol dirinya agar tidak bertindak sembarangan. Ada beberapa hal penting yang berpengaruh terhadap kesan pihak auditee kepada auditor, dan hal ini dapat mempengaruhi hubungan/interaksi antara auditor dengan auditee.

Penampilan Auditor : Masalah penampilan dari seorang auditor kelihatannya masalah yang tidak terlalu penting dan sering diabaikan oleh sebagian auditor. Padahal, tidak jarang masalah ini menjadi penyebab tidak langsung ataupun langsung dari hubungan yang kurang harmonis antara auditor dengan auditee. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam penampilan auditor adalah : Cara berdandan, Gaya bicara, Bahasa tubuh, Nada suara, Cara duduk.

Kemampuan dan Keahlian Auditor : Seorang auditor sebaiknya harus dapat mengenali seberapa jauh kemampuan dan keahlian yang dimilikinya sebagai bekal untuk menjalankan tugasnya. Auditor yang mawas diri akan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuannya, untuk mencapai tingkat keahlian yang lebih tinggi, sehingga tugas-tugas yang dipikulnya dapat terselesaikan dengan baik. Sebaliknya auditor yang kurang mampu dan tidak mau meningkatkan diri dalam hal kemampuan dan keahliannya, akan sering mengalami hambatan. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan dirinya, takut akan gagal atau justru bertindak secara berlebihan untuk menutupi kekurangannya. Untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian ini ada berbagai cara yang dapat ditempuh seperti, belajar secara formal, belajar dari literatur, berdiskusi dengan sesama auditor atau orang-orang yang kompeten dalam bidangnya dan dapat juga melalui penyerapan pengalaman baik pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa meningkatkan kemampuan dan keahlian tidak hanya terbatas pada bidang teknis audit saja, melainkan juga bidang-bidang lain yang erat kaitannya dengan tugas-tugas audit.

Etika Bergaul : Seorang auditor juga sebaiknya memahami berbagai macam etika dalam pergaulan, sehingga ia dapat menjalin hubungan dengan orang lain dari berbagai lapisan dengan cara yang tepat. Memahami etika pergaulan bukanlah berarti membatasi hubungan yang ada sehingga menjadi kaku dan penuh formalitas. Suasana santai, bahkan dengan sedikit gurauan kadang-kadang juga diperlukan, asalkan auditor tahu persis kapan hal itu dibutuhkan dan jenis gurauan yang bagaimana yang tepat. Suasana akrab harus dapat dicapai tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip dan melanggar etika pergaulan.

Kepemimpinan Auditor : Seorang auditor seharusnya juga memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Hal ini disebabkan karena seorang auditor harus dapat memberikan saran-saran perbaikan kepada pihak yang diperiksa. Adapun sifat-sifat kepemimpinan yang dimaksud adalah: Dapat dipercaya, Disiplin, Berkemauan keras, Keuletan, Percaya diri, Penuh inisiatif dan kreatif, Ketelitian, Luwes.

 

Pemahaman Interaksi Antara Auditor dan Auditee

Dalam interaksi kelompok antara seseorang dengan orang lain berlangsung secara timbal balik. Interaksi antara seseorang dengan orang lain itu dapat terjadi dalam suatu kelompok, atau bisa juga terjadi antara seseorang dari satu kelompok dengan orang dari kelompok lain. Perubahan sikap dapat terjadi disebakan oleh pengaruh kelompok referensi, yaitu kelompok yang mempunyai norma, nilainilai sosial, kebiasaan dan lain-lain, yang dianggap paling sesuai oleh seseorang untuk dijadikan pegangan atau pedoman hidupnya.

Pembentukan dan perubahan sikap dapat pula terjadi dalam situasi komunikasi dengan menggunakan media massa. Media komunikasi yang dapat mengubah sikap adalah : surat kabar, radio, tv, majalah, film, dan lain-lain. Dalam proses komunikasi ini, perubahan sikap ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

  • Faktor komunikator

Komunikator akan mengubah sikap seseorang atau sejumlah orang, apabila ia merupakan pusat kredibilitas, yaitu yang mendapat kepercayaan penuh dari orang banyak (khalayak). Bagaimanapun juga pentingnya atau benarnya pesan yang dikomunikasikan, apabila komunikatornya tidak merupakan orang yang dipercaya, maka ia tidak akan dapat mengubah sikap orang-orang itu.

  • Faktor pesan komunikasi

Pesan tidak akan begitu saja diterima oleh sasaran komunikasi, apabila isi komunikasi tidak sesuai dengan kerangka referensi, yaitu kerangka psikis yang mencakup pandangan, pedoman, pengertian dan perasaan dari sasaran komunikasi yang bersangkutan. Pesan harus menyangkut kepentingan dan sesuai dengan kerangka referensi komunikasi.

  • Faktor media komunikasi

Mental seseorang akan berbeda-beda sewaktu ia menerima pesan dari berbagai media (radio, tv, buku, koran, majalah, dan lain-lain). Karena itu media massa harus mengolah pesan-pesan yang akan disebarkan sesuai dengan sifat-sifat sasaran komunikasi. Dengan demikian media massa akan dapat mengubah sikap masyarakat luas.

  • Faktor penerima pesan

Penerima pesan ini adalah orang-orang yang sifatnya heterogen. Masing-masing akan memilih pesan yang sesuai dengan kepentingan atau minatnya. Hal-hal di luar itu biasanya akan luput dari perhatiannya. Dengan demikian apabila akan mengkomunikasikan sesuatu pesan maka sebaiknya pesan itu adalah yang berguna atau menjadi minat sasaran komunikasi.

PEMAHAMAN AUDITOR INTERNAL TERHADAP EFEKTIFITAS KOMUNIKASI DAN PSIKOLOGI DALAM PROSES AUDIT

Bagi auditor komunikasi sangatlah penting karena kegiatan audit menyangkut proses penyampaian informasi dan perolehan informasi yang diperlukan dalam mencapai hasil audit. Dalam kaitan ini para auditor setidaknya dapat menciptakan suasana psikologis terhadap auditee. Suasana psikologis tersebut anatara lain menciptakan suasana nyaman, aman, dan auditee tidak merasa terancam dalam memberikan informasi yang dibutuhkan menyangkut adanya fakta penyimpangan yang ditemukan auditor. Efektifitas komunikasi tampak dari dampak yang timbul dari ketiga efek tersebut. Memang tidak mudah untuk menimbulkan efek-efek tersebut, bahkan sering kali kita mengalami kegagalan dalam proses komunikasi. Penyebab kegagalan dalam komunikasi lebih disebabkan pada ketidakmampuan dan kondisi unsur-unsur komunikasi itu sendiri.

REFERENSI:

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. (2004). Standar Profesi Audit Internal (Cetakan Pertama). Jakarta. Yayasan Pendidikan Internal Audit.

Mulyana. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Edisi ke-9). Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

IER