Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil dari penarikan pajak tersebut akan digunakan oleh pemerintah sebagai anggaran belanja negara demi memajukan pertumbuhan negara dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pajak digunakan sebagai stabilisasi perekonomian dimana salah satunya untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi sehingga sejumlah uang yang beredar dapat dikurangi.  Ketentuan dalam sistem penarikan pajak terbagi menjadi beberapa jenis seperti:

  1. PPh 21 untuk pajak orang pribadi
  2. PPh 22 pengenaan pajak impor / pembelian luar negeri
  3. PPh 23 tentang Bunga, Sewa, Royalti, Dividen, Jasa dan Hadiah dan jenis-jenis lainnya

Tetapi, dengan adanya pandemic covid-19 mengakibatkan beberapa perubahan sementara terhadap ketentuan pajak yang dikenakan.

Seiring berjalannya waktu dengan meningkatnya pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan perekonomian negara. Banyak pusat perbelanjaan, hotel, tempat rekreasi, dan pariwisata menjadi sepi akan pengunjung. Belum ditambahnya kenaikan harga barang pokok sehingga pengusaha dan masyarakat terkena dampaknya. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan suatu cara untuk melawan dampak pandemi Covid-19 dengan kebijakan yang ditempuhnya berupa penghapusan sementara pajak penghasilan.

Pajak penghasilan Pasal 21 atau di singkat dengan PPh 21 adalah peraturan pajak dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015. PPh 21 adalah pajak penghasilan yang berupa gaji, upah, tunjangan, dan jenis pembayaran lainnya dalam bentuk apa pun yang sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya dari orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memberikan insentif kepada masyarakat untuk melawan dampak dari pandemic covid-19. Insentif yang diberikan adalah penundaan pemungutan PPh 21 terhadap subjek pribadi dengan penghasilan 16 juta sebulan atau sampai dengan 200 juta per tahun dibebaskan dari PPh 21 selama 6 bulan dari April sampai September 2020. Karyawan yang terkena bebas bayar pajak adalah karyawan industri manufaktur pengolahan, baik yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non-KITE. Jadi, karyawan bisa menerima gaji penuh tanpa dipotong pajak oleh perusahaan. Selain itu, PPh 22 dan PPh 25 juga akan terkena kelonggaran selama 6 bulan mulai dari April – September 2020.

Pembebasan pajak terhadap karyawan-karyawan yang telah ditentukan dapat membantu meringkankan beban mereka terkait dengan penyebaran pandemic covid-19. Harga bahan pokok meningkat, kebutuhan seperti mengonsumsi vitamin, masker, dan hand-sanitizer juga meningkatkan beban terhadap masyarakat, sehingga dengan adanya pembebasan pemotongan pajak sementara dapat menolong taraf hidup masyarakat saat ini. Pembebasan pemotongan pajak pernah terjadi pada tahun 2008-2009 saat terjadinya krisis ekonomi. Tentu kebijakan tersebut sudah dipertimbangkan dengan matang dan bertujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.

ANM

Referensi

https://www.pajakku.com/read/5e6080d6387af773a9e017f0/Sri-Mulyani-Berikan-Kelonggaran-Pada-PPh-21

https://news.ddtc.co.id/sri-mulyani-stimulus-fiskal-jilid-ii-berlaku-6-bulan–19490

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200313142024-4-144691/daftar-lengkap-stimulus-corona-pph-sampai-kemudahan-impor