Penagihan pajak diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak (badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak) melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.Penjualan barang yang telah disita biasanya dilakukan melalui pelelangan, kecuali untuk aset-aset tertentu seperti surat berharga, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain. Penanggung Pajak adalah badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan dasar penagihan pajak tersebut, maka berikut ini adalah bagan alur dan jadwal pelaksanaan penagihan pajak:

Gambar 2.5 Alur dan Jadwal Pelaksanaan Penagihan Perpajakan. (Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Penagihan Pajak Edisi Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia)

Dari diagram di atas, rangkaian tugas penagihan pajak adalah sebagai berikut:

  1. Seksi penagihan di Kantor Pelayanan Pajak menerima surat yang menjadi dasar penagihan Pajak, yaitu STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, dan atau Putusan Peninjauan Kembali.
  2. Jika dalam jangka waktu 1 bulan ditambah 7 hari sejak surat-surat tersebut diterbitkan, Wajib Pajak tidak memberikan respon dan melakukan pelunasan utang pajak, maka Jurusita Pajak akan mengeluarkan Surat Teguran. Surat teguran bisa dikirim melalui kantor pos, kurir, atau diserahkan langsung oleh Jurusita Pajak.
  3. Jika dalam jangka waktu 21 hari setelah surat teguran disampaikan, masih belum ada respon dan Wajib Pajak belum dapat melunasi utang pajak, maka Jurusita Pajak dapat mengeluarkan Surat Paksa. Surat Paksa harus diantarkan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak bersangkutan.
  4. Setelah menerima Surat Paksa, Wajib Pajak harus melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2×24 jam. Dalam jangka waktu ini , jika Wajib Pajak dianggap tidak kooperatif, Jurusita pajak dapat melakukan pengumuman di media massa, pemblokiran rekening, penyanderaan, dan pencegahan.
  5. Jika dalam jangka waktu 2×24 jam, Wajib Pajak masih belum dapat melunasi dan tidak memberikan respon, maka Jurusita pajak dapat mengeluarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
  6. Jika setelah penyitaan, Wajib Pajak melakukan pelunasan, pencabutan sita dapat dilakukan. Namun, jika Wajib Pajak tidak melakukan pelunasan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang atas barang yang disita.

Sumber : Undang-Undang No. 19 Tahun 1997

LDP

Image Source: Google Image