Apa itu Tax Ratio?

Tantangan perekonomian semakin berat, khususnya bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka meningkatkan target perpajakan.  Ini dilakukan karena jumlah penerimaan pajak dan kepatuhan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan G20 lainnya. Tujuan jangka panjang adalah untuk mencapai rasio pajak 14% pada tahun 2020. Ada satu ukuran kinerja perpajakan yang sampai saat ini masih digunakan di seluruh dunia, yaitu tax revenue to GDP ratio, atau sering kenal dengan istilah tax ratio. Mari kita memahami apa itu Tax Ratio?

Pengertian Tax Ratio (Rasio Pajak) Yang Digunakan di Indonesia
Di Indonesia, ada dua jenis definisi perhitungan rasio pajak yang berbeda berdasarkan cakupan penerimaan pajak, yaitu rasio pajak dalam definisi luas (arti) dan definisi sempit (makna).

Rasio pajak dalam definisi (artinya) secara sempit membandingkan nilai total pendapatan pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat, termasuk PPh, PPN / PPnBM, PBB, Bea dan Cukai, dan pajak-pajak lainnya sebagaimana diatur dalam postur APBN dengan PDB nominal.

Sedangkan rasio pajak dalam definisi luas berarti nilai total penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sumber daya alam (SDA) minyak dan gas bumi, mineral dan batubara (mineral) dengan PDB nominal.
Perbedaan dalam pengakuan penerimaan pajak sebagai dasar untuk menghitung rasio pajak adalah salah satu alasan mengapa rasio pajak di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan G20 lainnya.

Definisi Tax Ratio (Rasio Pajak) Berdasarkan Ketetapan IMF dan OECD
Definisi rasio pajak di suatu negara mungkin berbeda dari di negara lain. Definisi yang digunakan di negara-negara umumnya mengikuti definisi yang ditetapkan oleh IMF (International Monetary Fund) atau OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Perbedaan utama terletak pada elemen atau komponen apa yang dimasukkan sebagai pendapatan pajak. Suatu negara hanya dapat memasukkan unsur pajak pusat, sedangkan negara lain memasukkan unsur pajak pusat dan daerah.

Bahkan ada negara yang memasukkan komponen pendapatan pajak pusat, pajak daerah, dan penerimaan sumber daya alam pada saat yang bersamaan.

Referensi yang digunakan oleh IMF tentang penerimaan pajak mencakup semua pendapatan pajak, baik dari pusat dan daerah, bea cukai, laba/keuntungan suatu badan usaha yang dikendalikan pemerintah yang ditransfer ke pemerintah (selain dividen: distribusi laba kepada pemegang saham berdasarkan jumlah dari saham yang dimiliki).

Serta pendapatan negara dari sumber daya alam (SDA). Sedangkan definisi OECD terkait dengan kisaran penerimaan pajak yang lebih luas, yang digabungkan dengan kontribusi jaminan sosial.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Tax Ratio (Rasio Pajak)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat Rasio Pajak, termasuk:

  1. Faktor Makro: di antaranya adalah tarif pajak, tingkat pendapatan per kapita dan tingkat optimalisasi tata kelola yang baik.
  2. Faktor Mikro: di antaranya adalah tingkat kepatuhan wajib pajak, komitmen dan koordinasi antara lembaga negara dan kesamaan dalam persepsi antara wajib pajak dan petugas pajak.
    Jumlah Rasio Pajak digunakan untuk mengukur optimalisasi kapasitas administrasi pajak di suatu negara untuk mengumpulkan pendapatan pajak di suatu negara.

Dalam mengukur Rasio Pajak, secara umum, Indonesia hanya memasukkan unsur-unsur penerimaan pajak pusat, yaitu pajak yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Perbedaan pengakuan penerimaan pajak sebagai dasar untuk distribusi adalah salah satu alasan mengapa Rasio Pajak di Indonesia lebih kecil dari negara-negara ASEAN lainnya.

LDP

Image Source: Google Image